iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Rencana membebaskan koruptor mendapat komentar miring dari sejumlah pihak. Karena sangat bertentangan dengan upaya semua pihak untuk memberantas korupsi di Tanah Air.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengecam keras wacana membebaskan para napi koruptor dengan dalih wabah Covid-19. Menurutnya, apapun alasannya, membebaskan napi koruptor adalah sebuah kejahatan baru oleh oknum pejabat negara.

“Untuk itu intel KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung harus menelusuri, apakah ada bau korupsi dan suap di balik wacana ini,” katanya dalam siaran persnya, Jumat (3/4).

Dikatakannya, selama ini bangsa Indonesia sibuk memerangi korupsi. Bahkan setelah dibentuknya KPK masih belum bisa mengurangi angka korupsi. Selain itu, para pejabat juga tak pernah jera melakukan korupsi.

“Kok tiba tiba ada wacana hendak membebaskan napi koruptor dengan dalih wabah Covid 19. Padahal Menkumham belum pernah memaparkan Lapas mana yang sudah terkena wabah Corona. Seolah Menkumham lupa bahwa korupsi, sama dengan terorisme dan narkoba adalah kejahatan luar biasa,” terangnya.

Dikatakannya, IPW berharap seluruh masyarakat menolak wacana gila membebaskan koruptor dengan dalih wabah Corona. (Data napi koruptor usia 60 tahun ke atas lihat grafis).

Meski demikian, dia setuju jika narapidana berusia 60 tahun ke atas, sakit-sakitan, memiliki masa hukuman di bawah setahun serta melakukan kejahatan tergolong ringan yang dibebaskan. Sedangkan narapidana residivis, pembunuh, perampok, pemerkosa, bandar narkoba, teroris dan koruptor, menurut dia, semestinya tidak dibebaskan.

“Jika dibebaskan dikhawatirkan mereka akan mengulangi perbuatannya pascapembebasan dan kembali menjadi predator bagi masyarakat luas,” ucapnya.

Selain itu, Neta juga meminta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham membagikan data narapidana yang dibebaskan kepada kepolisian untuk dilakukan pemantauan.

“Setelah para napi itu dibebaskan, Menkumham harus memberikan data-data mereka kepada Polri. Tujuannya agar Polri bisa memantau dan melakukan deteksi dini terhadap para napi tersebut,” ujarnya.

Upaya pencegahan penyebaran penyakit karena virus Corona kepada narapidana patut diapresiasi, tetapi jangan sampai menimbulkan masalah dan merepotkan jajaran kepolisian dalam menjaga keamanan.

Pengamat hukum administrasi negara Universitas Nusa Cendana (Undana), Johanes Tuba Helan menyebut tak ada rasa keadilan dengan membebaskan koruptor.

“Kalau koruptor harus dibebaskan dengan alasan pencegahan penyebaran COVID-19, kurang tepat dan tidak mencerminkan rasa keadilan,” katanya.

Dia dengan tegas tak setuju dengan rencana Kemenkumham merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan Hak Warga binaan pemasyarakatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan.

“Saya pikir COVID-19 lebih berpotensi menyerang mereka yang berusia lanjut, sehingga kurang tepat kalau mereka dibebaskan,” katanya.

Staf khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono juga punya pendapat yang sama. Napi koruptor semestinya tak boleh dibebaskan.

“Untuk napi koruptor, narkotika, terorisme harusnya tidak boleh dibebaskan,” ujar Dini.

Dia memaklumi pada dasarnya membebaskan napi memang diperlukan terkait penjara kelebihan kapasitas. Sebab, napi akan kesulitan menerapkan physical distancing atau jaga jarak aman yang gencar dikampanyekan pemerintah di tengah wabah Covid-19.

“Istana paham bahwa pembebasan ini diperlukan mengingat kondisi penjara kita overcrowding, sehingga sulit untuk orang jaga jarak dalam rangka antisipasi penyebaran covid-19. Tapi harus diatur kriteria jelas mengenai pembebasan ini,” katanya.

Dia mengaku belum menerima draf revisi PP tersebut melalui Sekretariat Negara sebagai pihak yang berwenang. Namun ia telah menyampaikan usulan terkait revisi tersebut kepada Jokowi.


Berita Terkait



add images