Dakwah bil Hal: Korporatisasi Usaha Individu Umat Menuju Indonesia Maju

Posted on 2013-07-11 10:54:26 dibaca 4732 kali
Orasi Ilmiah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Komunikasi dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang, pada 8 Juli 2013 (2-Habis)

Kemajuan-kemajuan ekonomi yang digerakkan oleh peradaban industri dan informasi telah membawa perubahan besar, namun porsi manfaat yang lebih be­sar diambil oleh masyarakat industri dan masyarakat informasi.

Dari pengalaman selama ini, saya membagi dua ting­katan dakwah:

Dakwah Tekstual. Dakwah yang diberikan begitu saja oleh pendakwah. Tanpa tahu apakah materi itu yang sebenarnya dibutuhkan oleh sasaran dakwahnya. Tanpa tahu bahwa sasaran dakwahnya sebenarnya su­dah tahu dan sudah berkali-kali mendengarkan hal yang sama. Dakwah yang tidak menyentuh realitas yang tengah dihadapi sasaran dakwah;

Dakwah Kontekstual. Dak­wah untuk menjawab kebu­tuhan sasaran dakwah. Ke­butuhan untuk keluar dari kebodohan melalui pen­didikan. Kebutuhan keluar dari kemiskinan dengan ekonomi. Dan seterusnya. Dakwah bil hal ada di kat­egori ini.

Untuk lebih memberikan relevansi, dengan tuntutan zaman, dakwah kontekstual harus diperluas maknanya. Bukan hanya yang bisa men­jawab kebutuhan saat ini, tapi sudah harus bisa men­jawab masa depan. Masa depan tentu erat kaitannya dengan desain. Desain sep­erti apa yang diinginkan untuk diwujudkan dalam masyarakat Islam Indonesia masa depan.

Desain itu haruslah desain yang bisa mewujudkan cita-cita semua orang. Cita-cita yang sejak kecil diperden­garkan, namun tidak pernah dijelaskan dan tidak pernah ada penjelasan bagaimana road map untuk mencapa­inya. Yang pertama dalam konteks personal, adalah doa yang kita kumandang­kan setiap hari, yang tertera di Surat Al Baqarah ayat 15: Rabbana aatina fi ad-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina “adza­bannar. Ya, Tuhan kami, karuniakanlah untuk kami kebaikan hidup di dunia dan akhirat, dan selamatkanlah kami dari api neraka.

Dalam bermasyarakat dan berbangsa, cita-cita itu ter­tera di Surat Saba” ayat 15: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang makmur yang penuh den­gan pengampunan Tuhan. Indonesia yang adil makmur dengan roh ketuhanan.

Itulah cita-cita personal kita sebagai seorang manu­sia, dan cita-cita komunal kita sebagai bangsa.”

Desain dan cita-cita su­dah ditetapkan, tapi road map untuk mewujudkan desain itu belum pernah dirumuskan. Karena itu, para pendakwah juga belum bisa secara masif mendak­wahkan desain masa depan itu.

Korporatisasi Usaha In­dividu

Kita punya problem men­dasar untuk mayoritas umat Islam, terutama di pede­saan. Mungkin sangat sulit merumuskan desain masa depan tanpa mengubah struktur yang ada. Teruta­ma struktur perekonomian mereka. Penguasaan aset perekonomian yang kecil dan bersifat individual akan menjadi faktor yang amat sulit untuk menciptakan desain besar, baik dalam konteks cita-cita personal maupun komunal.

Kepemilikan sawah oleh individu muslim yang kecil-kecil, pada akhirnya hanya akan jatuh ke para penyewa besar. Kepemilikan ternak yang hanya satu-dua ekor di masing-masing individu muslim, juga tidak akan bisa memberikan dampak besar bagi peningkatan kes­ejahteraan dan kualitas ke­hidupan secara umum.

Kita membutuhkan sebuah desain gerakan dakwah bil hal yang masif untuk men­jawab permasalahan itu. Sebuah desain yang tidak hanya berorientasi kekinian, tapi juga menjangkau masa depan. Saya mengistilahkan desain itu: Korporatisasi Usaha Individu Umat.

