iklan KLHK yang berada di sekitaran Tugu Keris Siginjay (kantor Wali Kota Jambi).
KLHK yang berada di sekitaran Tugu Keris Siginjay (kantor Wali Kota Jambi). (Ist)

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI-Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi Evi Frimawati menyebutkan, kualitas udara di Provinsi Jambi tidak bisa dideteksi secara langsung.

Karena satu-satunya alat yang dimiliki berkat bantuan pinjaman dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tidak bisa berfungsi secara maksimal.

Evi mengatakan, KLHK telah meminjamkan alat dan saat ini diletakkan di sekitaran Tugu Keris Siginjay (kantor Wali Kota Jambi). Ada lima parameter yang diukur oleh alat tersebut, namun hanya dua saja yang berfungsi dengan baik.

"Ada lima parameternya, yaitu PM10, CO, O3, NO2, dan SO2. Sementara yang berfungsi cuma dua yaitu SO2 dan O3. Sementara yang erat kaitannya dengan Karhutla itu PM 10, rusak," katanya.

Untuk parameter PN10 itu, Evi mengatakan sedang diperbaiki oleh KLHK. Karena alat itu statusnya dipinjamkan, belum dihibahkan untuk Provinsi Jambi, maka perbaikan tidak bisa dilakukan oleh Pemprov Jambi.

Untuk langkah yang diambil, Evi mengatakan pihaknya terpaksa harus menggunakan pengukuran kualitas udara secara manual. Dimana, hasil pengukuran tidak bisa langsung didapat. Paling cepat, butuh waktu 2 x 24 jam untuk mendapatkan angka.

"Misalnya malam ini pekat, tidak bisa langsung keluar hasilnya. Harus menunggu tiga hari dulu baru bisa ketahuan," katanya.

Dari hasil pengukuran terakhir pada 16 Agustus lalu, kondisi udara masih dalam kategori sedang, yakni pada angka 66. Kondisi ini belum berbahaya, namun masyarakat sudah sangat disarankan untuk mengurangi beraktifitas di luar rumah.

Ditanyakan mengenai jangkauan alat otomatis tersebut, Evi mengatakan hanya dalam radius 500 meter saja. Sehingga sangat disarankan seluruh kabupaten/kota untuk mengukur kualitas udaranga secara manual.

Untuk penganggaran pengadaan alat, Evi mengatakan anggaran tidak mampu. Karena untuk satu unit alat otomatis itu, harganya minimal Rp 3 miliar. Sementara alat manual, untuk kertas saringnya saja seharga Rp 5 juta. (aba)


Berita Terkait



add images