iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Siapapun yang melanggar akan dikenai sanksi. Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut persoalan netralitas ASNmerupakan penyakit lama yang tidak kunjung sembuh.

“Netralitas ASN dalam pilkada ini kayaknya penyakit lama yang tidak sembuh-sembuh. Kambuh setiap lima tahun sekali. Masalah netralitas itu jadi cacatnya demokrasi dalam pelaksanaan pilkada,” kata Ma’ruf di Jakarta, Selasa (15/9).

Tidak hanya saat pilkada. Persoalan netralitas ASN baik di instansi pemerintahan pusat maupun daerah juga terjadi ketika pilpres. Ma’ruf meminta KASN dapat memberikan pengawasan ekstra terhadap indikasi keberpihakan ASN pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

“KASN diharapkan turut memberikan pengawasan terhadap penerapan kode etik pelaku dan netralitas ASN sesuai kewenangannya. Utamanya dalam menghadapi perhelatan Pilkada Serentak pada 9 Desember nanti,” imbuhnya.

Sebelumnya, untuk mengantisipasi pelanggaran terkait keberpihakan ASN pada Pilkada Serentak 2020, Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Pengawasan Netralitas ASN di Pilkada 2020, yang ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dan Ketua KASN Agus Pramusinto.

Bawaslu RI mencatat, pada pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018 terdapat 700 kasus keberpihakan oknum ASN, TNI, dan Polri. Ketidaknetralan ASN tersebut, terjadi karena adanya situasi sulit di posisi ASN untuk menentukan pilihan.

“ASN sering berada pada posisi dilematis dalam setiap penyelenggaraan agenda pemilu maupun pilkada. Dalam konteks perhelatan politik kontestatif, kita mendapati kenyataan ASN tergerus dalam pusaran tarik-menarik kekuasaan,” ujar Abhan.

Faktor utama yang mempengaruhi ketidaknetralan tersebut disebabkan adanya intimidasi dan ancaman oleh kekuasaan terhadap ASN di tingkat bawah. “Bagi ASN mengambil posisi netral dapat dianggap sebagai sebuah pembangkangan yang akibatnya bisa sangat fatal bagi posisi mereka dalam struktur birokrasi,” papar Abhan.

Terkait pelaksanaan Pilkada, anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin

mengingatkan agar penerapan protokol kesehatan tidak mengabaikan hak penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilih.

“Jangan sampai kemudian lebih sibuk untuk memastikan protokol kesehatan. Tetapi terkait penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilih penyelenggara agak abai,” ujar Afif.

Dia mengatakan, dalam simulasi pemungutan suara Pilkada 2020 yang digelar beberapa waktu lalu, ditemukan adanya sejumlah hal yang dinilai berpotensi menyulitkan penyandang disabilitas dalam mencoblos.

Salah satunya terkait tata letak kotak suara di TPS yang ditempatkan terlalu dekat dengan dinding. Hal itu dilakukan untuk membuat kondisi TPS sesuai dengan protokol kesehatan.

Namun, hal tersebut justru dapat menyulitkan para penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya. Selain itu, Afif juga menyinggung mengenai penggunaan sarung tangan oleh pemilih. Menurutnya, penggunaan sarung tangan dapat menyulitkan penyandang tunanetra dalam meraba huruf braille di surat suara.

Sarung tangan merupakan salah satu alat pelindung diri yang harus digunakan pemilih saat mencoblos di TPS. Ini sebagai bagian dari upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19. “Penggunaan sarung tangan meskipun plastik ini berpengaruh terhadap perabaan braille template bagi teman-teman tunanetra. Ini kan harus dicarikan solusinya,” terang Afif.

Seperti diketahui Pilkada Serentak 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. Meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Semula, hari pemungutan suara pilkada pada 23 September 2020. Namun, akibat pandemi COVID-19, hari pencoblosan diundur menjadi 9 Desember 2020.(rh/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images