Pendidikan di Tebo, Siaga Tiga

Posted on 2014-04-30 17:05:00 dibaca 4855 kali
Pendidikan meru­pakan jembatan suatu bangsa guna melepas­kan diri dari kebodo­han dan ketertinggalan. Pen­didikan wajib diperoleh se­tiap anak bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945. Namun untuk memperoleh pendidi­kan haruslah didukung den­gan kemampuan ekonomi, mengingat adanya ongkos yang harus dikorbankan un­tuk memperoleh pendidikan. Maka dari itu pada tahun 2005 pemerintah membuat kebijakan berupa program bantuan operasional sekolah (BOS). BOS merupakan kebi­jakan pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan berupa biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar 9 tahun. Pada tahun 2009 disahkannya pasal 31 ayat 4 UUD 1945 sehingga pemerintah memprioritas­kan 20 % APBN untuk pen­didikan. Tercatat dana yang dikucurkan untuk BOS dari Rp 5,14 trilliun pada tahun 2005 dan pada tahun 2013 mengalami terus pening­katan hingga mencapai Rp 27,48 trilliun.

Jelas itu merupakan angin segar bagi pendidikan di in­donesia. Namun nikmatnya pendidikan tidak dirasakan oleh masyarakat di daer­ah terpencil. Di Kabupaten Tebo dunia pendidikan su­dah semakin berkembang ditandai dengan beberapa kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana dunia pendidikan yang baik serta didukung oleh tenaga penga­jar yang memiliki kompeten di bidangnya. Kecamatan yang tergolong maju dalam dunia pendidikan adalah Kecamatan Rimbo Bujang, Rimbo Ulu, Rimbo Ilir, Tebo Ulu sedangkan Kecamatan yang lainnya tergolong se­dang hal itu ditandai dengan kemajuan dunia pendidikan hanya yang berada di Ibukota Kecamatan atau Kabupaten, lain halnya dengan daerah di seberang dan pedalaman seperti di Kecamatan Sumay, Serai Serumpun, Tebo Ilir dan VII Koto.

Paradoks pembangunan pendidikan di Kabupaten Tebo
Angka putus sekolah dan buta huruf di daerah seberang dan pedalaman di Kabupaten Tebo sangat mem­prihatinkan dimana hampir 95 % masyarakat Suku Talang Mamak di Dusun Simaranti­han Kecamatan Sumay adalah buta huruf, sedangkan di desa lainnya banyak orang tua dan anak – anak buta huruf walau­pun kondisi desa mereka lebih baik belum lagi nasib Suku Anak Dalam di Kabupaten Tebo.

Ironi melihat kenyataan paradoks ini, dengan adan­ya peningkatan dana untuk kemajuan pendidikan se­harusnya tidak ada lagi anak bangsa Indonesia yang tidak bersekolah karena terhambat masalah biaya. Pembangunan pendidikan tidak diukur dari besaran dana yang terus men­ingkat dari tahun ke tahun, tetapi bagaimana dana itu diolah secara tepat guna dan sasaran. Jika kita renungkan, muncul pertanyaan mengapa harus ada daerah tertinggal di negeri yang kaya ini? Ke­bodohan menjadi penyebab ketertinggalan. Satu-satunya usaha untuk memberantas kebodohan adalah dengan pendidikan.

Faktor ekonomi meru­pakan faktor pengham­bat yang mempengaruhi perkembangan pendidikan di masyarakat pedalaman di Kabupaten Tebo selain kon­disi alam yang sangat sulit untuk ditempuh. Di daerah pedalaman harga kebutuhan pokok membumbung tinggi, dan sulitnya mendistribusi­kan bahan pertanian atau­pun hasil perkebunan.

Melirik lagi bagaimana den­gan kualitas tenaga pengajar ataupun keaktifan tenaga pengajar? Kualitas tenaga pengajar di daerah seberang tergolong memprihatinkan bagaimana para sarjana atau­pun guru tetap keaktifaan­ya sangat buruk sehingga kadangkala Kepala Sekolah mengangkat pemuda lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk menjadi tenaga penga­jar. Tentu inilah suatu kemun­duran bagi dunia pendidikan Kabupaten Tebo, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditem­patkan pada daerah tertinggal kadangkala tidak melaksana­kan tugasnya dengan baik apalagi jika PNS tersebut berdomisili di luar daerah Kabupaten Tebo namun ber­tugas di daerah pedalaman di Kabupaten Tebo kinerjanya tergolong kurang baik.

