iklan Amri Ikhsan.
Amri Ikhsan.

Oleh: Amri Ikhsan

Dalam satu kesempatan, Presiden Joko Widodo mengatakan: Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan (Kompas).

Dipastikan, ini anjuran pemerintah agar kita membiasakan diri dengan keterbatasan keterbatasan akibat wabah virus baru ini dalam kehidupan sehari-hari selama dan pasca-adanya pandemi ini.

Diakui, pandemi ini telah mengubah tatanan hidup kita. Pandemi ini telah menyebabkan kita harus melakukan kebiasaan baru. Diperkirakan, setelah pandemi ini, ada beberapa rutinitas yang mungkin tidak bisa dilakukan seperti biasanya. Akan ada kebiasaan baru yang harus dijalankan untuk mencegah terjadinya penularan.

Ini bisa menjadi ‘masalah baru’ bagi sebagian orang. Proses adaptasi new normal tentunya tidak semudah yang dibayangkan, perlu tenaga dan pemikiran ekstra dan proses ini bisa menimbulkan gangguan psikologis yang serius bagi sebagian orang.

Salah satu hal yang paling penting untuk beradaptasi dengan new normal adalah menerima kenyataan bahwa semua orang juga sedang beradaptasi, semua orang sedang berada dalam situasi ketidakpastian. Rasa kecewa, panik dan frustasi pasti akan terasa, tapi berusahalah melewati proses adaptasi ini penuh keyakinan sambil berdoa agar kita diberi kekuatan menghadapi proses ini.

Oleh karenanya, tetap menjaga komunikasi dan terhubung dengan orang lain, khususnya dengan keluarga, orang orang terdekat. Seimbangkan emosi, tetap tenang. Memang bukan hal yang mudah dilakukan. Jaga kesehatan fisik dan mental. Ketidakpastian selama pandemi memaksa kita selalu membayangkan hal buruk yang belum tentu terjadi.

Tidak perlu kita memikirkan ‘ketidakpastian’ yang berlebihan selama pandemi yang akan memunculkan kekhawatiran atau ketakutan yang berlebih pula. Karena ketakutan/kekhawatiran itu sudah menjadi bagian dari sakit. Kekhawatiran itu sudah menjadi bagian dari sakit. Sedangkan ketenangan (kedamaian) adalah bagian sehat (Ibnu Sina).

Covid-19 telah menyebarnya ke hampir semua pelosok negeri, hidup kita menjadi terganggu. Kita seolah terpenjara di dalam rumah kita sendiri, kita curiga dengan orang dekat kita sendiri. Kalau kita merasakan hal itu, berarti kita sudah memasuki era peradaban tanpa tatap muka, berbicara tanpa nampak mulut, bekerja tanpa kolega.

Kenyataanya, covid-19 belum ada vaksinnya, ubahlah persepsi kita terhadap virus itu. Kita harus belajar hidup berdampingan dengan virus itu, seperti kita hidup bersama sekian banyak penyakit di sekitar kita. Inilah yang sekarang disebut beranjak dari fase penyangkalan menuju fase penerimaan. Kita menerima kondisi baru ini sebagai sesuatu yang normal (Hosen).


Berita Terkait



add images