iklan
(Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Masalah guru honorer di Indonesia tampaknya masih menjadi benang kusut bagi dunia pendidikan Indonesia. Kondisi memprihatinkan itu dialami oleh seorang honorer di SMPN 84 Jakarta, Sugianti. Menjadi honorer sejak 2003, hingga kini belum juga dilantik menjadi CPNS meski sudah menang di PTUN dan Mahkamah Agung (MA).

Secercah harapan untuk meningkatkan derajatnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sempat muncul pada 2014 silam. Saat itu, muncul Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2012 tentang pengangkatan guru honorer menjadi CPNS. Sugianti pun mengikuti proses sesuai prosedur. Hingga akhirnya dinyatakan lolos.

Kabar tersebut menjadi angin segar bagi Sugianti setelah 11 tahun menjadi honorer. Sesuau jadwal, Sugianti harusnya dilantik pada Februari 2014. Namun, sampai pada waktunya tiba, dia tidak kunjung dilantik. Saat itu, Inspektorat DKI Jakarta mendapat laporan jika Sugianti kerap berpindah-pindah tugas. Upaya klarifikasi pun berkali-kali dilakukan Sugianti ke Inspektorat.

“Setelah itu, ditundalah pengangkatan CPNS ini dengan dalih tadi, yang saya kira dasar itu tidak berpijak pada ketentuan Undang-Undang kita, akan tetapi aturan-aturan aneh,” kata Kuasa Hukum Sugianti, Pitra Romadoni Nasution kepada JawaPos.com.

Pada saat itu, Inspektorat memang menemukan perbedaan data Sugianti sebagai syarat pengangkatan CPNS dari honorer. Berdasarkan data, Sugianti menjadi honorer di SMPN 84 Jakarta sejak 18 Juli 2005. Sedangkan syarat dalam PP 56/2012, honorer yang diangkat harus bekerja berturut-turut sejak 1 Januari 2005. Artinya berkas mengajar Sugianti telat 6 bulan.

Itulah kenapa, meski Sugianti sudah menjadi honorer sejak 2003, tidak dianggap layak. Sugianti mengawali karirnya sebagai guru honorer di Sumatera Selatan, kemudian pindah ke Jawa Timur, hingga akhirnya mengajar di SMPN 84 Jakarta.

Sugianti lantas membawa kasus itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Perkara itu terdaftar dengan nomor 294/G/2016/PTUN.Jakarta tertanggal 23 Mei 2017. Di PTUN, Suganti berhasil menang, hakim memutuskan Sugianti layak diangkat sebagai CPNS.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta selaku pihak tergugat kemudian mengajukan banding. Namun, berdasarkan putusan nomor perkara 236/B/2017/PT.TUN.JKT tanggal 8 November 2017, Sugianti kembali menang. Tak cukup sampai di situ, hasil putusan kasasi Mahkamah Agung nomor 159 K/TUN/2018 tanggal 27 Maret 2017, juga kembali memenangkan Sugianto. Dengan putusan terakhir itu, maka status hukum Sugianti sudah inkracht bahwa dia harus diangkat sebagai CPNS.

“Sudah inkracht putusan tersebut bahwasannya Sugianti berhak mendapat haknya sebagai CPNS, karena dia sudah mengabdi belasan tahun sebagai abdi negara,” kata Pitra.

Setelah adanya kekuatan hukum tetap, Sugianti berkali-kali mendatangi Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk meminta haknya. Namun, tak kunjung ada kejelasan. Dia akhirnya meminta bantuan Ombudsman RI dan Komnas HAM untuk menyelesaikan permasalah tersebut.

Baca juga: Jerit Pilu Guru Honorer: Kami ini Bukan Pencari Kerja, Tolong Hargai

Setelah bertahun-tahun tak kunjung mendapat haknya, Sugianti sempat memiliki harapan baru saat Ketua PTUN Jakarta Hari Sugiharto mengeluarkan surat perintah eksekusi nomor W2.TUN1.3628/HK.06/XII/2019 tertanggal 19 Desember 2019. Surat tersebut memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar melaksanakan pengangkatan penggugat sebagai CPNS.

“Di PTUN pada sidang eksekusi mereka sama sekali tidak hadir, sehingga saya melihat Disdik DKI Jakarta adalah tergugat yang tidak beritikad baik dalam membantu guru honorer yang mencari haknya sebagai abdi negara, PNS,” ucap Pitra.

Masih belum menyerah, Sugianti melalui pengacaranya kembali menyurati PTUN pada 1 Mei 2020 untuk menanyakan perihal perintah eksekusi pengangkatan CPNS. Surat balasan dari PTUN diterima pada 15 Mei 2020 dengan nomor W2.TUN1.1209/HK.06/V/2020. Isinya menyatakan jika Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menindak lanjuti putusan inkracht tersebut.

“Nah sudah ada tuh surat perintahnya dan sudah diberikan juga pengawasan pada akhir 2019, saya juga mendapat surat dari PTUN Jakarta untuk mengawasi yang sedang dijalankan, tapi kenyataannya perintah eksekusi yang disurati PTUN tidak dihormati oleh Disdik DKI Jakarta,” katanya.

Kekecewaan Sugianti pun muncul. Putusan inkracht lembaga peradilan tertinggi di Indonesia bahkan tak mampu mengantarkannya sebagai CPNS. Tiga kali memenangi persidangan seolah tak ada artinya.

“Kami sangat kecewa sekali, memang kami sadari klien saya ini orang tidak mampu. Orang susah. Dia hanya meminta haknya. Dia sudah menang. Kalau dia dianggap tidak layak jadi CPNS, pangadilan menyatakan dia berhak,” tegas Pitra.

Berdasarkan surat Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana Nomor 3383/-075 tertanggal 18 Maret 2020, pada poin 3 menyatakan jika Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah bersurat kepada Plt Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta dengan nomor 9999/-089 tanggal 10 Juli 2018 terkait usulan penetapan NIP Sugianti.

Kemudian pada poin 4 menyatakan bahwa Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah bersurat kepada BKD lagi dengan nomor 2525 tanggal 26 Februari 2020. Surat tersebut berisi pencabutan Surat Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta nomor 10026/-087.

“Berdasarkan poin 3 dan 4 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah menindak lanjuti Putusan Tata Usaha Negara Nomor 294/G/2016/PTUN-JKT tanggal 23 Mei 2017 dan surat putus Mahkamah Agung Nomor 159 K/TUN/2018,” tulis Nahdiana dalam surat tersebut.

JawaPos.com telah berusaha menghubungi Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana untuk menanyakan penyebab Sugianti tak kunjung mendapat NIK CPNS sampai saat ini, namun yang bersangkutan tidak merespon panggilan telepon maupun pesan singkat yang dikirim. Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir juga tidak merespon saat ditanya mengenai status Sugianti.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PKT) Dinas Pendidikan DKI Jakarta Didih Hartaya mengatakan, Sugianti tidak bisa mendapat NIP CPNS. Sebab, PP 56/2012 sudah tidak berlaku lagi sekarang.

Peraturan tersebut hanya berlaku bagi pengangkatan CPNS tahun 2014. Maka, setelah melebihi 2014, PP tersebut tidak bisa digunakan untuk pengangkatan CPNS.

“Kalau nggak salah sudah inkracth ya. Tidak bisa (dilantik). Regulasinya sudah tidak ada,” kata Didih.

Kendati demikian, Didih terlihat tidak terlalu ingat terhadap kasus Sugianti ini. Dia kemudian mengarahkan JawaPos.com untuk menghubungi salah satu jajarannya bernama Ubaydillah. Namun, nomor Ubaydillah yang diberikan Didih tidak bisa dihubungi. Pesan pendek yang dikirimkan pun tidak direspon.

“Ya itu sudah…coba koordinasi saja terakhir dengan…nanti saya kasih saja nomor kontaknya yah biar update hasil pembahasan dengan Komnas,” kata Didih.(jawapos)

 


Sumber: www.jawapos.com

Berita Terkait



add images