iklan SAKSI AHLI: Muchtar Muis saat sidang dalam rangka mendengarkan keterangan saksi ahli di Pengadilan Tipikor, Senin (9/10).
SAKSI AHLI: Muchtar Muis saat sidang dalam rangka mendengarkan keterangan saksi ahli di Pengadilan Tipikor, Senin (9/10).
Persidangan kasus dugaan korupsi pembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Unit 22 Sungai Bahar kemarin berlangsung seru. Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat menolak kehadiran saksi ahli yang dihadirkan terdakwa, Muchtar Muis.

Saksi meringankan yang dihadirkan oleh mantan Sekda Muarojambi ini, tidak membawa sertifikasi ahli. Tapi, akhirnya sidang dilanjutkan.

Ada beberapa poin pertanyaan yang coba diajukan hakim kepada saksi ahli, Sukarno.
Staf di Biro Keuangan Setda Provinsi Jambi tersebut menerangkan apa yang dilakukan Muchtar Muis saat menjadi sekda tidak melanggar hokum. Namun ia tidak bisa menjawab secara detail pertanyaan hakim terkait syarat-syarat pendirian BUMD tersebut.

“Dana APBD boleh dikucurkan untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), asalkan badan usaha tidak fiktif,” ungkap Sukarno.

“BUMD Kabupaten Murarojambi yang dalam kasus itu dikucuri dana Rp 4 miliar tidaklah fiktif. Karena ada Direksinya,”tambah Sukarno.

Majelis kemudian bertanya apa saja syarat-syarat pendirian BUMD. Namun, ahli tidak mengetahui secara detail syarat pendirian, dan hanya menjawab syarat pendiriannya ada pengurus dan tempat, dan perdanya ada.

Tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, majelis hakim kembali mempertanyakan kepada ahli, mengapa bisa menyimpulkan BUMD yang dimaksud tidak fiktif, sedangkan ahli sendiri tidak tahu syarat pendiriannya.

” Mukhtar Muis ketika kasus terjadi posisinya sekda, dan kapasitasnya sebagai pengguna anggaran daerah. Terkait kucuran dana APBD 2004 yang turun ke BUMD, sekda hanya perlu menyetujui atau tidak. Sekda tidak perlu turut campur pengelolaan BUMD. Hanya tertulis poin penyertaan modal sudah sah,” lanjutnya. 

Selanjutnya, saksi lain yang dihadirkan Muchtar Muis adalah Prof Dr Soekamto Satoto, akademisi dari Universitas Jambi. Diungkapkan Sukamto, berdasar Kepmendagri 29/2002, kewenangan yang diberikan adalah mandat. Artinya pemberi kewenangan bertanggung jawab ke yang menerima kewenangan, dan bertanggung jawab ke pemberi mandat. "Untuk Sekda, kewenangan bersumber pada mandat. Sehingga yang bertanggung jawab pemberi mandat," ujarnya.

Dalam hal ini, sekda merupakan penyalur anggaran. Apabila terjadi penyalahgunaan wewenang, maka tanggung jawab ada di BUMD.

Setelah mendengarkan keterangan dari kedua ahli yang dihadirkan Mukhtar Muis, Majelis Hakim menunda persidangan dua minggu. Sidang akan dilanjutkan Senin (23/9) mendatang.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images