Tanggal 30 April lalu merupakan hari Dies Natalis Universitas Jambi (UNJA). Pada saat ini, UNJA sudah berumur genap lima puluh tahun. Dalam perjalanannya Unja sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mengalami pasang surut dan penuh tantangan. Berbagai persoalan terkait perluasan akses, tatakelola dan peningkatan daya saing masih menyelimutinya. Mampukan Unja bertahan dalam dinamika pendidikan global?
Bila ditilik sejarahnya, perkembangan Unja cukup lamban dalam merespon perluasan akses pendidikan, perbaikan tata kelola dan peningkatan daya saing pendidikan tinggi. Kelambanan itu dipicu oleh belum fokusnya Unja dalam mengelola pendidikan tinggi dan visi pendidikan tinggi yang belum nampak sebagai perguruan tinggi yakni pusat unggulan pendidikan dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Padahal, dukungan sumber belajar yakni sumber daya alam, agro industri dan berbagai persoalan lingkungan telah di depan mata.
Dalam konteks perluasan akses pendidikan, Unja belum menyediakan program studi yang bervariasi. Menu utamanya hanyalah lima fakultas yang tersedia bila merujuk organisasi dan tatakerja (OTK) No: 0188/O/1995. Fakultas yang ada pada OTK itu semua berupa pemberian (given) oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Namun, mulai tahun 2003 Unja memiliki warna baru akibat munculnya program Magister (S-2) dan mulai dirintisnya program studi pendidikan dokter. Faktanya, pendidikan dokter baru terwujud melalui proses yang cukup pelik dan melelahkan. Kelelahan itu dipicu oleh persyaratan yang ketat oleh direktorat jenderal pendidikan tinggi dan berbagai komponen yang terkait yang tidak hanya merujuk SK dirjen DIKTI 108.
Intinya, perluasan akses pendidikan, tatakelola yang tidak mengalami perubahan yang cukup berartiyang gilirannya dapat berimbas kepada peningkatan daya saing pendidikan yang stagnan. Merujuk pada tingkat keketatan calon mahasiswa yang akan kuliah di Unja ratio paling tinggi adalah program studi pendidikan dokter yakni 1:80 untuk tahun 2012 (Siakad Unja, 2013). Inilah sebagai bukti bahwa penambahan program studi baru sangat dibutuhkan. Yang utamanya program studi yang belum jenuh lulusannya serta prodi tersebut memberikan perspektif baru tentang kemajuan Unja maupun lompatan ilmu pengetahuan dan lapangan pekerjaan baru.
Bila dicermati lima tahun terakhir, faktor kelambanan Unja yang lain setidaknya terungkap oleh dua hal. Pertama menyangkut pengelola Unja kurang patuh dalam mengikuti perkembangan pengelolaan pendidikan tinggi yang tertuang dalam kerangka kerja DIKTI yakni Higher Education Long Term Strategy (HELTS). Atau dengan sebutan lain yakni “tidak taat azas”. Padahal, HELTSmerupakan acuan dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikan tinggi. Yang mestinya, Unja sejalan dengan kerangka kerja itu. Namun, Unja berlaku malah sebaliknya, yakni dicekal dan “tidak taat azas” dalam mengelola pendidikan yang berakibat pada stagnasi pengembangan staf dan berbagai dana hibah yang digulirkan serta kemajuan Unja secara menyeluruh yang diukur oleh indikator kinerja pengelolaan pendidikan tinggi di tanah air.
Kedua, kelambanan dalam reposisi dan internalisasi tatakelola terhadap dinamika pendidikan global. Kekurangtanggapan itulah yang perlu disadari dalam merespon tekanan eksternal pendidikan. Gebrakan dan lompatan pengembangan program studi baru yang umurnya setengah abad belum sebanding dengan tuntutan eksternal yang cenderung menggelobal. Itulah perlunya pemikiran baru tentang reposisi Unja agar lebih baik dan berwibawa.
