PROVINSI Jambi ternyata kaya akan situs-situs sejarah kuno zaman dahulu. Situs-situs sejarah tersebut tentunya masih perlu untuk digali dan diteliti, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi penggila arkeologi nusantara
CANDI Muarojambi merupakan salah satu peninggalan sejarah yang kini menjadi tempat wisata yang cukup diminati di Provinsi Jambi. Komplek percandian yang kini ditata dengan apik, menjadi daya tarik tersendiri tidak hanya bagi wisatawan, tetapi bagi penggila ilmu pengetahuan.
Ternyata tidak hanya itu saja peninggalan sejarah berupa percandian di Provinsi Jambi. Menurut sejarawan Jambi Junaidi T Noor, sebenarnya di Jambi, ada hingga 200 situs candi. Sehingga, bisa dikatakan Jambi juga merupakan tempat peradaban kerajaan besar di masanya.
“Kalau ini tergali semua, bisa jadi Jambi juga bisa dikatakan negeri Seribu Candi. Selain dari Jambi juga punya masjid seribu tiang dan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah,” katanya.
“Di sepanjang aliran sungai Batanghari, memang banyak bangunan-bangunan candi yang pada masanya ada disana. Makanya, kalau bisa kita harus mendorong ini agar sejarah Jambi nantinya bisa diketahui, bukan hanya lewat buku-buku sejarah yang ada,” sebutnya.
Sementara itu, ekskavasi (penggalian, red) di Dusun Ulu Gedung, Desa Tuo Sumay, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia (UI), semakin memperkuat banyaknya situs percandian di Provinsi Jambi.
Menurut Dr R Cecep Eka Permana dari yang memimpin ekskavasi tersebut, tim peneliti bisa mengetahui di lokasi tersebut ada situs bersejarah berdasarkan survei kepustakaan dan informasi yang didapatkan dari masyarakat.
“Ini memang masih sulit untuk kita ketahui dari abad berapa candi itu. Karena keramik yang kita temukan juga terbatas. Selain itu, juga belum dapat disimpulkan apakah itu pemukiman, rumah ibadah atau pusat kota,” katanya.
“Akan tetapi, sepertinya, yang ditemukan di Tebo ini adalah rumah ibadah. Karena disana kita temukan pecahan melengkung yang biasanya ada di sebuah stupa. Kalau dilihat dari itu, bisa jadi ini merupakan rumah ibadah Budha. Karena kita ketahui, agama Budha dulu memang banyak,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, riwayat penelitian situs ini berawal pada tahun 1990 berupa pameran Pembangunan Jambi. saat itu, dipamerkan bata kuno dari Tuo Sumay. Bata tersebut dipamerkan oleh perwakilan Bungo-Tebo. Bata kuno yang ditemukan diduga memperkuat keberadaan candi pada wilayah tersebut.
Sementara itu, pendataan yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jambipada tahun 1991 tidak menghasilkan banyak informasi.Hal ini dikarenakan lokasi penelitian banyak ditumbuhi pohon salak dan pohon-pohon lain yang berbatang besar.
Berdasarkan laporan penduduk diketahui pula bahwa dari lokasi penelitian pernah ditemukan perhiasan emas seperti tusuk konde, cincin, dan jarum serta piring-piring keramik. Maka, pada tahun 1995 dilakukan survei di lokasi ditemukannya bata-bata kuno. Hasil survei menunjukkan bahwa fragmen bata-bata ditemukan di atas gundukandan sekitar rumah-rumah penduduk.
Fragmen bata-bata tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk alas tiang rumah, dapur, teras, dan halaman rumah. Kemudian, pada tahun 1996 pemagaran gundukan dilakukan di sisi barat dan utara yang berbatasan dengan rumah penduduk serta di sisi timur dan selatan berbatasan dengan kompleks makam.
Maka, pada tahun 1999 dilakukan ekskavasi penyelamatan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jambi. Ekskavasi tersebut membuka 5 kotak. Sebanyak 4 kotak diantaranya berukuran 2,5 m x 1,5 m dan 1 kotak berukuran 2 m x 2 m. Kegiatan ekskavasi penyelamatan tersebut menemukan keramik asing berbentuk wadah yaitu bagian tepian, badan, dasar, bibir, dan karinasi.
Selain itu, ditemukan pula batuan berupa kerikil kuarsa susu dan kerakal serta bata dan arang. Keberadaan keramik menunjukkan adanya pemukiman tua di pinggir Sungai Sumay.Keberadaan pemukiman tua tersebut didukung pula dengan banyaknya rumah tua dan adanya kubur-kubur tua dari kayu yang telah memfosil yang oleh masyarakat setempat disebut batu sungkay.
Sementara itu, pada tahun 2001 (lima kotak gali, red) dan 2002 (enam kotak gali, red) juga dilakukan penggalian oleh Balai Arkeologi Palembang. Pada penggalian tersebut ditemukan struktur bata, pecahan keramik, dan temuan lainnya.
Berdasarkan hasil kegiatan ekskavasi yang dilakukan tim peneliti ini, disimpulkan sementara bahwa diperkirakan ditemukan dua sisa bangunan candi. Bangunan candi pada gundukan pertama berdasarkan indikasi sudut atau sisi bangunan yang terlihat diperkirakan berukuran 11 x 8 meter. (*)
Baca Artikel Selanjutnya
Tim Diminta Lanjutkan Penelitian, Pemerintah Janji Amankan Wilayah