iklan Massa yang tergabung dari Gerakan Buruh Jakarta menggelar aksi unjuk rasa menyerukan penolakan omnibus law di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, (12/3).
Massa yang tergabung dari Gerakan Buruh Jakarta menggelar aksi unjuk rasa menyerukan penolakan omnibus law di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, (12/3). (FAISAL R. SYAM / FAJAR INDONESIA NETWORK.)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah memutuskan upah minimum bagi para buruh tak berubah alias tidak ada kenaikan di tahun 2021. Artinya upah minimun masih sama dengan tahun 2020.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 sama dengan 2020 atau tidak naik. Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian di tengah pandemi COVID-19. Keputusan tersebut diterbitkan dalam SE Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi COVID-19 tertanggal 26 Oktober 2020.

“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi COVID-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020,” kata Ida dalam SE tersebut yang dikutip Selasa (27/20).

Dikatakannya, pandemi COVID-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja dan buruh, termasuk dalam membayar upah.

Ida meminta kepada para gubernur untuk melaksanakan penetapan UMP setelah 2021 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam SE ini, para kepala daerah wajib mengumumkan UMP 2021 pada 31 Oktober 2020.

Dengan keputusan ini, upah minimum 2021 akan sama seperti UMP 2020, yang mengalami kenaikan 8,51 persen dari besaran di 2019. Keputusan itu diambil dengan mengacu pada besaran inflasi dan pertumbuhan nasional pada tahun tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengecam keras keputusan pemerintah tak menaikan UMP. Menurutnya, Menaker Ida tidak memiliki sensitivitas terhadap buruh. Namun, justru hanya memanjakan pengusaha.

“Aksi perlawanan buruh akan semakin mengeras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata,” katanya.

Diakuinya, saat ini memang pengusaha sedang susah. Namun, buruh jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021. Bagi perusahaan yang tidak mampu, dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikkan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemenaker.

“Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat,” tegasnya.

Dijelaskannya, jika upah minimun tak dinaikan, maka pertama, akan membuat situasi semakin panas. Terlebih saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.

“Aksi-aksi akan semakin besar, karena selainmenolak omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik,” ujarnya.

Kemudian, yang kedua, jika menggunakan alasan saat ini pertumbuhan ekonomi minus, sangat tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.

“Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen,” ungkapnya.

Yang ketiga, jika upah tidak naik, maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian. Lalu yang keempat tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi COVID-19.

“Karenanya, kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional,” ujarnya.

Selain itu, Said Iqbal juga mengatakan KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran di 24 provinsi pada 2 Nopember dan 9 sampai 10 Nopember. Aksi tersebut akan diikuti ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia dengan membawa isu batalkan omnibus law UU Cipta Kerja dan harus ada kenaikan upah minimum 2021 untuk menjaga daya beli masyarakat.

Sementara Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengapresiasi keputusan pemerintah tak menaikan UMP di 2021. Menurutnya langkah tersebut sangat tepat. Sebab, tak menaikan UMP diambil demi menjaga keberlangsungan bisnis ke depan yang tertekan karena pandemi COVID-19.

“Kami mengerti atas keputusan tersebut demi keberlangsungan usaha. Kalau dinaikkan tentu akan memberatkan daya saing usaha,” ujarnya.

Terkait penolakan buruh, Benny mengatakan itu merupakan hak pekerja. Namun, tidak menutup peluang pengusaha yang masih memiliki kemampuan untuk menaikkan upah tahun depan melalui kesepakatan bilateral perusahaan dengan pekerjanya.

“Kalau (upah) naik pasti ada pengurangan pekerja dan akan beralih ke mekanisasi atau mesin,” imbuhnya.

Hal yang sama diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta Sarman Simanjorang. Dia mengatakan keputusan tak menaikan upah minimum sudah mengacu pada rumus penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Aturan itu menyebutkan jika penetapan besaran UMP berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.

“Kalau kami kalikan itu minus, kalau minus seharusnya (upah) turun tapi tidak mungkin turun, jadi naik 0 persen itu sudah sesuai dengan format,” ucapnya.

Selain itu, realitanya kondisi dunia usaha saat ini hampir terpuruk. Karenanya, kenaikan upah minimum justru bisa menjadi beban pengusaha dan membuat mereka makin terpuruk.

“Itu justru akan menambah pengusaha yang melakukan PHK. Jadi, menurut hemat kami itu kebijakan yang sangat adil,” ucapnya.

Dia juga meminta para buruh bisa maklum dengan kondisi saat ini. Alasan ditahannya upah minimum juga bukanlah alasan yang dibuat-buat.

“Kalau kondisi sudah normal kembali, kami yakin daya beli otomatis akan naik dan daya beli masyarakat akan membaik jika pertumbuhan ekonomi membaik,” ucapnya.(gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait