iklan European Super League
European Super League

JAMBIUPDATE.CO, LONDON – Polemik European Super League (ESL) atau Liga Super Eropa dengan federasi sepak bola Eropa atau UEFA terus bergulir. Meski banyak mendapatkan tentangan, gelaran liga baru ini justru disebut kuat secara hukum.

“Monopoli itu hadir dengan ciri melarang adanya persaingan baru. Dalam dasar-dasar hukum persaingan disebutkan siapapun berhak membuka pasar baru, tanpa terkecuali,” ujar pakar hukum, Mark Orth, kepada Daily Mail pada Selasa (20/4).

Jadi bisa dikatakan UEFA melakukan monopoli dagang jika mereka melarang adanya Liga Super Eropa. Apalagi dengan memberikan hukuman kepada klub dan pemain, tidak ada alasan bagi federasi melakukan hal tersebut.

“Ambil contoh Amazon, apakah seorang penjual bisa dihukum oleh Amazon jika dia menjual barangnya di platform lain? Tentu tidak, karena itu adalah hak dari penjual untuk bisa mendapatkan uang lebih. Secara hukum tidak salah,” terang Orth.

Dengan dalil tersebut Orth meyakini klub-klub peserta Liga Super Eropa akan menang jika masalah ini dibawa ke pengadilan internasional. Menurutnya sudah menjadi hak dari masing-masing klub untuk memilih bertanding di ESL.

Orth mencontohkan kasus Persatuan Skating Internasional (PSI) yang coba melarang gelaran kompetisi bertajuk Speed Sketers. Masalah tersebut akhirnya dibawa PSI ke pengadilan umum di Luxemburg.

PSI beranggapan seluruh kegiatan skating harus berada di bawah aturan dan jadwal yang mereka bikin. Tetapi ternyata PSI kalah dan Speed Sketers tetap bisa diadakan, semua berdasarkan keputusan pengadilan.

Liga Super Eropa direncanakan oleh 12 klub besar dari Spanyol, Inggris dan Italia. Mereka adalah Madrid, Atletico Madrid, Barcelona, MU, Arsenal, City, Chelsea, Liverpool, Tottenham, AC Milan, Juventus dan Inter Milan.

Nantinya disebut akan ada tiga klub lagi yang bergabung dengan status sebagai pendiri. ESL yang direncanakan Oktober, akan diikuti oleh 15 klub pendiri dan lima klub yang ikut serta melalui tahapan kualifikasi.

Rencana Liga Super Eropa ini mendapatkan tentangan dari sejumlah pihak, mulai dari pemain, suporter hingga federasi. Mereka menyebut kompetisi ini hanya akan menguntungkan klub-klub besar. (*)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images