iklan Foto dokumen yang menggambarkan kedekatan Dahlan Iskan bersama Joko Widodo sebelum menjadi Presiden.
Foto dokumen yang menggambarkan kedekatan Dahlan Iskan bersama Joko Widodo sebelum menjadi Presiden. (Foto Kompasiana)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – BUMN dibubarkan bukan hal yang baru. Pernyataan itu dilontarkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Ini setidaknya menjawab pertanyaan Basuki Tjahja Purnama alias BTP dalam vidio yang beredar luas.

Peruri diserang BTP. Kesan ini muncul dalam videonya beredar luas. Itu karena Peruri minta uang ke Pertamina sampai Rp500 miliar. Kesannya, Pertamina dalam keadaan sulit karena semua pihak mengganggu Pertamina.

Bahkan BTP juga menyinggung soal sistem jabatan-gaji Pertamina sendiri. Termasuk perusahaan Percetakan Uang Negara Republik Indonesia, Peruri.

”Saya tidak bisa langsung paham apa hubungannya Peruri minta uang ke Pertamina. Kok kesannya, dari nada suara BTP, seperti Peruri memeras Pertamina,” terang Dahlan Iskan, Kamis (17/9).

Dalam video itu BTP menyebut Rp500 miliar terkait dengan program paperless di Pertamina.

”Paperless tanpa kertas? Apanya yang tanpa kertas? Dokumen tanpa kertas atau transaksi tanpa kertas? Ada transaksi apa antara Pertamina dan Peruri?” tanya balik mantan Bos Jawa Pos itu.

”Saya jadi ingat. Peruri itu punya anak perusahaan yang memegang izin digital security. Siapa saja yang akan mengamankan digital code-nya  harus berhubungan dengan Peruri,” imbuh Dahlan yang dipertegas dalam laman Disway.

Misalnya di zaman Covid-19 ini. Semua orang harus kerja dari rumah. Padahal perusahaan seperti Pertamina harus tetap jalan.

Bagaimana perusahaan bisa jalan kalau tidak ada yang tanda tangan. Padahal untuk kelas Pertamina pasti diperlukan ratusan tanda tangan sehari. Di semua level.

”Maka dibicarakanlah bagaimana semua tanda tangan bisa diganti dengan tanda tangan digital. Yang tetap dianggap sah,” saran Dahlan.

Ditambahkannya, Peruri memiliki software otentifikasi itu. Sekaligus punya izin sebagai lembaga yang memegang digital security. Dalam otentifikasi itu Peruri memberikan password kepada setiap pejabat yang terkait dengan tandatangan itu. ”Tinggal klik di HP,” imbuhnya.

Tentu, sambung Dahlan, itu hak Peruri untuk menawarkan berapa miliar pun. ”Pinter-pinternya Peruri berbisnis. Yang penting tidak memaksa. Dan tidak ada hak bagi Peruri untuk memaksa Pertamina. Semuanya terserah Pertamina. Mau menerima tawaran atau menawar. Atau bahkan menolak,” jelasnya.

Tentu Peruri merasa punya hak untuk minta harga tinggi. Hanya Peruri yang mendapat izin untuk itu. Lebih tepatnya, anak perusahaan Peruri. Sedang Peruri sendiri, sebagai induk, memiliki izin untuk security printing.

”Berarti ini transaksi bisnis biasa. Hanya saja karena Peruri adalah satu-satunya pemilik izin digital security mungkin menaruh harga yang tinggi. Tentu Pertamina bisa menawar. Atau menolak penawaran itu. Biasa saja. Bisnis biasa,” saran Dahlan lagi.

Maka sebenarnya ada jalan lain yang lebih tidak heboh.

”BTP membisiki Presiden Jokowi. Atau menteri Kominfo. Agar mengatur ulang perijinan digital security. Toh izin untuk Peruri itu dikeluarkan oleh menteri Kominfo di periode kemarin,” terang Dahlan.

Itu sepenuhnya wewenang pemerintah.Atau Pertamina bisa cari cara yang lebih murah. Bahkan gratis. ”Kan sudah ada aplikasi tanda tangan digital di HP. Banyak pilihan. Bisa DocuSign. Bisa juga SignEasy. Tapi baik juga heboh-heboh. Banyak juga yang senang heboh,” terangnya.

Bahwa BTP mengatakan di video itu seharusnya kementerian BUMN dibubarkan, bagi Dahlan itu bukan pemikiran baru.

”Sejak Tanri Abeng menjadi menteri BUMN yang pertama, pemikiran itu sudah ada. Tanri sudah mengemukakan itu,” kata Dahlan.

Yang baru adalah BTP menyebutkan timeline-nya; sebelum Pak Jokowi turun. ”Pola seperti Temasek-nya Singapura sudah terbentuk. Artinya kementerian BUMN sudah bubar?” timpalnya.

Selama ini pemikiran pembentukan superholding seperti itu, seperti Temasek tidak pernah mati. Tapi jalannya sangat lambat. Yakni melalui pembentukan holding-holding usaha sejenis dulu. Itulah jalan yang dianggap realistis yang hebohnya bisa dikendalikan.

”Maka setiap periode kepresidenan selalu terbentuk holding baru. Di periode kedua Presiden SBY terbentuklah holding Pupuk Indonesia dan Semen Indonesia. Di periode pertama Presiden Jokowi terbentuk holding Perkebunan dan Pertambangan,” jelasnya.

Pembentulan holding pertambangan itu sangat strategis ketika pemerintah mengalihkan Freeport dari perusahaan asing menjadi perusahaan nasional di bawah BUMN. Tanpa pembentukan holding pertambangan pengambilalihan Freeport akan terbentur ke soal teknis legalitas korporasi.

Selama ini setiap kali dirancang pembentukan holding selalu saja ribut. Selalu terjadi penentangan yang keras dari masing-masing internal  perusahaan. Terutama dari Serikat buruhnya.

”Saya tidak tahu jalan mana yang akan ditempuh, kok BTP sudah bisa mengatakan sebelum Pak Jokowi turun  yang seperti Temasek tersebut sudah bisa terbentuk. Mungkinkah itu bisa terwujud? Mungkin saja. Siapa tahu ada langkah sapu jagad,” timpal Dahlan. (fin/ful)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait