Terjadi perdebatan dan perang argumen antara saksi dari BPKP dan saksi ahli meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi dana Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi, dengan terdakwa AM Firdaus.
Bahkan, Ketua majelis hakim Eliwarti sempat menegur pengacara terdakwa dengan keras dalam sidang kemarin (5/2). Saksi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi, adalah Abdul Khoir. Sementara, saksi ahli yang meringankan adalah Prof Johni Najwan.
Dalam memberikan keterangan ahli, Abdul Khoir dari BPKP, mengatakan bahwa audit yang dilakukan dalam kurun waktu mei 2009 sampai Desember 2011 adalah sah, berdasarkan aturan yang bersandar pada undang-undang No 17/2003 tentang pengelolaan keuangan negara. Diketahui ada kerugian negara senilai Rp 1,5 miliar. ”Ada pengeluaran yang seharusnya tidak keluar namun keluar, dugaan penyimpangan berdampak kerugian negara,” ujar Ahli dalam persidangan.
Abdul Khoir (Saksi dari BPKP) :
Itu tanah negara, sudah di konfirmasi ke BPN Pusat melalui Biro hukum BPKP Pusat. Dinyatakan bahwa berdasarkan SK gubernur, pencadangan yang menguatkan bahwa itu tanah negara yang akan dilepaskan.
Johni Najwan (saksi ahli meringankan) :
Pramuka bukan merupakan badan negara, tetapi organisasi kemasyarakatan yang dipertegas dalam pasal 30 Undang-undang no 12 ayat (4) tahun 2010.
Dikatakannya juga, bahwa proses awal tidak sesuai ketentuan, kemudian dalam pengelolaan dan penguasaan atas lahan yang kemudian menjadi dasar penerimaan negara, tidak ada izin atau legalitas, dan tanah tersebut juga merupakan tanah milik negara.
”Itu tanah negara, sudah di konfirmasi ke BPN Pusat melalui Biro hukum BPKP Pusat. Dinyatakan bahwa berdasarkan SK gubernur, pencadangan yang menguatkan bahwa itu tanah negara yang akan dilepaskan,” ujar ahli dalam persidangan.
Diterangkan ahli juga, bahwa uang masuk dari kebun tersebut sebesar Rp 300 - 500 juta per bulan, merupakan penerimaan negara. ”Iya betul. Karena diperoleh dari fasilitas yg dimiliki negara,” tuturnya.
--batas--
Sementara itu, Prof Dr Johni Najwan mengatakan, BPKP tidak berhak untuk mengaudit keuangan Kwarda, seharusnya yang mengaudit adalah Lembaga Pemeriksaan Keuangan (LPK) Pramuka sendiri berdasarkan Kepres. Karena ini merupakan suatu organisasi yang mandiri, sukarela dan non-politis. “Artinya, Pramuka bukan merupakan badan negara, tetapi organisasi kemasyarakatan yang dipertegas dalam pasal 30 Undang-undang no 12 ayat (4) tahun 2010,” beber Johni.
”Ini tidak bisa dikatakan suatu tindak pidana korupsi, ini merupakan hukum perdata. Jika ada kerugian hanya ada tanggungjawab untuk mengganti, dan bukan hukum pidana,” ujar Prof Johni Najwan dalam persidangan.
Kemudian dalam pertanggungjawabannya dilakukan melalui Musyawarah Daerah (Musda) sesuai dengan pasal 30 undang-undang no 12 ayat (6) tahun 2010, tidak ada pertanggungjawabannya kepada Pemerintah Provinsi maupun Pusat. "Jadi ini tidak bisa dikatakan adanya kerugian negara," tuturnya.
Dirinya juga menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan penzaliman terhadap seseorang karena telah menetapkan seseorang sebagai tersangka yang belum jelas titik permasalahan dalam kasusnya. "Menurut saya itu penzaliman," tegas Johni Najwan.
Masalah izin Hak Guna Usaha (HGU) dalam pengelolaan lahan tersebut, Dosen Fakultas Hukum, Universitas Jambi ini mengatakan bahwa kasus ini tidak bisa dikenakan dalam hukum pidana. “Karena sesuai dengan Undang-undang pokok agraria dan peraturan pemerintah no 24 tahun 1997 tentang kebijakan nasional dalam bidang pertanahan, yang menentukan bahwa HGU diusulkan dalam hukum perdata kepada pengusahanya. Perusahaan yang mengusulkan,” ujarnya Johni.
Sementara itu, ditempat berbeda, penyidik Kejati Jambi kembali memeriksa satu orang saksi, untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan penyimpangan Kwarda Gerakan Pramuka Jambi tahun 2011-2013 dan Perkepinas, dengan tersangka Sekda Provinsi Jambi, Syahrasaddin dan Kawan-kawan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Masyroby, mengatakan bahwa penyidik kembali sudah memanggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan, namun yang datang memenuhi panggilan hanya, Ahmad Muthalib.
”Saksi yang datang memenuhi panggilan Cuma satu orang, yaitu Ahmad Mutalib, sedangkan Ridwan sakit, jadi tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik,” ujar Aspidsus Kejati Jambi, Masyroby, Rabu (5/2).
Namun Pasca pelimpahan tahap dua berkas dan barang bukti Sepdinal, tersangka kasus dugaan penyimpangan Kwarda Gerakan Pramuka Jambi tahun 2009-2011, Kejaksaan Negeri Jambi langsung menyusun dakwaan.
Kasi Pidana Khusus Kejari Jambi, Raadi Oktavian, mengatakan berkas telah dilimpahkan Penyidik Kejati Jambi ke jaksa penuntut umum. Masih ada waktu 20 hari untuk proses penyusunan dakwaan. ”Berkas sudah samai kejari. Kita punya waktu 20 hari, sementara itu kita susun dakwaan,” ujar Raadi, Rabu (5/1).
Baru setelah setelah dakwaan disusun secara cermat, berkaas dilimpahkan pengadilan. Pihak pengadilan setelah itu baru menjadwalkan sidang, penunjukan majelis hakim yang memimpin persidangan, dan sebagainya. "Belum tahu butuh berapa lama. Nanti kita lihat kapan dilimpahkan," lanjutnya.
sumber: jambi ekspres