Dr. Dedek Kusnadi, MSi,. MM

Perebutan Sumber Daya

Posted on 2021-09-14 12:20:09 dibaca 6062 kali

Oleh : Dr. Dedek Kusnadi, MSi,. MM

Suhu AC di ruang paripurna DPRD Provinsi Jambi itu, ditambah guyuran hujan semalaman suntuk, sepertinya gagal mendinginkan dada para politisi di sana. Perang urat saraf saat paripurna, terus berlanjut hingga acara usai. Bahkan, jika tak buru-buru dilerai, mereka nyaris beradu tinju.

Konflik dipicu masalah anggaran senilai Rp 40 miliar, yang disebut-sebut untuk penyertaan modal Bank 9 Jambi.

Hebohnya bukan main. Penggalan video pertikaian itu langsung viral di sosial media. Alatnya Mark Zuckerberg itu lagi-lagi berperan turut menghangatkan suasana.

Bahkan, petertempuran netizen di sosial media jauh lebih seru. Lebih garang dan sadis.

Sebetulnya, konflik internal anggota dewan itu lazim terjadi. Hanya saja tidak semuanya terekspose ke publik. Bahkan, kadangkala lebih seru lagi. Di rapat-rapat komisi, rapat anggaran, bahkan rapat-rapat fraksi sekalipun, perselisihan nyaris tak terelakkan.

Belum lama ini, kita menyaksikan bagaimana anggota DPRD Solok nyaris baku hantam saat paripurna. Kejadiannya jauh lebih dramatis dari Jambi. Sampai asbak rokok sempat melayang-layang di ruang paripurna. Suasananya ricuh sekali.

Di pusat pun begitu.

Perselesihan dewan hingga bentrok fisik adalah sebuah keniscayaan. Mengapa? Karena para politisi, selalu memiliki kepentingan yang berbeda. Makanya, ada benarnya sindiran Gus Dur, yang menyebut “ Ulah DPR seringkali seperti anak TK”.

Saya tidak berupaya hendak menjatuhkan penilaian “benar atau salah” dalam kasus tersebut. Juga tidak menyoroti persoalan Bank 9 Jambi, yang menjadi sumber pemicu konflik. Karena tidak ada kebenaran tunggal dalam kasus ini.

Tapi, melalui tulisan singkat ini, saya hendak memotret bagaimana perilaku wakil rakyat secara umum, apa yang menyebabkan mereka berkonflik.

Ini penting agar publik dapat memahami sebuah persoalan dari akarnya. Karena, mengutip pernyataan Maswadi Rauf, guru besar politik dari Universitas Indonesia, salah satu sumber konflik adalah karena adanya keinginan manusia untuk menguasai sumber daya yang sifatnya terbatas atau langka.

Sumber daya yang dimaksud, bisa berbentuk materi maupun non materi. Semakin tinggi tingkat kelangkaan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup, maka, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

Uang, umpamanya, bersifat langka namun dibutuhkan manusia untuk bisa hidup di dunia ini. Karena itu, manusia selau berkompetisi memperebutkan uang sekalipun harus berkonflik. Uang adalah salah satu contoh sumber daya materi.

Lalu martabat, menurut Francis Fukuyama, adalah salah satu contoh sumber daya non materi. Wujudnya tidak kelihatan. Tapi, demi mempertahankan martabat misalnya, manusia acapkali gigih melakukan berbagai upaya. Inilah sumber konflik.

Tidak jarang, demi martabat, manusia memaksa orang lain untuk menganut apa yang dianutnya. Karena ia berpendapat bahwa apa yang dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang.

Karena itulah…Semua tindakan manusia, dalam hal sekecil apapun, akan selalu dilatarbelakangi oleh persoalan perebutan sumber daya.

Seorang mahasiswa misalnya, berupaya keras menarik perhatian dosen. Tujuanya, supaya memperoleh nilai A. Nilai A adalah sumber daya yang hendak diperebutkan. Sehingga, mahasiswa dalam satu kelas berkompetisi menarik perhatian dosen. Mereka akan melakukan berbagai upaya, mulai dari rajin kuliah, aktif bertanya, disiplin mengerjakan tugas, bahkan sampai nekat menyogok dosen, demi memperoleh perhatian dosen. Perhatian itu dimaksudkan agar memperoleh nilai A (sumber daya non materi).

Nah,

Kaitannya dengan konflik, apapun bentuknya, termasuk konflik yang terjadi di gedung DPRD itu, harus dipahami sebagai sebuah perebutan sumber daya. Sumber daya apa yang diperebutkan?

Jawabannya tidak tunggal. Bisa sumber daya materi, bisa non materi. Tapi, mengutip Maswadi Rauf, naluri seorang politisi itu selalu sama, yaitu adanya keinginan untuk memperoleh kekayaan (sumber daya materi).

Mengapa kekayaan diperlukan?

Karena dengan kekayaan manusia bisa hidup senang, terpenuhi segala kebutuhan materinya. Bukankah kekuasaan atau posisi politik membuka akses untuk mendapatkan kekayaan?.

Sebagai contoh, dengan diberikan kesempatan oleh penguasa politik kepada seseorang (umpanya pengusaha) untuk melakukan sebuah proyek, menyebabkan si pengusaha itu berterimakasih yang akan diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah.

Penguasa politik bisa memperkaya diri dengan menggunakan kekuasaan politik. Jadi, posisi politik membuka peluang yang amat luas bagi penguasa politik untuk dapat menikmati hidup secara maksimal, baik secara sah maupun tidak sah.

Sekali lagi, pahamilah sebuah konflik sebagai pertarungan memperebutkan sumber daya. Karena sumber daya yang diperebutkan terbatas, maka, di situlah konflik terjadi.

*Penulis adalah Dosen Ilmu Pemerintahan dan Pascasarjana UIN STS Jambi.
Juga direktur PUSKASPOL Pusat kajian sosial dan politik Jambi *

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com