Suku Jawa, Votegetter Dan Elektabilitas

Posted on 2014-04-28 16:30:00 dibaca 4475 kali
Eksistensi suku Jawa dalam era Pemilihan Langsung dan Pemilu Kada selalu menjadi perhatian terutama untuk menentukan pemimpin balon (bakal calon) yang akan diusung dalam kompetisi   pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) hingga Presiden. Disamping itu suku Jawa banyak pula dimanfaatkan sebagai votegetter dalam kampanye Pileg dan Pemilu kada. Jokowi selalu hadir ketika ada calon bupati/walikota daerah lain   yang di dukung oleh PDI Perjuangan. Ketika menjadi votegetter jelas tupoksi utamanya sebagai Gubernur DKI akan ditinggalkan sejenak. Jadi pantas ini salah satu penyebab beliau tidak mampu melakukan akselerasi terhadap pembangunan  di Jakarta.

Tidak terkecuali ketika pemenangan Sy. Fasha dalam pemilihan walikota Jambi baru-baru ini, Jokowi juga hadir. Seolah votegetter penjamin dan mengetahui persis integritas dan kualitas calon kepala daerah.  Ketika Pemilu kada pemilihan Walikota Jambi tahun 2008, pasangan Bambang dan Sum Indra memenangkan kompetisi, factor dr. Bambang sebagai orang Jawa dan sekaligus ketua Paguyuban Jawa tidak dapat kita abaikan begitu saja. Demikian juga kemenangan Walikota Jambi tahun 2013 yang dimenangkan oleh Fasha/Abdullah Sani, factor keberadaan Abdullah Sani tidak dapat diabaikan begitu saja, karena istri Abdullah Sani adalah orang Jawa.

Fenomena yang menarik lagi di Tanjab Timur, proporsi suku Jawa lebih kurang 45 %, dan ini dimanfaatkan oleh PAN dengan baik, sehingga PAN di Tanjab Timur meraup angka 50 % lebih. Sebagai ucapan terima kasih terhadap suku Jawa ini, maka Heri Widodo-pun dipromosikan menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Tanjab Timur menggantikan Rahmat Derita yang pindah menjadi Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi. Fenomena menarik terjadi juga di Sumatera Utara, Gubernur nya sekarang adalah orang Jawa. Dugaan penulis, karena pemilih yang tidak golput  sebagian besar adalah orang Jawa. Kalau tidak banyak yang golput ketika itu, kemungkinan besar H. Gatot Nugroho, A.Md, ST., M.Si (suku jawa) tidak terpilih. Disinyalir penduduk pribumi lebih banyak tidak memilih ketimbang memilih.

Sabdo Pandito Ratu
Suku Jawa mempunyai watak sangat patuh dengan pemimpinnya. Ada semacam keyakinan ketenangan mereka, jika pemimpin mereka adalah orang Jawa. Mereka sangat yakin makna Sabdo Pandito Ratu yaitu : jika penguasanya orang Jawa, maka, setiap ucapannya adalah benar dan setiap janjinya adalah tepat. Ketika memilih mereka selalu memastikan apakah  calon pemimpin mereka orang Jawa atau bukan?  Apalagi calon pemimpinnya merupakan ketua komunitas Jawa, maka sudah dipastikan minimal 75 %  pemilih Jawa akan memilih ketua paguyubannnya. Apalagi calon pemimpin mereka mengamalkan ajaran Sabdo Pandito Ratu.
--batas--
Untuk lebih lengkapnya makna Sabdo Pandito Ratu dapat dijabarkan berikut ini. Sabdo Pandito Ratu adalah kemampuan seseorang yang dimiliki setelah seseorang menempuh lelaku misalnya lelaku dari keilmuan goib, lelaku sabar, lelaku zulud (orang yang berusia 60 tahun keatas yang sudah pensiun dan tidak mengumpulkan harta/tidak tertarik duniawi) atau seseorang karena titisan leluhur yang waskita, dimana kemampuan ini adalah berupa ucapan atau tulisan atau hasil cipta semedi yang akan dikabulkan oleh Tuhan dengan sungguh-sungguh sehingga menjadi kenyataan (ghoilul wujud/ghoib yang sudah berwujud) yang terjadi saat itu juga atau beberapa waktu kemudian (Iyan Setiawan).

Peluang suku selain Jawa dalam Pilpres.
Preferensi masa lampau sepanjang Pemilu dan Pemilihan Presiden baik tidak langsung maupun langsung menunjukkan bahwa belum pernah terjadi suku lain selain Jawa menjadi Presiden Soekarno pada Orde Lama melalui pemilihan tidak langsung (1955) : Soekarno terpilih sebagai presiden. Soeharto pada Orde Baru terpilih melalui pemilihan tidak langsung pada tahun (1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997), Kemudian Dr. Susilo Bambang Yudhoyono terpilih melalui mekanisme pemilihan langsung (2004 dan 2009). Memang pernah terjadi pada orde Lama Presiden Indonesia berasal dari suku Minang dan Bugis. Terjadinya hal tersebut karena Indonesia dalam keadaan darurat (genting). Masa orde lama Mr. Syafrudin Prawiranegara berasal dari Sumatera Barat  (19 Desember 1948 – 13 Juli 1949) menjabat sebagai Presiden RI manakala Soekarno berada dalam tahanan, kemudian Mr. Assad juga berasal dari Sumatera Barat (27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950) pernah sebagai Pemangku Jabatan Sementara Presiden RI dan terakhir adalah BJ Habibie (21 Mei 1998 -20 Oktober 1999) menjadi Presiden RI karena Soeharto lengser keprabon.

Berdasarkan fakta-fakta sejarah, sangat kecil kemungkinan ke depan selain suku Jawa memiliki tingkat keterpilihan (elektabilitas) melalui mekanisme pemilihan bisa menjadi Presiden. Hal ini disebabkan karena penduduk/pemilih Jawa memang jauh lebih banyak dari suku daerah lain. Fakta menunjukkan bahwa hampir di seluruh  daerah di luar Jawa terdapat suku Jawa berkisar 10% sampai 40 %.

(Penulis adalah Ketua Pelanta (NIA 201307002) dan Dosen PNSD Kopertis wil X dpk STISIP NH Jambi).





Sumber : Jambi Ekspres
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com