iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Hujan belum juga turun. Terakhir bulan Agustus lalu, sementara Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali meningkat intensitasnya pada awal September 2019. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan bahaya ini.

Plt. Kapusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengungkapkan bahwa pihaknya memang memprediksi bahwa September akan menjadi puncak dari resiko Karhutla. “Memang ketika kemarau mencapai puncak, dan curah hujan menurun, jumlah hotspot pasti akan meningkat,” kata Agus kemarin (6/9).

Berdasarkan laporan dari lapangan per 6 September 2019 pukul 16.00 WIB, jumlah titik panas meroket hingga 1.233 titik. Sangat tinggi untuk rata-rata dua bulan terakhir. Enam Provinsi yang mengalami darurat Karhutla yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan terpapar asap dengan tingkatan sedang hingga pekat.

Kualitas udara dalam parameter PM 2,5 menunjukkan angka rata-rata diatas 100 dengan kategori tidak sehat. Bahkan di Kalimantan Barat, indeks PM 2,5 sudah menyentuh angka 215 dengan kategori sangat tidak sehat atau satu tingkat dibawah berbahaya.

Agus mengatakan, selain jutaan liter air yang telah dijatuhkan dalam operasi water bombing sejak Juli lalu, operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga telah dilakukan. Di Riau, 157 ribu ton bahan semai telah disebar di awan. Sementara di Sumatera Selatan, 1,6 ton bahan semai sudah disebar di awan. Agus menjelaskan, berdasarkan Data, sebaran hotspot pada 5 hingga 6 September 2019 terus mendaki naik melampaui angka 6.500 titik. Semakin mendekati rekor hotspot pada saat bencana Karhutla pada tahun 2015 yang hampir mencapai 7.500 titik panas.


Berita Terkait



add images