Ilustrasi.

KPK Mulai Cermati Pajak dan Aset Pemda

Posted on 2020-06-04 08:11:42 dibaca 6586 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan komponen penerimaan yang paling tertekan di tengah wabah Virus Corona (Covid-19) yang belum juga mereda. Angka penurunannya sampai 27,73 persen akibat adanya perlambatan aktivitas ekonomi sehingga berdampak langsung terhadap pajak dan retribusi daerah.

Secara nasional, ada 530 daerah di Indonesia terjadi penurunan pendapatan yang cukup besar. Direktur Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyebutkan rata-rata pendapatan dari 530 daerah sebelum ada Covid-19 sebesar Rp1.238,51 triliun.

Sedangkan, saat ini hanya Rp1.042,69 triliun sehingga terdapat selisih Rp195,82 triliun. ”Jadi koreksi untuk pendapatan di average memang cukup dalam yaitu secara nasional pendapatan daerah turun 15,81 persen,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (3/6).

Ditambahkannya, secara spasial region Jawa merupakan wilayah yang mengalami tekanan penurunan PAD paling berat yaitu 32,04 persen karena memiliki tingkat kasus Covid-19 tertinggi.

Astera merinci PAD secara rata-rata nasional dari 530 daerah sebelum Covid-19 adalah Rp330,45 triliun sedangkan saat ini hanya Rp235,52 triliun sehingga terdapat selisih Rp94,93 triliun. ”Kalau PAD turunnya bisa sampai 28 persen bahkan DKI Jakarta turunnya lebih dari 50 persen atau 56 persen,” ujarnya.

Selanjutnya untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebelum ada Covid-19 sebesar Rp769,12 triliun sementara saat ini Rp684,55 triliun sehingga turun 10,99 persen atau Rp84,56 triliun. Sementara untuk aspek pendukung pendapatan daerah yang lainnya sebelum ada Covid-19 sebesar Rp138,94 triliun sedangkan saat ini Rp122,62 triliun yaitu turun 11,75 persen atau Rp16,32 triliun.

Astera melanjutkan, daerah sendiri memiliki tantangan yaitu harus mampu melakukan realokasi dan refocusing pendapatan dan belanja dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menangani Covid-19. ”Mereka sudah terpola dengan belanja sedemikian besar kemudian tiba-tiba harus dihemat belanjanya sehingga ini menjadi tantangan yang luar biasa untuk melakukan adjustment itu,” katanya.

Di sisi lain, ia menyatakan pemerintah daerah akan mendapat dukungan sekitar Rp14,7 triliun yang terdiri dari cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Rp8,7 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) pemulihan ekonomi Rp5 triliun, dan penyediaan fasilitas pinjaman Rp1 triliun. ”Sebenarnya kita juga ada dukungan lain untuk pemerintah daerah kalau ditotal ada tambahan lagi sekitar Rp14,7 triliun,” ujarnya.

Dengan kondisi yang ada saat ini, Pemerintah akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020, dari asumsi sebelumnya sebesar 5,07 persen PDB atau Rp852,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, menjelaskan pemerintah membutuhkan belanja yang lebih besar untuk menangani Covid-19 dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Maka dari itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 mengenai Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2020.

”Dengan demikian Perpres 54/2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam ratas secara telekonferensi mengenai Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020.

Dengan adanya revisi Perpres tersebut, maka pemerintah memproyeksikan penurunan pendapatan negara menjadi Rp1.699,1 triliun dari sebelumnya Rp1.760,9 triliun. Dalam pagu pendapatan negara itu, penerimaan perpajakan diproyeksikan menurun menjadi Rp1.404,5 triliun, dari Rp1.462,6 triliun.

Di tengah pendapatan negara yang menurun, pemerintah harus meningkatkan belanja negara menjadi Rp2.738,4 triliun dari Rp2.613,8 trilun, untuk menangani pandemi virus Corona baru atau Covid-19, dan memulihkan kegiatan ekonomi. ”Untuk menampung berbagai belanja pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 termasuk untuk daerah dan sektoral,” ujar Menkeu.

Dengan perubahan postur instrumen fiskal tersebut, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 masih mampu mencapai 2,3 persen. Namun terdapat skenario jika tekanan ekonomi terus terjadi, pertumbuhan ekonomi domestik bisa terkontraksi jaug lebih dalam dibanding kuartal I 2020 yang hanya tumbuh 2,97 persen (yoy).

”Untuk prediksi pertumbuhan 2020, seperti saya sampaikan, pemerintah menggunakan tetap baseline antara 2,3 persen hingga -0,4 persen, namun dari sisi kuartal, kemungkinan kuartal II akan lebih berat,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memantau pajak dan aset daerah. Salah satu yang di cermati adalah Pemprov DKI Jakarta. Tidak menutup kemungkinan KPK juga bakal mengkoreksi persentase capaian rencana aksi optimalisasi pajak daerah lainnya.

Dari hasil temuannya, KPK mendapatkan angka-angka penurunan pajak dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selama Januari sampai April 2020 yang masih relatif rendah, yakni 39,5 persen dengan besaran nilai Rp8,2 triliun.

”Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan rentang waktu yang sama di tahun 2019 yang mencapai Rp8,8 triliun,” kata Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK Aida Ratna Zulaiha dalam rapat koordinasi secara daring dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta.

Secara nasional, menurut dia, pada akhir tahun 2019 jumlah penerimaan pajak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Penerimaan pajak provinsi bertambah sebesar Rp3,7 triliun, yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Sedangkan penerimaan pajak kabupaten/Kota, lanjut Aida, meningkat sebesar Rp2,7 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari pajak hotel, restoran, hiburan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Selain itu, penempatan dana pemerintah daerah pada kas daerah (Bank Pembangunan Daerah) sebesar Rp37 triliun dalam bentuk giro dan deposito. Untuk Provinsi DKI Jakarta, ia mencatat realisasi PKB dan PBBKB pada tahun 2019 adalah Rp8,4 triliun dan Rp1,6 triliun.

”Untuk realisasi penerimaan pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir pada 2019, Provinsi DKI Jakarta mampu mengumpulkannya hingga Rp509,6 miliar. Untuk BPHTB, realisasi penerimaan mencapai Rp1,026 triliun,” tuturnya.

Nah berdasarkan data yang dikumpulkan KPK, Aida menyebutkan Pemprov DKI Jakarta hingga akhir 2019, telah memasang alat rekam pajak total sebanyak 4.856 buah. Alat ini ditempatkan di sejumlah hotel, restoran, tempat hiburan, dan parkir di seputar wilayah Jakarta.

KPK mencatat sejumlah aset bermasalah, di antaranya aset yang dikuasai oleh pihak ketiga, aset Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan atau Warisan Belanda (P3MB), rumah atau kendaraan dinas yang masih dalam penguasaan pensiunan serta aset yang belum optimal pemanfaatannya.

Menurutnya, aset-aset bermasalah di DKI Jakarta tersebut nilainya mencapai ratusan triliun rupiah. ”Aset-aset ini dapat kita selesaikan baik secara perdata maupun secara pidana. Semoga kalaupun harus secara pidana, kita memiliki strategi agar dapat memenangi perkara yang disidangkan. Diawali dengan pendokumentasian yang benar,” ucap dia.

Merespons catatan KPK tersebut, perwakilan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Ali Hanafiah menyebutkan masih rendahnya pencapaian penerimaan pajak daerah di wilayah kerjanya disebabkan oleh beberapa kendala.

”Di antaranya perlunya harmonisasi beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan pajak daerah serta pembenahan pola penanganan penarikan pajak dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pertamina dan PT PLN,” katanya.

Ke depan, kata dia, harus ada upaya ke arah rekonsiliasi data wajib pajak tersebut seraya mengungkapkan bahwa terkait rekonsiliasi data itu masih ada keberatan dari sejumlah penyedia ketika data mereka diinformasikan pada pihak lain di luar BUMN bersangkutan. ”Para penyedia tersebut khawatir data mereka akan tersebar ke kompetitornya,” kata Ali.

Sementara Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Jaya menyampaikan dari 1,8 juta bidang tanah masih terdapat 32 ribu bidang tanah campuran milik pemerintah provinsi, kementerian, lembaga maupun umum yang belum selesai prosesnya. Ia juga mengingatkan pentingnya pemasangan papan bicara/tanda batas, termasuk dalam hal ini Pemda DKI. ”Diharapkan tahun 2021 seluruh bidang tanah terpetakan seluruhnya. Pemegang aset minimal menguasai tanahnya,” katanya.

Sementara itu, Kepala BPAD DKI Jakarta Pujiono menyampaikan terkait data aset kendaraan operasional yang teregistrasi berjumlah 17.110 unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 68 persen atau 11.640 memiliki dokumen. Jumlah yang telah teridentifikasi sebanyak 4.458 dokumen, sisanya masih dalam proses identifikasi.

”Terkait penanganan aset eks asing atau P3MB, memang belum optimal dan butuh waktu untuk mempelajari riwayat aset. Selain itu, kendala penanganan aset di antaranya pengelolaan fasum fasos belum terintegrasi antarSKPD sehingga menyulitkan koordinasi,” tuturnya. (fin/ful)

Sumber: www.fin.co.id
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com