iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Tingginya permintaan pasca pelonggaran PPKM, membuat sejumlah SPBU di beberapa wilayah mengalami kekosongan solar subsidi. Isu ini kemudian banyak dipelintir sejumlah pihak untuk menjustifikasi bahwa kesalahan ada di pihak Pertamina yang lalai dalam melakukan distribusi BBM bersubsidi tersebut. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekosongan solar subsidi.

Enggan berspekulasi terlalu dalam, Pengamat energi dan Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria pun membeberkan 4 usulan konkrit untuk mengatasi persoalan kekosongan solar subsidi. Usulan itu menurutnya lebih komprehensif untuk dilakukan, ketimbang hanya berkutat pada persoalan siapa yang bertanggung jawab atas kekosongan solar subsidi tersebut.

Berikut Fin.co.id merangkum usulan Sofyano terkait penyaluran Solar Subsidi:

1. Disparitas Harga Terlalu Lebar, Harus Dievaluasi

Pemerintah disebut harus berani menaikkan harga solar subsidi yang perbedaan harganya dengan solar non subsidi saat ini terlalu jauh. Disparitas harga yang terlalu lebar inilah yang disebut Sofyano memicu minat publik untuk lebih memilih solar subsidi (B30) ketimbang solar non subsidi (Dex Lite, Pertamina Dex).

Rentang harga yang terlalu jauh itu juga disebut membuat solar subsidi jadi incaran untuk disalahgunakan atau diselewengkan peruntukannya.

“Idealnya rentang harga jual solar subsidi dengan solar non subsidi maksimal Rp.1.000/liter. Buat perbandingan harga solar subsidi saat ini Rp.5.150/liter sedang solar non subsidi rp.9.500/liter,” demikian disampaikan Sofyano.

2. Fungsi Pengawasan Harus DIperketat, Polisi Dilibatkan

Sofyano mengatakan, untuk mencegah penyelewengan, maka fungsi pengawasan yang dilakukan BPH Migas terhadap penyaluran solar subsidi harus diperketat. Dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki BPH migas untuk melakukan pengawasan, lembaga itu disarankan menggandeng pihak Kepolisian.


Berita Terkait



add images