Merajut Unja baru
Nampaknya, para pemangku kebijakan di Unja mulai gerah dalam kondisi ini. Mulai tahun 2012 telah disusun arah kebijakan Unja untuk menuju lebih baik. Organisasi dan tatakerja (OTK) yang responsif terhadap perkembangan pendidikan mulai disusun. Disamping itu, pembentukan lembaga baru yakni Lembaga Pengkajian, Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP3M) mulai dibentuk. Merujuk pada Statuta Unja, lembaga itu sangat strategis perannya. Peningkatan kualitas pembelajaran dan kapasitas institusi menjadi tanggung jawabnya. Kendatipun hingga saat ini kerjanya belum optimal, setidaknya program studi yang terakreditasi A telah diinisiasi oleh Fakultas Peternakan.
Yang lebih mengejutkan di tahun 2013, Unja membuat lima fakultas sekaligus yakni Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Fakultas Ilmu Sosial Politik, Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Teknologi Pertanian. Inilah tindakan sporadis dalam mengejar ketertinggalan. Keberanian itu muncul akibat dari mandat pemerintah republik Indonesia melalui Dirjen Dkiti tahun 2012 yakni pemberian izin program studi baru sebanyak 20 program studi pada jenjang S-1, S-2 dan S-3 (Ilmu Hukum).
Kendatipun hingga saat ini, pro dan kontra terus berlangsung dari berbagai pihak yang masing-masing memiliki argumentasi yang memadai. Pertama, sebagaian pro karena memang sudah seharusnya dilakukan dalam menjawab persoalan pendidikan global yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menu program studi yang bervariatif dalam berbagai jenjang akan menambah wibawa Unja sebagai PTN kebanggaan warga Jambi maupun secara nasional.
Sebagian kontra, dipicu oleh perubahan Unja yang dinilai tidak berpola dan tidak dilakukan secara bertahap atau dapat dibuat sebutan lain yakni “perubahan Unja yang sporadis”. Inilah membuat civitas akademika terkejut dan dipaksa untuk merubah pola pikirnya secara radikal pula. Tentu, berbagai hal perlu dipertanyakan. Misalnya, kesiapan sarana fisik, non fisik, sumber daya manusia, piranti lunak dan beberapa komponen lainnya. Inilah yang memaksa Unja harus lebih trasparan dalam pengelolaannya. Yang lebih utama adalah para pelaku sebagai pengelola yang mendapat tugas tambahan (Permendinas No: 67 tahun 2009) agar membangun sinergisme dalam menentukan arah kebijakan Unja yang lebih terukur.
Dalam konteks pencitraan, seiring dengan berjalannya waktu, tidak bisa dipungkiri lagi dalam Web Unja pengunjungnya meningkat secara drastis bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang lebih menarik tentunya hadirnya fakultas baru misalnya, fakultas Sains dan teknologi (http://www.unja.ac.id/fst) merupakan fakultas baru yang menu program studinya cukup bervariasi mulai dari program studi diploma maupun strata satu)
Tentu saat ini, Unja bukan melakukan gerakan yang lamban (evolusi) tetapi gerakan yang sangat cepat (revolusi) dalam segala hal. Perimbangan kecepatan perubahan lokomotif Unja sangat bergantung para pemangku kebijakan dan hendaknya disikapi dengan kerja keras dari semua elemen yang terkait. Perubahan Statuta, organisasi dan tatakerja (OTK) dan arah kebijakan umum dan rencana strategisnya disusun secara matang demi kemajuan Unja.
Pada akhirnya, kebergantungan antar elemen yang terkait sangat menentukan kemajuan Unja. Sporadisme perubahan akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap reposisi Unja. Selamat Dies Natalis Unja, kemajuan dan pergerakan pendidikan progresif sangat ditantikan oleh masyarakat di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah dan tentunya ada ditangan anda.
*). Prof. Sutrisno, M.Sc., Ph.D
Guru Besar dan Dekan FST Universitas Jambi (pendapat pribadi).