Kapal Pertamina Prime Milik PIS (Pertamina)

Teknologi Kapal Tanpa Awak Jadi Ancaman Bagi Pelaut Indonesia

Posted on 2021-10-27 16:11:45 dibaca 13017 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA– Teknologi industri maritim terus berkembang, salah satunya adalah teknologi Marine Autonomous Surface Ships (MASS) atau teknologi kapal laut tanpa awak.  Apakah MASS cocok untuk di Indonesia? Bagaimana sistem keamanannya? Bagaimana nasib para pelaut nanti dengan kehadiran MASS ini?

“Jika topik yang diangkat ini, dibicarakan di kampus-kampus sarat teknologi seperti ITB, ITS, dsb, maka saya akan mengatakan bahwa topik ini sungguh pas. Tapi dikarenakan yang mengangkatnya adalah Kampus Politeknik Pelayaran Sumbar, maka saya hendak mengatakan bahwa sebetulnya ini lebih menjadi ancaman bagi Taruna/I dan seluruh civitas Politeknik Pelayaran,” demikian disampaikan Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M. Mar, Pengamat Maritim dan Pengurus DPP Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia AKKMI) dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).

Capt Hakeng mengatakan, sangat penting baginya menyampaikan hal tersebut kepada para Taruna/Taruni sekolah Pelayaran, dengan tujuan untuk melahirkan pelaut-pelaut tangguh guna mengawaki kapal-kapal Niaga di seluruh penjuru dunia. Sedang teknologi MASS tersebut, tujuan akhirnya adalah menghilangkan para pelaut dan digantikan perannya oleh Artificial Intelligence (AI).

Yang menjadi sorotan lain dari  Ka. Bid Hukum DPP Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran ini adalah melihat dahulu peta kekuatan negara-negara yang terdapat di International Maritime Organization (IMO). Dewan IMO sendiri dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori A dimana anggotanya adalah Negara-Negara yang memiliki interest tertinggi dalam dunia perkapalan. Kategori B adalah negara dengan interest di bidang SeaBorne Trade, serta Indonesia di Kategori C ; dengan interest di letak geografisnya.

“Jadi para raksasa shipping saat ini berada di kategori A. Mari Kita lihat siapa saja yang menjadi Negara-negara sponsor teknologi MASS ini? Mereka adalah negara Denmark, Estonia, Finlandia, Jepang, Belanda, Norwegia, Korsel, Inggris, Amerika. Dan bisa dikatakan semuanya mewakili Kategori A,” ungkap Capt Hakeng.

Berdasarkan data yang didapatkan dari situs wikipedia.org, maka untuk Negara-Negara tersebut dan ditambah Indonesia, pertambahan jumlah penduduknya adalah Denmark,  -0,01  persen, Estonia : -3.40 persen, Finlandia -0.16 persen, Jepang -1.31 persen, Belanda 1.52 persen, Norwegia 1.64 persen, Korsel 2.57 persen, Inggris 3.01 persen, Amerika 5.45 persen dan Indonesia 12.20 persen.

“Dari sini dapat kita lihat serta amati bahwa patut diduga yang menjadi alasan-alasan negara-negara tersebut mau mensponsori implementasi teknologi ini adalah terkait  kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mereka alami. Dan jika pun SDMnya  ada, yang ingin menjadi pelaut sangatlah sedikit,’ bebernya.

Capt Hakeng memberikan contoh negara Norwegia. Sebagai salah satu contoh kekuatan di dewan Kategori A,  Norwegia adalah negara yang sangat makmur seperti umumnya Negara-Negara Skandinavia. Soal security dan safety tentunya mereka disebut yang terbaik. Bahkan bisa dikatakan di atas Negara Eropa lainnya.

Negara dengan populasi yang hanya 5 juta penduduk ini sudah sedemikian majunya dalam dunia pelayaran. Tapi SDM-nya sangat minim. Maka keberadaan Pelaut asing di kapal-kapal Norway atau Uni Eropa lebih dilihat sebagai CASH OUT devisa Negara mereka.  Jumlahnya sekitar 30 persen dari neraca berjalan sektor transportasi laut.

“Tentunya bagi negara-negara ini, mereka tidak memiliki romantisme dengan menghilangkan pelaut diatas kapal, karena bukan warga negara eropa juga. Maka diciptakanlah MASS, yang pertama di Norway, dan berlayar di antara Fjord. Buat mereka MASS adalah penyelamat devisa. Sementara buat negara yang memiliki pelaut banyak, MASS adalah bencana apabila di-approve oleh IMO,” tegas Capt. Hakeng.

