iklan

JAMBIUPDATE.CO,- Ahir tahun lalu tepatnya (11/12/2020), Ketua Koperasi KOPSA-M Dr. Anthony Hamzah mendatangi kantor SMSI Pusat di Jakarta.

Kedatangan Anthony Hamzah kala itu guna meminta dukungan kepada Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) agar dapat membantu mengawal dugaan kasus penyerobotan lahan yang dialami para petani sawit di Riau tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Firdaus selaku Ketua Umum berjanji akan terus memantau kasus tersebut seraya menyarankan kepada Anthony Hamzah untuk mengganti pengacara selevel institute dan mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kini menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, belum lama ini dengan didampingi Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute, Jakarta, 200 petani Sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) melaporkan sejumlah pejabat PT Perkebunan Nusantara V (PTPN-V) ke Bareskrim Polri setelah sebelumya melaporkan kasus ini ke KPK.

Seperti telah disebutkan, laporan yang dibuat terkait dugaan penyerobotan tanah 400 hektare di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Laporan diterima Bareskrim Polri dengan No. STTL/220/V/2021/BARESKRIM.

Sengketa antara petani Sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dan PTPN V ini berawal pada tahun 2003 dan 2006 Kopsa-M dan PTPN-V membuat perjanjian kerjasama pembangunan kebun kelapa sawit pola KKPA untuk anggota koperasi yang direncanakan 2.000 hektar dalam bentuk Surat Perjanjian Kerjasama (MoU) yang ditandatangai oleh Kopsa-M dan Mardjan Ustha selaku Direktur SDM PTPN-V.

Pembangunan kebun kemudian dimulai tahun 2003. Selain tidak tuntas membangun kebun, tata kelola keuangan yang buruk, tanah-tanah petani itu dibiarkan oleh PTPN-V diambil alih secara melawan hukum oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Akibat tata kelola pembangunan kebun yang tidak akuntabel, alih-alih menyerahkan kebun yang dibangun, 400 hektar kebun yang seharusnya menjadi hak petani justru diserobot oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Seluas 400 hektar kebun tersebut diduga diperjualbelikan oleh seseorang yang berkolusi dengan salah satu petinggi PTPN V tahun 2007.


Berita Terkait



add images