iklan
MUARA TEBO, Ratusan warga dari Desa Kuamang, Teluk Kayu Putih dan Desa Sungai Abang Kecamatan VII Koto, yang tergabung dalam Kelompok Tani Sungai Pambrih 1, Sabtu (28/12), nyaris saling bunuh dengan warga pendatang asal Medan atau yang lebih dikenal dengan warga Patokan, di lokasi PT  LAJ Sungai Dahan Kecamatan VII Koto.

Berdasarkan informasi yang dirangkum harian ini, kejadian tersebut terjadi sekitar jam 10.30 WIB, ketika warga tiga desa bersama pemuka masyarakat mendatangi kantor PT LAJ untuk menjumpai GM PT. LAJ. Tujuan warga tersebut ingin menanyakan sejauh mana tindakan pihak perusahaan terhadap tuntutan mereka rentang hutan wilayat desa, mulai dari Km 27 hingga Km 45 seluas kurang lebih 2.000 hektar, yang sudah mereka garap semenjak tahun 2003 yang lalu.

Sayangnya, setiba di kantor PT LAJ, pemuka masyarakat tidak bisa menjumpai GM perusahaan. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya pemuka masyarakat ditemui oleh Rizaldi salah satu bagian humas di perusahaan tersebut.

“Bapak (manejer PT LAJ,red) libur dan sekarang lagi di Jakarta. Bapak merayakan hari natal dan tahun baru di Jakarta. Kemungkinan Januari nanti baru masuk kembali. Sedangakan manejer humas sedang ada kegiatan di Sumay. Jika percaya, sampaikan apa yang ingin bapak sampaikan ke manejer, nanti saya catat dan saya sampaikan ke beliau,” terang Rizaldi kepada pemuka masyarakat tiga desa tersebut yang sekaligus perwakilan dari Kelompok Tani Sungai Pambrih 1.
--batas--
Setelah mendapat keterangan dari Rizaldi, masyarakat maklum dan bersedia menyampaikan beberapa tunturan mereka diantaranya, ingin mengetahui sejauh mana tindakan pihak perusahaan dalam menyelesaikan sengketa hutan wilayat milik warga 3 desa yang sudah digarap dan ditanami oleh pihak perusahaan serta yang sudah dirambah oleh pendatang dari Medan. Selain itu, warga menuntut, sebelum ada penyelesaian tidak boleh ada aktivitas di lokasi tersebut .

“Kami juga minta pihak perusahaan jangan menanami atau menggarap lahan yang masih kosong. Dan saat ini ada 4 unit alat berat yang bekerja di lokasi. Kami minta pekerjaannya distop. Kami juga minta dijadwalkan untuk berjumpa dengan GM perusahaan,” ujar Ishak ketua Kelompok tani Sungai Pambrih 1.

Saat perwakilan dari kelompok tani Sungai Pambrih 1 dan perwakilan PT LAJ membuat kesepakatan, sebagian anggota turun ke lokasi untuk menghentikan aktifitas alat berat di lokasi lahan yang diakui adalah hutan wilayat desa. Ternyata, saat di lokasi anggota kelompok tani Sungai Pamrih 1 berjumpa dengan warga patokan yang sama-sama berkeras mengakui lahan tersebut adalah milik mereka.

Sama-sama bersikeras dan ditambah lagi dengan kejadian beberapa bulan yang lalu, yang sempat menelan korban dikedua belah pihak, anggota kelompok tani dan warga patokan kembali cekcok. Bahkan sempat terjadi aksi kejar-kejaran.

Karena jumlah tidak seimbang, warga patokan berlari desanya untuk memanggil warga potokan yang lain. Selang beberapa menit, puluhan warga patokan berdatangan membawa parang dengan mengendarai sepeda motor.

“Kami tidak terima kehidupan kami diusik terus. Kami mau damai dan bekerjasama, tapi kami tidak mau diusik apalagi ditakut-takuti. Kami siap mati demi mempertahankan hak kami,” kata Ucok saat harian ini mencoba menenangkan suasana.
--batas--
Perkataan Ucok tersebut menambah emosi warga patokan yang lain. Warga patokan pun kian ramai berdatangan dengan senjata di tangan dan siap perang. Tidak bisa membendung emosi, warga pun mendatangi anggota kelompok tani. Kedatangan warga patokan tersebut langsung disambut dengan parang oleh anggota kelompok tani. Aksi saling kejar dan saling sabet senjata pun terjadi hampir satu jam lebih.

“Ini hutan wilayat desa kami. Kami tidak terima jika digarap oleh orang luar. Hutan ini lah nantinya yang akan menjadi tumpuan hidup keluarga, anak dan cucu kami. Kami siap perang untuk mempertahankan hutan wilayat ini,” ujar warga saat menghunus parang mengejar warga patokan.

Untung sebelum memakan korban, keributan tersebut bisa reda. Meski suasana masih panas dan emosi masih tinggi, tokoh masing-masing warga bisa menenangkan masanya. Sekitar jam 16.30 WIB, warga membubarkan diri.

"Yang jelas kami tidak terima dengan semua ini. Kami minta kepada pihak perusahaan dan pemerintah agar segera menyelesaikan masalah ini, jangan sampai kembali jatuh korban seperti yang sudah-sudah," tukas anggota kelompok tani lagi.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images