Ada hal yang harus dipertimbangkan sebelum menerapkan teknologi MASS di Indonesia menurut Capt. Hakeng. Penerapan MASS ini harus terlebih dahulu dilengkapi dengan aturan yang jelas.

“Teknologi kapal tanpa awak harus dipikirkan secara matang penerapannya di Indonesia.  Karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut terutama berhubungan dengan regulasi, dimana dalam kesempatan ini saya mencoba menghubungkannya dengan Undang Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran.,” ujar Capt Hakeng yang juga Sekjen Serikat Pekerja Forum Komunikasi Pekerja dan Pelaut Aktif Pertamina ini.


Lalu, lanjut Capt Hakeng, apakah kehadiran MASS tersebut telah sesuai dengan UU pelayaran tersebut? Ia menjelaskan, dalam Bab V Pasal 8 ayat 1 ditegaskan kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.

“Dalam Pasal 8 Ayat 1 UU Pelayaran tersebut jelas dituliskan diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Teknologi MASS ini pastinya bertentangan dengan isi pasal ini,” ungkapnya.

Selain itu juga menurut Capt. Hakeng, penerapan MASS jika terkait pengawakan kapal tidak sesuai dalam Pasal 135 yang tertulis, “Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,” tegasnya.

Kemudian lanjutnya, dalam Pasal 137 ayat 1 juga disebutkan Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.

“Jika tidak ada lagi Nakhoda lalu siapa yang menjadi subyek hukum pasal ini? Bagaimana tugas itu bisa dilaksanakan jika nahkoda tidak ada di kapal? Ini baru membahas keterkaitannya dengan UU Pelayaran, masih banyak aturan lain yang berkaitan langsung dengan pengawakan kapal yang berpotensi ditabrak oleh kehadiran MASS ini,” katanya.

Dan sebagai Pengamat Keamanan dan Keselamatan Maritim, Capt Hakeng juga berpendapat bahwa soal keselamatan dan keamanan pelayaran penting diperhatikan mengingat MASS ini tidak ada awak.

Ditegaskan dia lagi, “Peristiwa pembajakan kapal laut ketika sedang melakukan pelayaran sampai saat ini masih acapkali terjadi. Itupun yang dibajak kapalnya masih ada awak kapalnya. Bagaimana bila tidak ada awak kapalnya? Bagaimana nasib para penumpangnya nanti?,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, sepanjang 2019 hingga 2020 saja telah tercatat terjadi 65 kasus pembajakan kapal di wilayah Indonesia. Belum lagi fakta bahwa saat ini kasus penyelundupan Narkoba 80 persen masih menggunakan transportasi laut.

“Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kapal-kapal yang melintas adalah MASS, maka kapal-kapal speed boat para penyelundup Narkoba yang memiliki kecepatan 3 hingga 4 kali lipat kapal MASS tersebut akan dengan mudah menghampiri dan menempelkan narkoba di lambung kapal tanpa terdeteksi untuk kemudian mengambilnya lagi di pelabuhan tujuan. Pola yang sama bisa juga digunakan juga oleh para Teroris yang sampai saat ini, isu terorisme masih menjadi momok besar dalam kehidupan berbangsa bangsa Indonesia,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi kekhawatiran dia, MASS yang dikendalikan dari jarak jauh melalui operator di daratan secara tidak langsung akan menggusur keberadaan dari nahkoda dan anak buah kapal.

Mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal Niaga maupun kapal Perikanan. Dari jumlah tersebut, ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan No. 1 di Dunia.

Selain itu penerimaan negara dari pelaut juga tidak bisa dikatakan sedikit. Tercatat potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia di luar negeri mencapai sekitar Rp 151,2 triliun setahun. Perkiraan perhitungan itu didapat dari rata-rata gaji pelaut Indonesia di luar negeri sebesar USD 750 atau setara Rp 10,5 juta per bulan. Jumlah itu dikalikan jumlah pelaut sebanyak 1,2 juta orang per Februari 2021 dan dikalikan 12 bulan.

“Kehadiran MASS bisa mengakibatkan munculnya masalah terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor kemaritiman. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi bagi Bangsa Indonesia,” pungkasnya. (git/fin)

Sumber: www.fin.co.id
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com