iklan Sejumlah petugas melakukan paking sembako yang siap di kirim ke lokasi yang terdampak Covid-19 di Kota Tangerang, Banten, Indonesia, (9/5).
Sejumlah petugas melakukan paking sembako yang siap di kirim ke lokasi yang terdampak Covid-19 di Kota Tangerang, Banten, Indonesia, (9/5). (FAISAL R. SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Bantuan sosial (bansos) berupa beras senilai Rp 25 triliun terancam tak terserap. Sebab, pemerintah masih terkendala masalah target penyaluran.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Nugraha dalam keterangannya menjelaskan, potensi bansos senilai RP 25 triliun tak terserap karena pemerintah masih terkendala soal penentuan target penerima. Untuk itu, pemerintah berencana merelokasi dana bansos beras itu ke program yang lebih strategis.

“Pembahasan dan klarifikasi disain bansos dengan Kemensos dan alokasi Rp25 T berpotensi tidak terserap optimal. Karenanya perlu dirasionalisasi untuk realokasi pada program lain yang lebih strategis,” ungkapnya, Jumat (3/7).

Dikatakan Kunta, banyak isu yang berkembang di masyarakat terkait penyaluran bansos. Misalnya, masih terjadinya penyaluran yang tidak tepat sasaran, kualitas sembako rendah, dan distribusi tidak optimal.

Ada lagi, penyaluran bansos masih tumpang tindih dengan bantuan yang diberikan pemerintah daerah (pemda).

“Data yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah masih belum sinkron satu sama lain,” katanya.

Pemerintah telah menyiapkan dana Rp203,9 triliun untuk perlindungan sosial sebagai bagian dari penanganan pandemi virus corona. Mayoritas dana dialokasikan untuk bansos sembako sebesar Rp43,6 triliun.

Kemudian, bansos untuk warga Jabodetabek Rp6,8 triliun, dan bansos untuk warga non-Jabodetabek Rp32,4 triliun. Selain itu, ada program kartu prakerja senilai Rp20 triliun, diskon listrik Rp6,9 triliun, bantuan pangan Rp25 triliun, dan BLT dana desa Rp31,8 triliun. Untuk program keluarga harapan (PKH) sebesar Rp37,4 triliun.

Disebutkan Kunta, realisasi dari program perlindungan sosial sejauh ini hanya sebesar 34,06 persen. Menurutnya, penyalurannya cukup baik karena pemerintah memiliki beberapa program yang sudah eksisting sejak tahun lalu.

“Kalau sudah eksisting itu sudah ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 jadi dia sudah jalan, lebih mudah daripada program baru,” ucapnya.

Beberapa program yang telah eksisting, antara lain kartu sembako dan PKH. Realisasi bantuan saat ini hampir 100 persen karena direncanakan sejak awal tahun.

Sementara itu, realisasi yang lebih rendah terjadi pada beberapa program perlindungan sosial yang baru dirilis saat pandemi COVID-19. Misal, kartu prakerja, bantuan pangan, dan bantuan langsung tunai (BLT) dana desa.

“Yang agak perlu kita dorong adalah BLT dana desa,” ujarnya.

Terpisah, Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan mulai Juli bansos berupa sembako bagi warga terdampak COVID-19 di DKI Jakarta dan sekitarnya hanya dibagikan sebulan sekali.

“Mekanismenya tetap sama hanya penyalurannya sebulan sekali karena nilai bantuannya berkurang,” kata Juliari.

Dikatakannya, bansos gelombang kedua dimulai Juli dengan nilai bantuan berkurang menjadi Rp300 ribu per keluarga hingga Desember.

Sebelumnya bansos sembako bagi warga terdampak COVID-19 senilai Rp600 ribu per keluarga per bulan disalurkan sejak April hingga Juni dalam enam tahap yaitu dua kali sebulan.

Namun bansos sembako akan tetap berlanjut hingga Desember bagi 1,3 juta warga DKI Jakarta dan 600 ribu warga Bodetabek yang terdampak COVID-19.

“Walau nilai bantuan berkurang, tapi program-program lain juga sudah digerakkan, sekarang yang penting adalah pemulihan ekonominya,” tambahnya.(gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images