Black Box Sriwijaya Air SJ-182 Berhasil Ditemukan. FOTO : Issak Ramdhani / Fajar Indonesia Network

Keluarga Korban Butuh Pengacara Andal, Jangan Percaya Oknum Sriwijaya Air

Posted on 2021-01-25 17:04:13 dibaca 4296 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Keluarga korban tragedi Sriwijaya Air Sj 182 harus didampingi pengacara andal dan berpengalaman. Agar mereka mendapatkan hak-haknya dari para pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Dekan dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Ahmad Sudiro. Pakar penerbangan ini menyebut kompensasi adalah bentuk tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap ahli waris korban sesuai dengan Pasal 141 Undang Undang Nomor 1/2009 tentang Penerbangan, dan Pasal 2 jo Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, serta ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

“Namun, kompensasi ini tidak mengurangi dan tidak melepaskan pihak- pihak lain yang diduga turut bertanggung jawab juga untuk tetap dituntut ganti kerugian atas terjadinya kecelakaan pesawat Sriwijaya SJ-182 jenis Boeing 737- 500 tersebut,” ungkapnya dalam keterangannya, Minggu (24/1).

Menurutnya tragedi Lion Air JT-160 jenis Boeing 737-8 MAX rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan laut Karawang, Jawa Barat usai lepas landas dari bandara Soekarno Hatta pada 29 Oktober 2018, bisa diambil pembelajaran. Dalam tragedi ini 189 orang penumpang dan awak pesawat meninggal dunia.

Menurutnya ada empat persoalan yang harus dihadapi keluarga atau ahli waris penumpang pesawat Lion Air JT 610 ketika itu.

Pertama, keluarga tanpa pendampingan ahli hukum atau pengacara secara sepihak diarahkan oleh pihak maskapai untuk memberikan pelepasan dan pembebasan dari sanksi perdata maupun pidana kepada pihak maskapai dan pabrikan pesawat untuk menerima santunan sebesar Rp1.250.000.000, ditambah Rp50.000.000 ekstra santunan dari maskapai dan pabrikan pesawat terbang.

Kedua, para keluarga yang oleh karena terdesak kebutuhan maka menerima dana santunan Rp1.300.000.000.

Ketiga, dengan menerima dan menandatangani R&D (Release and Discharge) atau terjemahan bebasnya adalah “Pelepasan dan Pembebasan”, pihak keluarga dan ahli waris tidak bisa menuntut baik pidana maupun perdata kepada maskapai penerbangan dan pabrikan pesawat beserta sekitar 1.000 supplier dan subkontraktor dari pabrikan pesawat di Amerika Serikat.

Keempat, banyak keluarga yang terlanjur menandatangani R&D mengalami kesedihan kedua kalinya karena tidak bisa mendapatkan santunan dari pihak pabrikan pesawat di Amerika Serikat menurut Undang-Undang Amerika Serikat.

“Fakta hukum para keluarga korban yang tidak menandatangani R&D dapat dengan mudah mengajukan tuntutan kepada perusahaan pabrikan pesawat di Amerika Serikat. Dalam pengajuan klaim di AS berdasarkan perundang-undangan hukum yang berlaku di sana, keluarga bisa mendapatkan santunan dalam jumlah yang sangat layak. Tentu harus diwakili oleh pengacara yang berasal dari AS,” jelasnya.

Namun, lanjut dia, keluarga korban yang terlanjur menandatangani R&D pun bisa menuntut ke pabrikan pesawat di AS, tetapi mendapatkan santunan yang besarnya hanya sekitar 30 persen dibanding mereka yang menolak menandatangani R&D.

Hal itu, perlu menjadi pertimbangan bagi para keluarga korban secara logis di tengah kedukaan yang sangat dalam yang dialami saat ini.

“Karena itu, memilih pengacara yang memiliki pengalaman dalam menangani kasus penerbangan seperti ini akan sangat membantu perlindungan hak perdata bagi keluarga dan ahli waris korban secara aman baik untuk kepentingan hukum di Indonesia maupun di AS,” katanya.

Sementara itu, C Priaardanto, kuasa hukum dari empat korban kecelakaan saat ini tengah mengumpulkan bukti untuk menuntut perusahaan pesawat, Boeing atas tragedi tersebut.

Menurutnya, timnya telah menemukan indikasi kesalahan dari pabrikan asal Amerika Serikat tersebut. Meski demikian, dia menyebut masih akan menambahkan bukti-bukti lainnya sebelum menyampaikan tuntutan resmi.

“Kami tidak terlalu buru-buru,” katanya.

Ketua Sub Komite IK Penerbangan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Nurcahyo Utomo menyebut masalah Boeing 737-500 Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta itu ada pada autothrottle system dari laporan penerbangan sebelumnya.

“Ada laporan malfungsi autothrottle beberapa hari yang lalu kepada teknisi maintenance. Tapi kita belum tahu masalah utamanya,” katanya seperti dilansir Reuters.

“Jika kita berhasil menemukan CVR, kita baru bisa dengar diskusi antara pilot, apa yang dikatakan dan apa permasalahanya,” lanjutnya.

Dikatakannya, saat ini masih terlalu dini untuk menyebut autothrottle menjadi penyebab utama kecelakaan. Namun, dia tidak menampik tidak ada masalah lain dari hasil catatan maintenance sebelumnya.

“Pesawat masih bisa terbang jika sistem autothrottle tidak bekerja, karena pilot masih bisa mengontrol secara manual,” ujarnya.

Autothrottle (throttle otomatis) ini memungkinkan pilot untuk mengontrol pengaturan daya dari mesin pesawat dengan menentukan karakteristik penerbangan yang diinginkan.

Di sisi lain, District Manager Sriwijaya Air Pontianak Faisal Rahman dalam keterangannya meminta agar keluarga korban menghindari penawaran oknum Sriwijaya Air untuk mengurus asuransi kecelakaan. Sebab seluruh keluarga korban sudah difasilitasi dengan mudah dan layanannya gratis.

“Kemarin saat kita ke Sambas sudah ada mendapat informasi dari pihak keluarga ada yang mau urus asuransi kecelakaan dari Sriwijaya Air. Tawaran bantuan itu dengan alasan untuk klaim sulit dan harus ada orang dalam atau lainnya,” ujarnya.

Padahal, Sriwijaya Air sangat berkomitmen memenuhi hak ahli waris korban. Kemudian dalam klaim penyaluran asuransi juga bersifat terbuka, mudah dan tidak perlu melalui pihak mana pun. Pihak maskapai memberi jaminan pendampingan.

“Pengurusan tidak ada biaya. Kita hadirkan family asistent atau keluarga pendamping untuk keluarga korban untuk komunikasi dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan administrasi asuransi,” jelasnya.

Dalam penyaluran asuransi, pihaknya menerapkan sesuai aturan yang ada dan syarat administrasinya.

Terkait nilai santunan dari maskapai pihaknya mengikuti aturan yang sudah ada yakni Rp1,25 miliar per orang.

“Hingga saat ini nilai santunan sudah 1 ahli waris korban yang telah Sriwijaya Air salurkan. Selanjutnya kita menyalurkan untuk ahli korban lainnya yang administrasi dan lainnya yang lengkap,” kata dia.(gw/fin)

Sumber: fin.co
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com