Tujuan korporatisasi usa­ha individu umat sejalan dengan tujuan dakwah, sebagaimana rumusan dak­wah dari Amrullah Ahmad (1985): eksistensi dakwah mengubah realitas sosial yang ada ke realitas sosial yang baru.

Ke depan umat harus ya­kin bahwa “usaha bersama” lebih baik daripada “usaha sendiri” yang kecil-kecil. Korporatisasi -tidak harus dalam pengertian membuat perusahaan, apalagi kon­glomerasi- akan mengubah desain ekonomi umat masa depan. Saya terkesan dengan rumusan dakwah dari Andi Abdul Muis (2001): dakwah jangan hanya terfokus pada masalah agama, tapi harus mampu menjawab realitas keadaan di pedesaan.

Realitasnya, umat di pede­saan terbelit pada kepemi­likan aset produksi yang kecil, yang tidak akan bisa digerakkan sebagai kekua­tan ekonomi. Korporati­sasi Usaha Individual bisa menjadi jalan keluarnya. Hanya, dalam korporatisasi ini diperlukan pihak ketiga yang akan menjadi pen­jamin fasilitas pendanaan (avalis).

Adanya avalis menjawab persoalan yang selama ini menjadi kendala bagi pen­danaan usaha kecil umat. Sebab, fasilitas pendanaan perbankan umum maupun perbankan syariah sangat besar untuk mendukung misi korporasitasi usaha individual umat ini. Yang belum cukup adalah siapa lembaga atau pihak yang menjadi penjaminnya. Ava­lis bisa menjadi jembatan bagi individu pengusaha kecil untuk menjangkau pendanaan perbankan.

Maka, sudah waktunya konsep zakat juga lebih ako­modatif terhadap keperluan riil masa depan itu. Peranan zakat orang kaya yang 2,5 persen dari aset mungkin terlalu kecil dampaknya bagi pekerjaan sangat besar mengangkat perekonomian umat yang mayoritas miskin itu. Tapi, peranan orang kaya (aghniya”) atau pemilik modal akan menjadi lebih berarti jika diposisikan da­lam konteks membangun korporatisasi usaha individu umat itu.

Avalis bisa dilakukan da­lam dua bentuk. Pertama, pemilik modal berada di luar, hanya bertindak se­bagai penjamin atas jalan­nya usaha individu. Kedua, pemilik modal masuk ke dalam, menjadi bagian dari korporasi usaha individual itu.

Harus ada tempat bagi peran avalis dalam praktik ekonomi syariah. Sebab, konteks hukum fikihnya ber­beda dengan sedekah atau infak. Penerima sedekah dan infak tidak memiliki ikatan apa pun dengan pem­beri sedekah. Apalagi ikatan formal. Penerima sedekah dan infak bisa mengguna­kan dana untuk apa pun, termasuk untuk hal yang hanya bersifat konsumtif.

Sementara aval i s dan pihak yang dijamin ter­ikat dalam sebuah akad, baik moral maupun for­mal. Avalis memiliki tang­gung jawab untuk turut mengembangkan usaha pihak yang dijamin. Sebab, tujuan proses ini bukan sebatas memberi jaminan, tapi bagaimana agar yang dijamin bisa berkembang dan “berubah dari realitas sosial yang ada ke realitas sosial yang baru”.

Sebagai contoh, 100 orang miskin tidak mungkin bisa membeli sapi untuk diter­nakkan. Apalagi, dalam jumlah yang memenuhi skala keekonomian. Mer­eka juga tidak mungkin mendapat fasilitas pinja­man dari bank. Dengan niat dan tekad dakwah bil hal, seorang aghniya” bisa menjadi avalis bagi mereka, sehingga perbankan atau lembaga keuangan bisa mengucurkan dana untuk pembelian sapi bagi kelom­pok tersebut, dalam jumlah yang sesuai dengan skala keekonomian. Sapi-sapi itu ditempatkan dalam sebuah kandang komunal dengan prinsip-prinsip korporasi dalam pengelolaannya.

