BUNGO, Sidang kasus kerusuhan antara warga Dusun Pedukun dan Lubuk Niur kembali digelar, Selasa (9/4) kemarin. Kedua terdakwa, Zulfahmi dan Romi, dituntut hukuman delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang terpisah.
Tuntutan yang ditujukan oleh JPU terhadap Zulfahmi itu lantas memancing protes warga Pedukun yang memenuhi ruang sidang yang menganggap tuntutan terlalu ringan.
Akibatnya, terjadi kericuhan antar warga dalam ruang sidang. Caci maki antara warga lubuk Niur dan Pedukun tidak terelakkan. Bahkan, Jaksa yang memimpin jalannya persidangan juga menjadi sasaran cacian warga Pedukun yang hadir.
Pada sidang pertama adalah, Zulfahmi, dengan agenda mendengarkan tuntutan yang dibacakan oleh JPU, Teguh Priyanto. Tuntutannya, Teguh mengatakan mantan anggota DPRD Bungo itu terbukti secara sah dan meyakinkan atau memprovokasi warga dalam kerusuhan, dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Atas perbuatannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan vonis delapan tahun penjara. Jumlah tuntutan itu lantas memancing protes warga Pedukun yang memenuhi ruang sidang yang menganggap tuntutan terlalu ringan.
“Tidak bisa itu, harusnya dihukum mati,” teriak warga yang hadir pada saat sisang itu.
Bahkan, warga yang hadir juga minta hakim tidak lagi menjatuhkan tuntutan, tapi, mereka meminta agar Zulfahmi dan Romi langsung divonis. “Ngapo pulak pakai-pakai tuntutan, langsung vonis be, capek kami kesini terus,” kata warga pedukun, yang didominasi ibu-ibu.
Warga juga saling mengeluarkan kata-kata kotor dihadapan hakim, sambil bersorak-sorak. Demikian pula saat Romi yang duduk di kursi terdakwa. Puluhan aparat kepolisian mesti bekerja keras melakukan pengamanan, karena warga merangsek ke arah Romi usai disidang.
Suasana tegang terbawa hingga ke luar ruang sidang. Bahkan dengan alat pengeras suara, warga terus meneriakkan ketidak puasannya. Bahkan majelis hakim tak luput juga menjadi sasaran makian.
“Hakim sudah disuap oleh keluarga tedakwa. Hakim tidak bekerja professional,” ujar warga lagi.
Menanggapi ini, hakim tidak mau terpancing. Hakim ketua Fitriyadi, berkali-kali memberi penjelasan tentang prosedur persidangan. Bahkan ia terlihat berkali-kali menepuk meja untuk menenangkan massa.
“Ada prosedurnya, kita harus berimbang dan adil. Kita beri kesempatan kuasa hukum terdakwa melakukan pembelaan, setelah itu silakan JPU menanggapi. Nah kemudian baru diputus, kami yang memutuskan,” ujarnya.
Ditemui usai sidang, Sarbaini, kuasa hukum Zulfahmi, mengatakan JPU tidak cermat menerapkan pasal. Dengan pasal 170 KUHP, menurutnya tuntutan jaksa terlalu tinggi untuk kliennya.
“Mereka menuntut harusnya punya bukti yang kuat. Faktanya kan tidak seperti itu. Jelas kami akan lakukan pembelaan,” sebutnya.
Sarbaini mengatakan, apa yang dilakukan oleh kliennya pada saat kerusuhan tersebut wajar-wajar saja. Alasannya adalah yang bersangkutan mempertahankan desanya.
“Itu namanya mempertahankan desa. Hal seperti itu sama saja membela diri. Masak membela diri tidak boleh,” ujarnya lagi.
Dia mengatakan, menurut kenyataan pada saat kejadian, bahwa korban yang terkena tembakan tersebut diarah punggung, sedangkan kliennya berhadapan dengan korban. Jadi kalau menurut asumsinya, bisa jadi yang melakukan penembakan tersebut adalah teman-teman mereka saja.
“Bisa jadi mereka mau menembak musuh malah yang terkena tembakan adalah teman sendiri. Bisa saja kan seperti itu. Dan itu jawaban itu yang tidak kami dapat dari jaksa. Mereka tidak bisa membuktikan itu,” katanya.
Pantauan harian ini kemarin, usai sidang, Zulfahmi juga sempat emosi kepada warga Pedukun yang hadir. Bahkan, ada salah satu keluarga dari Zulfahmi yang pinsan. Untuk mengamankan jalannya persidangan, pihak kepolisian selalu mengamnakan jalannya persidangan.
“Pada sidang kali ini, dua pleton personil yang turun,” kata Kasubag Humas Polres Bungo, AKP Harbunas. (sumber: jambi ekspres)