iklan Penceramah Haikal Hasan
Penceramah Haikal Hasan (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Penceramah Haikal Hasan mengaku pernah berkomunikasi dengan pemilik akun @opposite6890 dan melakukan transfer sejumlah uang kepadanya. Seperti diketahui, akun @opposite6890 ini yang membocorkan data pribadi Denny Siregar ke media sosial.

Namun Haikal Hasan mengatakan memberikan uang untuk pemilik akun tersebut hanya untuk membantu kebutuhan keluarganya.

“Untuk kasus adanya transferan ke opposite, saya bantu untuk kebutuhan primer keluarganya di jakarta.” tulis Haikal Hasan di akun twitternya, dilansir Ahad (12/7).

Dia mengatakan, orang tersebut bukan masuk dalam incaran kepolisian sehingga Haikal Hasan berani untuk melakukan komunikasi dan memberinya sejumlah uang.

“Yang bersangkutan bukan orang yang ada dalam daftar yang dikeluarkan polisi untuk dicari. Kalau ada data itu, mustahil saya mau transfer, karena itu membantu sebuah kejahatan,” katanya.

Akun @opposite6890 merupakan orang yang membuka data pribadi Denny Siregar ke sosial media. Akun ini mendapat data-data Denny Siregar dari tersangka FPH yang kini telah diamankan kepolisian. FPH sendiri merupakan pegawai di Telkomsel.

“Kami amankan pelaku ilegal akses inisial FPH, tanggal lahir 16 Februari 1993, jenis kelamin laki-laki,” ujar Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Reinhard Hutagaol dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, (10/7).

Tersangka bekerja di perusahaan itu sebagai customer service. Posisi ini, membuat pelaku mempunyai akses mendapatkan data pribadi pelanggan namun terbatas.

“Didapatkan si tersangka dengan tidak melalui otorisasi membuka file atas nama DS dan didapat dua data: data pelanggan dan device milik pelanggan,” ucap Reinhard.

Setelah mendapat data pribadi Denny Siregar, pelaku kemudian foto fata-data tersebut dan dikirim ke akun twitter Opposite6890.

“Jadi atas perlakuan ini, diposting di akun Twitter Opposite6890. Namun yang di sini (di Twitter) hasil ketikan kembali, bukan capture-an yang asli,” ujar Reinhard.

Pelaku dijerat pasal 46 dan 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 50 UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 362 KUHP, dan Pasal 95 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman 10 tahun penjara atau denda Rp 10 miliar. (dal/fin).


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images