Tentu saja tidak bisa hanya berhenti pada pembelian sapi. Agar usaha berkem­bang sesuai tujuan yang dicanangkan, dakwah bil hal harus diperluas dalam bentuk pendampingan, pelatihan, pembinaan, se­hingga benar-benar men­jadi sebuah gerakan pe­rubahan.
Bentuk lain adalah opti­malisasi lahan-lahan kecil dan terbatas milik petani. Misalnya, dengan mem­bentuk kelompok tani yang menanam buah-buahan tropik. Pasar buah tropik di dalam negeri sangat besar, dan memiliki potensi untuk diekspor ke mancanegara. Pengelolaannya bertumpu pada asas korporasi, seh­ingga lebih tertata, terukur, dan bisa dipertanggung­jawabkan.

Indone sia yang menurut lembaga-lembaga interna­sional akan menjadi negara terbesar ke-7 di dunia pada 2030, tentu akan menjadi negara yang sangat maju dan modern. Di sini diper­lukan modernisasi di bidang pertanian, peternakan, dan sektor-sektor pedesaan lain­nya. Kalau tidak, di tengah-tengah kemajuan dan ke­modernan Indonesia saat itu nanti terdapat mayoritas masyarakat Indonesia di pedesaan yang tetap tert­inggal.

Korporatisasi usaha in­dividual di mayoritas pen­duduk pedesaan kita ada­lah jalan untuk menuju Indonesia yang maju dan modern secara seimbang. Tanpa korporatiasi usaha individual di pedasaan, jalan untuk menuju masyarakat maju dan modern itu akan terhambat secara mendasar di pedesaan.

Korporatisasi usaha indi­vidu sebagai implementasi dakwah bil hal bisa diterap­kan di bidang usaha apa saja, sesuai dengan potensi yang ada di sebuah desa. Inilah ladang baru bagi para agh­niya”, yang lebih menjamin amal mereka memberi man­faat dan dampak yang besar, bukan hanya di masa kini, tapi juga masa depan.

Yang bisa bertindak sebagai avalis tidak hanya sebatas in­dividu, tapi bisa juga korpo­rasi. Badan usaha milik neg­ara (BUMN) adalah korporasi yang didesain tidak semata mengejar keuntungan, tetapi juga mengembangkan berba­gai upaya untuk mendukung percepatan terwujudnya kes­ejahteraan rakyat.

Melalui program-pro­gram khusus yang relevan, BUMN akan menjadi per­intis pengembangan kor­poratisasi usaha individu ini. Rintisan itu diharapkan menjadi stimulus bagi berba­gai pihak, baik individu mau­pun lembaga dan korporasi, untuk mengembangkan hal yang sama, sehingga menjadi sebuah gerakan dakwah bil hal dalam skala yang luas.

Harus diingat, korporasi memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Da­lam konteks ushul al fiqh, kepedulian itu merupakan penjabaran kaidah dar”ul mafasidi muqaddamun “ala jalbil mashalih: mencegah kerusakan harus didahulu­kan dibanding memperoleh kemanfaatan. Jika sebuah korporasi hidup di tengah lingkungan yang miskin, ter­belakang, dan tertinggal, ke­langsungan bisnisnya akan menghadapi banyak gang­guan dan hambatan. Oleh sebab itu, perusahaan harus menunjukkan kepedulian untuk mencegah kerusa­kan pada masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, sehingga bisa memperoleh manfaat dari sustainabilitas bisnis yang terjaga. “

Itulah jenis dakwah bil hal yang berdimensi masa depan. Jangan hanya mem­beri ikan. Berilah kail.

Jangan hanya memberi kail. Berilah juga kolam.

Jangan hanya memberi kail dan kolam. Ajaklah ke kolam untuk bersama memancing ikan. Korpo­ratisasi usaha individu akan membuat seseorang b i s a membuat kolam, membuat kail, memanc­ing bersama, dan akh­irnya mendapat ikannya.*)

Disertai permintaan maaf kepada berbagai perguru­an tinggi yang di masa lalu menawarkan gelar Doktor HC kepada saya, tetapi saya waktu itu tidak bersedia me­menuhinya. (*)
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com