iklan ilustrasi/dok.
ilustrasi/dok.

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA Tim panitia seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan 40 calon lolos tes psikologi.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane memberi apresiasi kepada Tim Pansel Capim KPK yang telah melakukan proses seleksi yang demikian ketat terhadap 104 calon hingga menyisakan 40. Dari total yang lolos tes psikologi, empat diantaranya Jenderal senior dari institusi Polri.

Neta berharap, pada tahap seleksi assessment yang berlangsung 8-9 Agustus mendatang, kerja tim Pansel KPK ini dapat terus dipertahankan. Dan kembali menyaring para calon hingga pada akhirnya, tersisa 20 orang. Neta berharap 20 calon yang tersisa nantinya terdiri atas 4 Pati Polri, 2 jaksa dan 14 figur lainnya.

Buat saya, 20 calon ini punya kompetensi untuk bisa ikut seleksi di tahap akhir guna masuk dalam 10 besar Capim KPK. Dan perlu diingatkan, kepemimpinan KPK selama ini telah gagal membangun soliditas. Maka saya harap Pansel agar calon petahana tidak diikutsertakan dalam 10 besar, ungkap Neta secara tertulis, Senin (5/8).

Adapun untuk memperbaiki keadaan internal di KPK itu, diakui Neta, dirinya melihat kalau lembaga anti-rusuah ini kedepan harus diisi oleh 2 Pati polri sebagai pimpinan, agar bisa tegas dan tidak takut pada bawahan dan WP KPK.

Saya melihat selama ini ketidaktegasan pimpinan KPK, dan sikap takut mereka pada bawahan menjadi sumber kacaunya KPK. Ke depan hal ini harus segera diperbaiki dengan adanya sosok Pati Polri sebagai pimpinannya, ujar Neta.

Neta menyebut, banyak hal yang memang harus diperbaiki di KPK, mulai dari instrumental (UU dan PP), pengembangan struktural dengan titik berat pada orientasi (public education), pemberantasan korupsi dengan pendekatan prevention, dn tugas pembantu program pemerintah.

Selain itu juga, perbaikan guna pendapatan negara dan daerah, recovery asset negara dan daerah, memperkuat fungsi koordinasi, serta supervisi dengan instansi yang bertugas guna memberantas korupsi. Selanjutnya, tugas penegakan hukum law enforcement terhadap tindak pidana korupsi dengan titik berat kerugian negara dan perekonomian negara sesuai pasal 11 UU no 30 th 2002, tuturnya.

Jadi, fakta-fakta inilah yang menjadi tantangan pimpinan KPK di periode 2019-2023 nanti, karena selama ini KPK sudah menjelma menjadi monster yang begitu ditakuti, dan ini sangat bahaya. Kenapa? karena jika suatu lembaga menjadi lembaga yang sangat ditakuti, maka tak ada yang berani mengkoreksi, sambungnya.

Neta mengakui, kalau IPW sangat respek dan apresiasi juga kepada Ketua dan anggota BPK, sebab baru tahun 2018 ini berani menilai LKP KPK tahun 2018 dengan predikat WDP (wajar dengan pengecualian) yang jelas sangat memalukan, dimana Lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi itu tidak tampil WTP (wajar tanpa pengecualian).

Artinya, lanjut Neta, dengan WDP berarti jelas banyak kekeliruan dalam penggunaan anggaran yang ujung-ujungnya berpotensi dengan praktek korupsi yang tinggi. Tapi, tegas Neta, siapa yang berani mengusut dugaan korupsi di KPK.

Inilah masalah besar yang harus diperbaiki di KPK, dan bukan masalah LHKPN Capimnya. Untuk itu pansel harus benar benar bisa mendapat pimpinan KPK yang membawa aura baru di lembaga anti rasuha itu, tegasnya.

Neta menambahkan, Pansel KPK tidak perlu menggubris isu LHKPN, sebab LHKPN bukanlah hal prinsip dalam sistem rekruitmen capim KPK, lagi pula mereka baru tahap seleksi, kecuali mereka sudah dinyatakan menjadi pimpinan KPK. Dalam UU juga tidak mewajibkan LHKPN itu diminta saat proses seleksi.

Menurut saya, mempersoalkan LHKPN itu salah kaprah sebab mereka masih tahap seleksi. Untuk itu, kalaupun ada calon yang menyerahkan LHKPN nya tentu tidak masalah. Dan di UU juga tidak menyebutkan adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak menyerahkan LHKPN. Lalu, kenapa orang-orng ribut soal LHKPN dalam proses seleksi capim KPK. Aneh, pungkasnya.

Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai nama-nama yang telah lulus tes psikologi capim KPK periode 2019-2023 tidak terlalu memuaskan ekspektasi publik.

Mencermati nama yang dinyatakan lolos seleksi psikologi rasanya tidak berlebihan, jika menyebutkan bahwa hasil seleksi pada tahapan ini tidak terlalu memuaskan ekspektasi publik, katanya.

Ini mengartikan bahwa pansel gagal memberikan kesan optimisme bagi publik untuk menghasilkan calon pimpinan KPK yang benar-benar berintegritas, profesional, dan independen, ucap Kurnia.

Setidaknya, kata dia, ada dua poin penting terkait hasil tes psikologi calon pimpinan KPK itu.

Pertama, terdapat beberapa nama yang diduga mempunyai catatan serius pada masa lalu. Tentu poin ini mesti dikroscek ulang oleh pansel. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu terpilih menjadi komisioner KPK, ungkap dia.

Kedua, kata dia, sampai pada tahapan tes psikologi untuk kesekian kalinya pansel mengabaikan isu integritas.

Hal itu, lanjut Kurnia, bisa dilihat dari figur yang berasal dari penyelenggara negara ataupun penegak hukum yang dinilai abai dalam kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masih juga tetap diluluskan oleh pansel.

LHKPN sebenarnya dipandang sebagai hal yang mutlak harus dipertimbangkan oleh pansel ketika melakukan tahapan seleksi terhadap pendaftar yang berasal dari lingkup penyelenggara negara dan penegak hukum (Pasal 29 huruf k UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Namun sayang, rasanya pansel terlewat mempertimbangkan hal tersebut, tuturnya.

Ia pun mengingatkan bahwa potret kerja pansel calon pimpinan KPK saat ini merupakan representasi dari sikap Presiden.

Jika publik banyak yang tidak puas dengan hasil kerja pansel tentu Presiden harus mengevaluasi setiap langkah yang telah dilakukan oleh pansel. Jangan sampai citra Presiden justru tercoreng karena tindakan keliru yang dilakukan oleh pansel, kata dia.

40 calon yang lolos tes psikologi terdiri atas, Akademisi/dosensebanyak 7 orang, Advokat/konsultan hukum(2), Jaksa(3), Pensiunan Jaksa(1), Hakim (1), Anggota Polri(6), Auditor(4), Komisi Kejaksaan/Komisi Kepolisian Nasional(1), Komisioner/pegawai KPK(5), PNS (4), Pensiunan PNS(1), Lain-lain(5).

Peserta yang dinyatakan lulus tes psikologi wajib mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu profile assesment yang akan diselenggarakan pada Kamis-Jumat, 8-9 Agustus 2019 pukul 07.30 WIB di ruang Dwi Warna Gedung Panca Gatra, Lembaga Ketahanan Nasional Jalan Kebon Sirih Raya Nomor 24-28, Gambir.

(mhf/gw/fin)


Berita Terkait



add images