iklan FOTO: RIZKY AGUSTIAN/FIN DESAK TINGKATKAN KE TAHAP PENYIDIKAN: Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (tengah) dalam diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (12/5).
FOTO: RIZKY AGUSTIAN/FIN DESAK TINGKATKAN KE TAHAP PENYIDIKAN: Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (tengah) dalam diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (12/5).

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mewanti-wanti agar penundaan pembacaan hasil sidang etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri jangan sampai dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan intervensi terhadap putusan majelis etik.

Pembacaan putusan sidang semula dijadwalkan pada Selasa (15/9) kemarin. Namun terpaksa ditunda hingga Rabu (23/9) pekan depan lantaran anggota majelis etik terindikasi melakukan interaksi dengan pegawai KPK yang positif terpapar COVID-19.

“Jangan sampai jelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9).

Kurnia menilai, Dewan Pengawas KPK bergerak lambat dalam memutus dugaan pelanggaran etik Firli. Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK atas tuduhan menumpangi helikopter helimousine untuk kepentingan pribadi saat melakukan kunjungan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan.

Menurut Kurnia, tindakan Firli tersebut diduga keras telah menunjukkan gaya hidup hedonisme. Padahal, setiap unsur pimpinan maupun pegawai KPK dilarang bergaya hidup mewah seperti yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK.

“Semestinya sejak beberapa waktu lalu, Dewan Pengawas sudah bisa memutuskan hal tersebut,” kata dia.

Atas hal itu, ditegaskannya, ICW mendesak Dewan Pengawas KPK untuk menjatuhkan sanksi etik berat sekaligus merekomendasikan Firli untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua KPK.

“Jika Komjen Pol Firli Bahuri tidak lagi menjabat sebagai Ketua KPK, niscaya beban kelembagaan tersebut berkurang, tinggal menyisakan problematika UU 19 Tahun 2019 yang saat ini sedang diuji di Mahkamah Konstitusi,” tutur Kurnia.

Ia pun mengungkapkan keheranan ICW jika terdapat pihak yang beranggapan menumpang helikopter mewah bukan merupakan potret bergaya hidup hedonisme. Pasalnya, menurut dia, masih banyak alat transportasi lain yang dapat digunakan alih-alih menumpang helikopter.

Sementara, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menjadi pelapor dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri mencurigai semacam ada tarik-ulur dalam penundaan pembacaan putusan ini.

“Kan gambaran saya putusannya akan agak berat kalau dinyatakan bersalah, tapi kemudian ada upaya-upaya untuk mengulur waktu supaya dugaan-dugaan apa ada kompromi gitu kan,” kata Boyamin.

Meski demikian, Boyamin mengatakan bakal memanfaatkan penundaan tersebut sebagai momentum guna menyerahkan bukti-bukti pendukung pelaporannya. Adapun bukti-bukti yang dimaksud berupa foto dan video menyangkut kepergiannya ke Baturaja, Sumatera Selatan, lokasi Firli melakukan kunjungan menggunakan helikopter.

Ia berharap dengan bukti pendukung itu setidaknya dapat mengubah putusan Dewan Pengawas KPK atas laporan yang dilayangkannya.

“Jadi ini saya manfaatkan. Mudah-mudahan memperkuat Dewas untuk menjadikan bahan saya untuk nanti mengambil putusan. Berarti kan keputusan bisa saja sudah ada tapi belum dibacakan, maka masih kemungkinan akan ada suatu perubahan,” tutupnya.

Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Dewas KPK pada 24 Juni 2020 lalu. MAKI menilai perbuatan Firli bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Pada 20 Juni 2020, Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orangtuanya. Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah (helimousine) karena pernah digunakan Motivator dan Pakar Marketing Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air.

Firli diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku ‘Integritas’ pada Pasal 4 Ayat (1) huruf c atau Pasal 4 Ayat (1) huruf n atau Pasal 4 Ayat (2) huruf m dan/atau ‘Kepemimpinan’ pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020. (riz/gw/fin)


Sumber: WWW.FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images