iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan meningkatkan legal status Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah menjadi Peraturan Presiden (Perpres).

Plt. Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Haris Iskandar mengatakan bahwa hal tersebut diambil merespons kurang efektifnya implementasi Permendikbud tersebut di lapangan.

“Saat ini yang sedang dilaksanakan itu meningkatkan legal status menjadi Perpres. Diharapkan, jika dinaikkan maka lebih kuat,” kata Haris, Jumat (7/2)

Untuk itu Haris meminta, agar Permendikbud tersebut benar-benar dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pasalnya, kewenangan ada di Pemda. Dengan demikian, pihaknya bakal berkoodinasi dengan Kemendagri, sehingga peraturan ini efektif dijalankan.

“Kita sekarang lebih Koordinasi dengan Pemda. Dalam mengen-force arti kekerasan ini. Peraturan sudah ada, sekarang kewenangan ada di pemda dan Pemda sudah menangani dengan baik,” jelasnya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti soal tidak efektifnya Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah.

Pasalnya, sepanjang pengawasan kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh KPAI, ternyata mayoritas sekolah tidak menggunakan Permendikbud tersebut dalam mencegah dan menangani kekerasan di sekolah.

Perundungan masih menjadi kasus yang paling banyak dialami pelajar. Motif lainnya antara lain, penganiayaan hingga menimbulkan korban jiwa. Pelaku dan korbannya tidak hanya melibatkan sesama pelajar, tetapi juga guru, kepala sekolah dan alumni.

“Saat ini tentu harus menjadi concern besar bagi mas menteri agar kasus kekerasan di satuan pendidikan ini bisa dicegah sejak dini. Apalagi Permendikbud Nomor 82/2015 memang belum efektif dari sisi mencegah terjadinya kekerasan di satuan pendidikan,” kata Ketua KPAI, Susanto

Susanto menyebutkan, beberapa bentuk kekerasan yang terjadi di antaranya sesama pelajar, senior dengan junior, alumni dengan adik kelas, guru dengan pelajar.

Untuk itu, KPAI menekankan agar kebijakan zonasi harus diperkuat supaya dapat mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan sekolah.

“Ada beberapa paham-paham menyimpang. Contoh, ada pelajar tidak mau hormat bendera karena faktor pengasuhan. Itu terjadi bukan hanya kelompok agama tertentu. KPAI juga meminta agar kebijakan zonasi dilanjutkan,” pungkasnya. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images