iklan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Ada aturan perundang-undangan yang mengatur besaran iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Oleh karenanya, pemerintah tak bisa serta merta mengubah besaran yang dibebankan kepada masyarakat.

"Kita harus melihat dasar hukum kenaikan itu apakah mengubah undang-undang, keputusan menteri, atau peraturan presiden," kata Pakar Hukum Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad saat ditemui Kantor Berita Politik RMOL di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (31/8).

Dijelaskan, kebijakan yang bersifat teknis seharusnya sudah diatur dalam pedoman yang berlaku. Oleh karenanya, berkenaan dengan tarif BPJS, ia meyakini akan ada aturan yang direvisi. Jika tidak, maka pemerintah telah melakukan hal yang salah.

"Kalau dikatakan ada kenaikan sekian ratus ribu dan sepakat ada perubahan, ya undang-undangnya itu juga harus diubah. Direvisi lebih tepatnya," jelasnya.

Adapun usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan untuk mengatasi defisit yang terus membengkak. Usulan yang disampaikan Menkeu adalah untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan per jiwa. Sedangkan kelas 2 sebesar Rp 110.000 per bulan per jiwa, dan kelas 1 sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa.

Saat ini penetapan besaran iuran baru tersebut masih menunggu penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden Jokowi.(rmol)


Sumber: www.rmol.id

Berita Terkait



add images