Ilustrasi.

Harta Kekayaan Dewas KPK Tak Luput Jadi Sorotan

Posted on 2019-12-21 14:01:59 dibaca 6918 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Lima anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) dan lima pimpinan KPK periode 2019-2023 telah dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, kemarin (20/12).

Lima anggota Dewas KPK, yakni mantan pimpinan KPK jilid I Tumpak Hatorangan Panggabean (Ketua Dewas KPK), mantan Hakim Konstitusi Harjono, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur Albertina Ho, mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin Haris.

Namun, hanya Sjamsuddin yang namanya tidak tercatat dalam LHKPN. Berdasarkan pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada situs https://elhkpn.kpk.go.id.

Tumpak memiliki total kekayaan Rp9.973.035.895 yang dilaporkannya ke pada 10 Maret 2019 atas kekayaan yang diperolehnya selama tahun 2018.

Tumpak melaporkan harta kekayaannya saat menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Tumpak tercatat memiliki harta berupa dua tanah dan bangunan senilai Rp3 miliar yang berada di Jakarta Timur.

Tumpak juga memiliki harta satu kendaraan roda empat senilai Rp500 juta. Yang bersangkutan juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp203.800.000 serta kas dan setara kas senilai Rp6.269.235.895.

Kedua, Harjono memiliki total kekayaan Rp13.815.400.000. Yang bersangkutan terakhir melaporkan kekayaannya pada 23 Februari 2019 atas kekayaan yang diperolehnya selama tahun 2018.

Harjono melaporkan harta kekayaannya saat menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Harjono tercatat memiliki total 10 tanah dan bangunan senilai Rp6,3 miliar yang tersebar di Nganjuk, Sidoarjo, Bantul, Kota Surabaya, dan Mojokerto.

Harjono juga tercatat memiliki total empat kendaraan roda empat senilai Rp433 juta. Ia juga memiliki harta bergerak lainnya serta kas dan setara kas masing-masing senilai Rp75 juta dan Rp7.007.400.000.

Kemudian ketiga, Albertina total memiliki kekayaan senilai Rp1.179.725.534. Yang bersangkutan terakhir melaporkan kekayaannya pada 4 April 2019 atas kekayaan yang diperolehnya selama tahun 2018 sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Medan.

Yang bersangkutan memiliki tiga tanah dan bangunan senilai Rp1.009.699.050. Selanjutnya memiliki dua kendaraan roda empat dan satu kendaraan roda dua senilai Rp171.500.000.

Albertina juga memiliki harta bergerak lainnya dengan total Rp4.155.000 serta kas dan setara kas Rp894.371.484. Namun, ia tercatat memiliki utang Rp900 juta. Selanjutnya keempat, Artidjo memiliki total kekayaan Rp181.996.576 yang dilaporkannya pada 29 Maret 2018 dengan jabatan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung.

Artidjo tercatat memiliki dua tanah dengan total Rp76.960.000 yang berlokasi di Sleman. Ia juga memiliki dua kendaraan masing-masing Mobil Chevrolet Minibus Tahun 2004 dan Motor Honda Astrea Tahun 1978 senilai Rp41 juta. Ia juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp4 juta serta kas dan setara kas Rp60.036.576.

Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdiyanto Alam mengatakan, siapa pun pejabat, khususnyanya yang berada di posisi strategis pemerintahan akan menjadi sorotan tajam publik. Baik jejak rekamnya, terutama kekayaannya. ”Patuh adalah kunci melihat integritas. Maka wajar jika LHKPN menjadi patokan kedisiplinan, transparasi pejabat,” terang Yusdiyanto, kepada Fajar Indonesia Network (FIN) kemarin (20/12).

Ditambahkannya, selain harta kekayaan yang menjadi sorotan. KPK juga memiliki tugas yang berat dalam menangani sejumlah perkara yang belum tuntas. ”Ada harapan baru, ada sejarah baru. Kita tunggu saja aki mereka,” terang dosen Hukum dan Tata Negara Universitas Lampung itu.

Terpisah,Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyinggung soal status pegawai KPK yang menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan juga gaji pegawai KPK. “Amanat undang-undang dikatakan bahwa pegawai KPK alih status menjadi pegawai ASN. Untuk itu, harus ada juga instrumen yang mengatur tentang peralihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN . Hal itu tak perlu diragukan, tinggal nanti bagaimana aturan tentang alih status bukan pengangkatan,” ucap Firli.

Hal tersebut dikatakannya saat sambutannya dalam acara “Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut” di Gedung KPK RI, Jakarta, kemarin. Selain itu, dia juga menyinggung soal pengangkatan ASN yang maksimal berusia 35 tahun dalam UU ASN.

“Karena dalam UU ASN dikatakan yang diangkat pegawai negeri atau pegawai ASN maksimum berumur 35 tahun, bagi rekan-rekan yang berumur 36 tahun ke atas ada keraguan karena ini sifatnya peralihan status dari pegawai KPK mejadi pagawai ASN,” kata Firli.

Selain soal status pegawai KPK, dia juga menyoroti soal gaji pegawai KPK yang akan diterima pada saat berubah status menjadi ASN. “Saya pernah di Deputi Penindakan KPK kurang lebih 1 tahun 2 bulan 14 hari, pendapatan pegawai KPK memang tinggi. Walaupun saya di Deputi Penindakan, saya bekerja bagaimana memperjuangkan kesejahteraan anggota,” kata Firli.

Ia menyatakan bahwa saat itu terdapat peraturan komisi yang menyebut bahwa pegawai KPK meskipun bukan ASN mendapatkan gaji ke-13 dan ke-14. “Saya tahu betul tentang gaji 13 dan 14 itu kita buat peraturan komisi KPK sehingga dapat gaji 13 dan gaji 14. Sesungguhnya kalau sesuai dengan peraturan presiden, tidak masuk dalam situ, artinya apa ini juga bukti bahwa pemerintahan sangat dan peduli dengan pegawai KPK,” ujar Firli.

Dalam sambutannya, dia juga menyatakan bahwa pimpinan KPK telah berganti namun semangat untuk memberantas korupsi tidak akan pernah berakhir. “Pimpinan KPK boleh saja berganti tetapi semangat kita untuk memberantas korupsi tidak akan pernah berakhir sampai kapan pun. Mari kita bersama-sama membersihkan negara kita dari praktik-praktik korupsi,” katanya.

(riz/fin/ful)

 

Sumber: www.fin.co.id
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com