Ilustrasi.

Refleksi Covid-19: Belajar dari Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia

Posted on 2020-05-05 14:39:05 dibaca 7120 kali

Corona Virus atau yang dikenal dengan Covid-19 sudah menjadi perbincangan hangat dalam beberapa bulan terakhir. Indonesia dengan jumlah terkonfirmasi positif sebanyak 2 orang pada awal Maret lalu, sekarang harus menghadapi peningkatan jumlah kasus yang signifikan, yakni bertambah sejumlah 336 kasus terkonfirmasi per hari dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Hingga tanggal 3 Mei 2020, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai angka 11.192 kasus, 1.876 orang sembuh, dan 845 orang meninggal dunia.

Sejumlah masyarakat Indonesia kemudian mendesak pemerintah untuk memberlakukan kebijakan lockdown, terutama berkaca pada kondisi penyebaran virus yang terjadi di negara Italia. Namun, ketika muncul krisis mental dan kesehatan yang timbul akibat lockdown di India, pemerintah tentunya mengkaji kembali penerapan kebijakan ini sebelum akhirnya mengeluarkan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagai langkah untuk menerapkan law enforcementatas imbauan untuk melakukan pembatasan fisik atau physical distancing yang diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 dan pelaksanaannya diturunkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Mengutip juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, dikatakan bahwa kebijakan PSBB merupakan salah satu upaya untuk memperkuat penerapan pembatasan fisik atau physical distancing demi mencegah penyebaran virus corona, karena pelaksanaan physical distancing saat ini belum maksimal. Pembatasan ini mencakup peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, kegiatan yang dilakukan di tempat atau fasilitas umum, maupun kegiatan sosial budaya; pembatasan moda transportasi. Pembatasan ini dikecualikan bagi instansi atau kegiatan strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, energi, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Pemerintah daerah di beberapa kota besar, terutama daerah dengan predikat red zone seperti Provinsi DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan beberapa wilayah di Bandung Raya segera memberlakukan kebijakan ini, dan sudah diamini oleh pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan. Di Sumatera, Kota Pekanbaru dan Provinsi Sumatera Barat juga termasuk wilayah yang disetujui untuk menerapkan PSBB, begitu pula dengan Sumatera Utara yang mulai mempertimbangkan usulan PSBB jika terjadi lonjakan angka terkonfirmasi, sebab salah satu syarat pemberlakuan PSBB adalah apabila pada suatu wilayah terjadi jumlah kasus atau jumlah kematian akibat Covid-19 dan wilayah tersebut menjadi episentrum peyebaran secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah lain.

Mengingat terdapat lonjakan cukup tinggi tercatat pada tanggal 26 April dan 3 Mei sejumlah 11 dan 6 orang, yang menjadikan total 37 kasus positif di Provinsi Jambi, perlukah pemerintah daerah kita mempertimbangkan pula penerapan PSBB? Belum lagi berita simpang siur mengenai penetapan red zone untuk Kota Jambi dan Merangin. Jika dikaji melalui syarat daerah episentrum, Jambi belum memenuhi poin tersebut untuk mengajukan PSBB. Lantas upaya seperti apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jambi?

Beberapa waktu lalu, Ikatan Diaspora Muda Jambi (IDM Jambi) sempat melaksanakan bincang daring mengenai langkah-langkah yang dapat diambil oleh Pemda Jambi terkait penanganan Covid-19. Tidak main-main, pembicara pada sesi diskusi tersebut merupakan mahasiswa/i Indonesia, termasuk dari Provinsi Jambi,yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri, seperti Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia, serta salah satu tenaga medis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 di Jambi. Lidya Kristianti, dari Korea Selatan menyatakan bahwa pemerintah dapat mencontoh Korea Selatan dalam menangani wabah virus ini, terutama terkait dengan keterbukaan data dan informasi mengenai jumlah dan titik kasus positif, karena terbukti dengan adanya “warning system” ini, warga akan lebih waspada terhadap lokasi-lokasi yang menjadi titik dimana seseorang pernah terpapar virus atau tidak. Hal ini tentu didukung pula dengan sistem informasi dan kesehatan yang responsif di negeri ginseng tersebut.

Menuju ke Eropa Timur, meski tidak terlalu menjadi pusat perbincangan hangat, namun penerapan penanganan penyebaran virus ini terbilang serius. Eka Marsella menyebutkan di Rusia bahkan diterapkan sistem denda untuk orang-orang yang melanggar prosedur physical distancing. Bergerak ke New York, sebagai daerah dengan tingkat kasus positif paling tinggi di Amerika Serikat, mencapai 318.134 kasus terkonfirmasi, Yuliana Tan bercerita bagaimana negara adidaya seperti AS bahkan kesulitan menghadapi virus Covid-19, yang salah satunya diakibatkan oleh lambatnya langkah pemerintah untuk menutup pintu-pintu penyebaran virus, sehingga penerapan pembatasan wilayah menjadi kunci utama dalam mengurangi tranmisi virus Covid-19.

