iklan Hasan Basri Agus
Hasan Basri Agus
Perda nomor 13 tahun 2012 yang dilengkapi Pergub nomor 12 tahun 2013 soal angkutan batu bara bak macan ompong. Pasca ditetapkan, tidak bisa diterapkan secara efektif. Beberapa angkutan batubara masih bebas berseleweran di jalan-jalan raya. Sayangnya, tak ada tindakan tegas kepada angkutan yang membandel tersebut.

Syafriadi, Ketua Organda Provinsi Jambi mengatakan, memang sudah selayaknya angkutan batu bara diberikan tindakan tegas. Perda soal angkutan batu bara, katanya, memang harus tegas dilaksanakan oleh pemerintah.

“Perda sudah lengkap, Perda soal angkutan barang tahun 2011, Perda angkutan batu bara tahun 2012, lalu Pergubnya tahun 2013 semua mengatur angkutan di Provinsi Jambi demi keselamatan jalan dan penumpang. Kalau batu bara dimuat sesuai target 6, 5 ton dan toleransinya 7 ton itu jalan tak hancur,” katanya.

Dia menanggapi dingin rencana sopir agkutan batu bara yang rencana akan melakukan aksi. “Ya terserah saja mau melakukan demo. Mereka harus melewati jalur sungai. Saya mendukung pemerintah untuk memberlakukan Perda batu bara. Itu kan tak bisa lagi ditoleransi jadi harus dihentikan sama sekali. Tak ada diuntungkan pemerintah Jambi apalagi masyarakat,” ujarnya.

Dia menegaskan, batubara harus memang memiliki jalur khusus. Jadi batu bara itu memang harus jalur khusus seperti di Kalimantan, atau melewati jalur sungai. ‘’Kerugian jalan itu 1 km Rp 1 M, kalau dari Bungo tu 275 km berarti Rp 275 M. Padahal, batu bara itu tak sampai Rp 20 M satu tahun PAD-nya per tahun. Jadi Negara dirugikan, mereka semaunya saja. Jadi alangkah baiknya batu bara ditutup. Batu bara tak ada kontribusinya, lebih banyak merugikan,” ujarnya.

Dia juga menyayangkanb pihak sopir angkutan batu bara selama ini. “Kalau diyangkap ngadu ke organda, sudah lepas mereka semaunya. Jembatan timbang itu di Tembesi juga tak jelas keberadaannya. Itu hanya jadi sarang pungli saja itu. Jembatan timbang memang tak berhak menahan angkutan batubara, dia hanya menimbang barang saja. Hanya saja polisi harus bertindak selaku penyidik dan menyelidik,” pungkasnya.
--batas--
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Benhart Panjaitan mengaku, daerah belum siap memberlakukan Perda nomor 13 tahun 2012 soal angkutan batu bara. Ditemui di sela-sela salah satu kegiatan di seputaran Perkantoran Telanaipura, kemarin (9/1), dia menyebut, ketidaksiapan itu karena daerah belum menerbitkan Peraturan Bupati.

“Perda 13 ini memang kita laksanakan sesuai dengan aturan bahwa angkutan batubara tak boleh lagi lewat jalan umum. Cuma memang ada beberapa hal yang kita memang belum siap melaksanakannya seperti Perbup yang belum dikeluarkan,” katanya.

“Jalan yang mau dilalui mana. Mereka kan mau ke sungai juga masih gunakan jalan. Nah untuk kesana perlu Perbup-nya. Itu yang belum sama sekali ada dan masih menunggu. Kita petugas untuk melaksanakan Perda itu saya rasa kita siap,” sambungnya.

Bahkan, dikatakannya, semua daerah belum ada yang membuat Perbup sebagai turunan dari Perda nomor 13 tahun 2012 yang sudah disempurnakan dengan Pergub nomor 12 tahun 2013 soal angkutan batubara.

“Semua daerah belum ada yang buat. Batanghari katanya baru mau buat. Itu belum ada yang buat,Batanghari, Sarolangun, Bangko, Tebo dan Bungo belum ada Perbupnya. Jadi bagaimana mau melaksanakan itu,” keluhnya.

“Contohnya saja, kalau kita menghalau ada pesta pernikahan, kan ada petunjuk jalan mereka harus lewat mana. Begitu juga Batu bara ini, kita mau menghalau arahnya kemana juga belum punya,” jelasnya lagi.

Soal ketegasan terhadap angkutan yang masih membandel, apakah hanya dihalau oleh tim terpadu di lapangan untuk kembali ke lokasi tambang? Soal ini dia tak bisa menjawab tegas. ”Sebenarnya paling utama itu di mulut tambang yang harus distop. Contohnya kalau mereka sudah angkut dan sudah lewat, seperti dia dari Sarolangun menuju Jambi, sampai di Batanghari kalau kita suruh lagi balik dia, kan jalan Batanghari ke Sarolangun rusak lagi, karena 2 kali dilalui mereka. Jadi harus di mulut tambangnya kita stop,” ungkapnya.

“Artinya eksekusi kita harusnya di mulut tambang dan itu tugas Dinas ESDM. Kita kemarin sudah rapat dengan asisten II dan yang paling utama adalah di mulut tambang dalam hal ini tugas ESDM. Kalau kendaraan sudah lewat kita mau eksekusi percuma, dia akan menerobos atau balik itu malah tambah rusak jalan kita,” terangnya.

Diakuinya, memang angkutan batubara melewati jembatan timbang untuk melakukan pengukuran tonase. Hanya saja, petugas di Jambatan timbang tak memiliki tugas untuk menindak angkutan batu bara yang masih membandel. Bahkan, dia menolak jika pihaknya dikatakan dengaja meloloskan angkutan batu bara yang sudah masuk ke jembatan timbang.

“Saya rasa bukan lolos. Jadi tim terpadu dengan jembatan timbang itu tolong dibedakan. Jembatan timbang bukan melarang mobil lewat, mereka hanya melakukan tonase. Yang menjalankan Perda nomor 13 itu di luar jembatan timbang. Jadi walau mereka masuk dan melakukan penimbangan, sepanjang tonasenya oke dia lewat, itu tak ada masalah,” tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus menyatakan, petugas di lapangan, yakni tim terpadu yang ditugaskan mengawas implementasi dari Perda ini untuk berbuat tegas. “Seharusnya memang kita ambil tindakan sesuai dengan peraturan, dan kita sudah mengatur soal itu. Jadi kita minta dari sisi hukum nanti akan kita proses,” ungkapnya.

Dia menolak jika disebutkan pemerintah tidak tegas atau setengah hati dalam mengatur soal angkutan batubara ini. “Saya pikir kita sudah tegas. Perda sudah ada, tinggal lagi dari aparat dan kita semua dari instansi pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi termasuk juga aparat ini tugas kita bersama termasuk Forkompinda,” ujarnya.

Dia sendiri mengaku siap memberikan rekomendasi kepada Bupati dan Walikota se Provinsi Jambi untuk mencabut izin perusahaan tambang yang masih membandel. “Yang jelas kalau melanggar itu salah satunya, bisa mencabut izin, bisa dari segi pidana juga bisa dikenakan dan perdata juga,” tandasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images