Wakil Partai atau Wakil Rakyat

Posted on 2014-05-05 19:00:00 dibaca 4233 kali
Wakil-wakil Partai sebentar lagi akan dilantik menjadi anggota legislative, pertanyaan yang muncul adalah apakah anggota legislative baru ini berani mendobrak tradisi dimana anggota  legislative tidak lagi lebih mementingkan kepentingan partai, tetapi seharusnya lebih mementingkan aspirasi rakyat. Paradigma lebih mementingkan partai harus diubah mengingat caleg berhasil melenggang ke legislative berkat ngos-ngosan berjuang secara pribadi melalui mekanisme pemilihan langsung , jadi  bukan perjuangan partai. Alasan lainnya adalah masyarakat juga sudah tidak percaya lagi dengan partai yang sebagian besar tidak melaksanakan fungsi partai secara total seperti fungsi sosialisasi dan rekruitmen, fungsi artikulasi kepentingan, fungsi agregasi kepentingan dan fungsi komunikasi politik. Tulisan ini bukan menyarankan bahwa legislator yang terpilih, harus lupa dengan partai yang telah mempromosikannya. Mereka tetap komitmen dalam memberikan kontribusi kepada partainya dalam sehingga partainya akan tetap eksist bahkan akan lebih banyak lagi kader serta konstituennya. Namun ia harus mengutamakan aspirasi dari dapil yang telah mendukung dan memperjuangkannya. Istilah penulis, jika ia gagal memperjuangkan aspirasi dari dapilnya maka legislator tersebut bolehlah kita berikan julukan “ legislator yang gagal (a bad legislator),   walaupun legislator tersebut memberikan kontribusi maksimal terhadap partainya.

Penulis kurang sependapat jika hari gini, di legislative masih ada fraksi-fraksi, karena dengan adanya fraksi-fraksi ini anggota legislative pasti masih merasa tunduk dengan partainya ketimbang mengikuti keinginan konstituen di dapilnya.  Jika perlu tidak ada istilah recall jika si legislator tidak mengikuti keinginan (aspirasi) partainya.  Recall hanya dibenarkan dan dilakukan parpol jika anggota legislative terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan telah telah mendapatkan rekomendasi Badan Kehormatan yang membuktikan legislator tersebut bersalah secara substansi.

Sebagai Wakil Partai.

Fakta menunjukkan banyak legislator bahkan pejabat politik yang terjebak korupsi dan harus masuk tahanan (penjara), padahal tidak digunakannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan rakyat, tetapi sebaliknya digunakannya untuk kepentingan partainya. Akibat terlalu loyal terhadap partainya, legislator sampai harus menanggung beban merusak nama pribadi dan keluarganya. Lantas apakah partai bertanggung jawab dan membela mati-matian legislatornya yang sudah terperosok tersebut. Malah mereka menyudutkan oknum legislator yang melakukan korupsi demi partainya. Kasus Bank century  di Demokrat  dan kasus import sapi di Partai PKS disinyalir terjadi karena legislator loyal terhadap partainya, dan memang tidak dipungkiri ada juga yang dimanfaatkan untuk pribadi.
--batas--
Sebagai Wakil Rakyat

Paradigma Legislator sebagai wakil rakyat, inilah yang harus dilakoni secara baik oleh anggota parlemen yang baru terpilih atau terpilih kembali. Mengapa demikian? Alasan utamanya adalah wakil rakyat dapat dengan leluasa mempraktekkan jiwa kenegarawanannya. Legislator harus menyadari bahwa ia harus mengutamakan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi dan golongan (partai/fraksinya). Legislator harus menyadari bahwa ia sekarang adalah milik rakyat, bukan lagi milik partainya. Jika ini disadarinya, penulis yakin legislator akan lebih bebas berkreasi dan berinovasi dalam memperjuangkan aspirasi rakyat sehingga pelayanan dan kesejahteraan masyarakat lapisan bawah lebih diutamakan untuk mengeliminir gap golongan the have dan wong cilik (masyarakat kecil). Manfaat lain jika Legislator tidak merasa sebagai wakil partai, ia tidak akan terkungkung dengan keinginan partai atau fraksinya, tapi dapat lebih leluasa melaksanakan aspirasi rakyat sesuai dengan hati nurani pribadinya, bukan aspirasi partainya.  Kepada partai diharapkan tidak lagi memaksakan kehendaknya kepada penguasanya, berikan keleluasaan penguasa dalam melaksanakan amanah rakyat, karena penguasa juga terpilih bukan semata karena partai tapi dipilih langsung oleh rakyat dan bertanggung jawab juga dengan rakyat. Dengan  berkurangnya tekanan partai, penguasa yang terjebak korupsi akan semakin berkurang dan penguasa juga akan semakin leluasa kembali mempromosikan pegawai secara lebih obyektif dan berkualitas  tanpa harus  takut adanya tekanan partai (pressure party).

Tobat Nasuha atau Nafsu Ah.

Mudah-mudahan legislator yang terpilih karena money effect yang disebarkannya, segera tobat nasuha karena praktek money politic yang telah dilakukan sebelumnya,  walau bagaimanapun adalah perbuatan laknat baik yang memberikan maupun yang penerimanya. Oleh sebab itu jika legislator tersebut benar-benar insyaf marilah berjuang demi aspirasi rakyat sehingga dapat mewujudkan agregasi kepentingan, bukan lagi berjuang untuk mengembalikan uang yang telah disebarkan ketika masa kampanye yang lalu. Jika legislator belum tobat nasuha (baca : tobat nafsu ah), penulis yakin ia tetap berorientasi minimal dapat menggapai break event point dalam waktu minimal dua tahun, dan tahun ke tiga hingga ke lima di parlemen, legislator mulai berhitung memperoleh laba (profit) maksimal sehingga ia dapat naik kelas sosialnya menjadi kelas borjuis. Anguzubillahi min zalik.

(Penulis adalah Ketua Pelanta (NIA. 201307002) dan dosen PNS Kopertis wil. X dpk STISIP NH Jambi)

Sumber : Jambi Ekspres
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com