Pemerintah tentunya perlu memperhatikan masalah tersebut serta berusaha men­cari solusinya. Banyak peker­jaan rumah yang perlu dis­elesaikan yaitu kesejahteraan dan keamanan para Guru, Honorer maupun para Peng­abdi di dunia pendidikan.
Solusi guna mencapai pem­bangunan pendidikan yang kredibel dan berkeadilan
--batas--
Keinginan orang tua agar anaknya lebih baik dari orang tua merupakan suatu sem­boyan yang sering diucapkan oleh semua orang tua dan menjadi senjata ampuh un­tuk menjadi semangat bagi orang tua dalam mewujud­kan semua itu. Namun hal itu belumlah cukup untuk mewujudkan pendidikan yang kredibel dan berkea­dilan tanpa adanya peran serta dari pemerintah. Solusi yang penulis tawarkan guna mencapai pembangunan pendidikan Indonesia yang kredibel dan berkeadilan, yaitu :

1. Memanfaatkan potensi mahasiswa yang menimba ilmu di daerah terdekat.
Mahasiswa merupakan agent of change kita semua mengetahui bahwasanya ma­hasiswa dituntut mengem­ban Tri Dharma perguruan tinggi, maka dari dasar itulah mahasiswa dituntut untuk memiliki peran serta serta membagikan ilmu yang telah didapat.

2. Mengutamakan pemban­gunan yang berkualitas.
Guru yang profesional har­uslah menunjukkan kehe­batannya dalam mendidik. Setiap guru yang sudah ser­tifikasi harus memiliki siswa bimbingan untuk dibimbing secara intensif. Siswa ini sebagai produk dari guru, yang progress pendidikan­nya terus dipantau hingga siswa menamatkan sekolah­nya. Untuk hal ini, sekolah bisa memberikan reward berupa prioritas mendap­atkan kursi di tingkat pen­didikan yang lebih tinggi dan baik. Bagi guru yang sudah membimbing cukup diperhatikan kesejahter­aannya agar nyaman dalam bertugas.

3. STOP ketidaktahuan aliran dana pendidikan teru­tama dana BOS.
Solusi untuk meminimali­sir penyalahgunaan dana pendidikan ini maka setiap siswa/ortu/wakil siswa ikut andil memberikan laporan tentang penggunaan dana pendidikan yang mereka teri­ma. Laporan ini bersifat wajib untuk dibuat dan disampaikan ke pemerintah pusat. Seh­ingga pemerintah pusat tidak hanya menerima laporan dari pengelolah dana yaitu Dinas Pendidikan daerah dan Pimpi­nan Sekolah, melainkan juga dari pengguna serta penerima manfaat langsung dari dana pendidikan.

4. Pemerataan persebaran tenaga pendidik
Kepala Sekolah dilarang menerima guru baru jika di sekolahnya sudah ada guru yang sesuai jurusannya dan sudah sertifikasi. Ini diter­apkan tujuannya agar para guru yang sudah sertifiksasi benar-benar melaksanakan kewajibannya karena dia akan menerima haknya berupa tunjangan profesi. Guru yang berada di kota terutama yang telah sertifikasi harus disebar ke daerah yang sering disebut “kekurangan guru” untuk memenuhi jam mengajarnya. Sehingga tercipta keadilan guru yang menerima tunjan­gan sertifikasi melaksanakan tugasnya mengajar 24 jam seminggu.

Pembangunan pendidikan Indonesia bak perjalanan pan­jang yang dihadapkan dengan rintangan. Namun, masih banyak cara untuk bisa me­lewatinya agar pembangunan pendidikan Indonesia terus maju. Dibutuhkan komitmen supertinggi dari para pemangku jabatan di sektor pendidikan baik daerah maupun pusat un­tuk pembangunan pendidikan Indonesia yang lebih baik khusus­nya di Kabupaten Tebo. Pendidik bukanlah dia yang memiliki ilmu untuk mengajar namun dia yang memiliki jiwa pendidik dan yang memiliki panggilan jiwa.
(Penulis adalah Maha­siswa Sastra Inggris Univer­sitas Muara Bungo (UMB) Ketua Umum Forum Maha­siswa Tebo (FORMAT)

sumber : Jambi Ekspres
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com