iklan Akademisi Rocky Gerung.
Akademisi Rocky Gerung. (Wildan Ibnu Walid/ JawaPos.com)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Anjuran Presiden Joko Widodo untuk berdamai dengan Covid-19 dikritik Rocky Gerung.

Pengamat dan filsuf ini menilai pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah Covid-19.

“Pemerintah akhirnya menyerah sebetulnya dengan bahasa yang diputar-putar yaitu kita berdamai dengan Covid-19. Kita kompromi dengan Covid-19,” kata Rocky dalam channel YouTube dengan akun Trilogi TV, Rabu (27/5).

“Perdamaian dan kompromi, menurut Rocky, harus duduk satu meja. Anda mau duduk satu meja dengan Covid-19 untuk berdamai dan kompromi. Si Covid-19 bilang, saya punya tendensi untuk merusak. Apa yang Anda ajak untuk berdamai karena saya belum puas. Kalian belum mampu melandaikan kurva saya. Si Covid-19 tahu pemerintah tidak punya kemampuan menghalanginya karena anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sangat sedikit dibandingkan kecepatannya mereproduksi diri,” tuturnya.

Rocky mengibaratkan, si Covid-19 mungkin berpikir, bagaimana bisa pemerintah menghalanginya.

Dari 200 jutaan penduduk per 1 juta yang di rapid test hanya 900-an orang. Bandingkan dengan yang dilakukan Amerika per 1 juta 8 ribu dan Malaysia per 1 juta 10 ribu.

“Covid-19 tahu pemerintah mau berdamai karena kehabisan energi. Padahal energi itu ada kalau dari awal otak dipakai dengan mendeteksi kejadian Covid-19 pertama di Singapura dan Kuala lumpur,” tegasnya.

Harusnya sejak awal, lanjut Rocky, pemerintah tahu pergerakan manusia dari Singapura dan Malaysia ke Indonesia cukup tinggi sehingga bisa mencegah penyebaran awal virus berbahaya tersebut.

“Jadi di mana otaknya kalau dibilang Covid-19 tidak bisa menyeberang Selat Malaka. Ini ajaib. Itu yang bicara taraf presiden dan menteri kesehatan. Orang menganggap Anda itu mengerti 4.0 technology ternyata zero 4.0. Dan, menganggap Covid-19 tidak akan masuk Indonesia,” kritiknya.

Pemikiran seperti itu, tambah Rocky, sampai sekarang masih ada. Covid-19 tidak ada urusannya dengan kebangsaan.

Covid-19 bisa dihalau dengan disiplin hukum, ketegasan konsistensi kebijakan, dan teknologi. (esy/jpnn)


Sumber: www.fajar.co.id

Berita Terkait



add images