Kepanikan yang terjadi di hampir seluruh negara yang menjadikan penyebaran Covid-19 tergolong sebagai pandemi, terutama diakibatkan oleh ketidaksiapan fasilitas dan tenaga medis, belum lagi penyerbuan masker medis oleh masyarakat menyebabkan kelangkaan APD tersebut, sementara masker merupakan APD wajib yang digunakan oleh tenaga medis dalam menghadapi pasien Covid-19. Di fasilitas kesehatan ia mengabdi, Dr. Afif mengungkapkan bahwa para tenaga medis bahkan masih ada yang hanya mengenakan jas hujan sebagai pengganti hazmatketika menghadapi pasiensuspect, yang tentunya sangat beresiko terhadap keamanan dan keselamatan tenaga medis tersebut. Jika kelangkaan APD bagi tenaga medis ini terus berlanjut, dikhawatirkan tenaga medis kita yang jumlahnya sangat terbatas akan lebih rentan dan memiliki risiko yang tinggi untuk ikut terpapar. Belum lagi masih banyak masyarakat yang menolak untuk terbuka mengenai kronologis penyakit maupun histori perjalanan yang mereka lakukan dalam beberapa bulan terakhir.

Mengingat seriusnya kasus penyebaran virus Covid-19 ini, sebagai diaspora muda dari Provinsi Jambi, IDM Jambi mengimbau kembali kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Jambi agar lebih terbuka, transparan, dan satu suara terkait kasus Covid-19 sehingga tidak adanya simpang siur informasi. Lebih lanjut lagi, pemerintah dan aparat keamanan diharapkan dapat menindak setiap orang yang melanggar prosedur penanganan Covid-19 maupun orang-orang yang merugikan masyarakat, seperti oknum-oknum yang melakukan penimbunan APD untuk kemudian dijual kembali dengan tujuan meraup keuntungan yang lebih besar. Tindakan atas pelanggaran berupa pemberian sanksi-sanksi juga harus jelas dan dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh masyarakat.

Kemudian, untuk mendukung langkah pemerintah dalam memaksimalkan upaya penanganan kasus Covid-19, kami mengajak seluruh masyarakat Jambi dapat menerapkan imbauan pembatasan fisik secara maksimal dan penuh tanggung jawab dengan menghindari keramaian, membatasi perjalanan, dan menggunakan masker apabila memang terpaksa keluar dari rumah. Jika melihat ada gejala-gejala Covid-19 pada diri sendiri maupun orang sekitar, segera menghubungi Rumah Sakit terdekat untuk mendapatkan bantuan pertama. Karena yang harus dijauhi bukan orangnya, tapi penyakitnya. Untuk sementara ini, masker yang disarankan untuk digunakan adalah masker kain dan bukan masker medis yang diutamakan untuk tenaga medis. Selain itu, masyarakat wajib melaksanakan etika saat batuk/bersin dan tidak melakukan panic buying terutama untuk kebutuhan bahan pokok, yang akan berakibat pada kelangkaan dan kenaikan harga.

Di tengah pandemi dan di bulan baik ini, mari kita jadikan masa ini sebagai momentum untuk berbuat baik dan tolong-menolong satu sama lain. Mari bersama hilangkan stigma dari pandemi Covid-19 dengan terus mendukung tenaga medis kita, pemerintah kita, dan bantu tetangga atau orang-orang di sekitar kita yang mengalami dampak Covid-19 baik secara mental, sosial, dan ekonomi. Inilah saatnya kita buktikan bahwa kita tetap satu, meski tidak bertemu.
- - - - - - - - -
Artikel ini merupakan hasil Online Talk Episode 2 dengan tema “Refleksi Penanganan Covid-19 di Berbagai Negara” yang dilaksanakan oleh Ikatan Diaspora Muda Jambi (IDM Jambi) pada tanggal 5 April 2020.

Ikatan Diaspora Muda Jambi (IDM Jambi) merupakan organisasi kepemudaan non-profit yang didirikan sebagai wadah untuk pemuda asal Provinsi Jambi yang sedang dan telah berkarya di luar negeri agar dapat saling terhubung. Yang terdiri dari mahasiswa (S1, S2, S3, danpostdoctoral), alumni Universitas di luar negeri, dan pekerja profesional.

Artikel ditulis oleh: Meiliza Fitri, S.T., M.Eng (Alumni Department of Energy and Resources Engineering, Chonnam National University, Korea Selatan)

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com