Refleksi Forum Kajian Islam ACIS 2001 Menuju AICIS 2013

Posted on 2013-09-25 15:05:00 dibaca 3966 kali

(Upaya Mempercepat Kebangkitan Peradaban Islam Dunia)

I. Pendahuluan
Forum tahunan pertemuan ilmiah yang mengkaji tentang perkembangan dan kemajuan ilmu-ilmu ke-Islam-an di lingkungan Perguruan Tinggi Islam di tanah air, adalah agenda rutin tahunan yang mendapat dukungan penuh dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI. Untuk tahun 2013 ini  usianya telah memasuki 13 tahun, dan pelaksanaannya direncanakan pada bulan Oktober 2013. Forum ini terbuka untuk umum, sehingga bagi para pakar tertentu yang ingin berpartisipasi sebagai peserta atau narasumber dapat diakses melalui internet dengan alamat; http://aicis.iainmataram.ac.id dan http://www.kemenag.go.id. Adapun tuan rumah penyelenggara yang ditunjuk adalah IAIN Mataram, Nusa Tenggara Barat. Mengingat bahwa forum kajian ini telah memasuki usia yang sudah belasan tahun, maka ada baiknya refleksi terhadap sejarah perjalanan forum kajian ini perlu diangkat kepermukaan. Hal ini untuk melihat kembali seberapa besar kontribusi yang telah diberikan dalam mendukung kebijakan pengembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an sebagai “core” dari kurikulum Pendidikan Tinggi Islam. Kehadiran forum ini tentu tak ubahnya laksana  sebuah titik (nuktoh) yang berangkat dari ketidaksempurnaan, menuju titik (nuktoh) kesempurnaannya.

Adapun untuk starting point dari forum kajian ini pada dasarnya adalah datang dan sejalan dengan  cita-cita dan tujuan pendidikan di   Pascasarjana yang semakin menjamur tumbuh dan berkembang di lingkungan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam.  Lewat forum-forum pertemuan tahunan  para Direktur PPs,  menggelinding  gagasan untuk menghadirkan forum kajian Islam tahunan yang diberi nama dengan sebutan; Annual Conference on Islamic Studies. Gagasan ini akhirnya  mendapatkan dukungan dari pihak Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Kemenag RI. Maka dalam forum Direktur PPs IAIN/UIN/ STAIN yang diadakan bulan Februari 2001 di Hotel Setia Budi Jakarta, disepakatilah kehadiran forum kajian ini. Adapun untuk ide awal, sekaligus pemikiran tokoh yang melatar belakangi kehadiran forum ini tidak terlepas dari munculnya keinginan pakar ke-Islam-an juga pakar keilmuan lainnya dari kalangan pendidik Pascasarjana agar setiap tahunnya ada forum (wadah) khusus untuk  para dosen dan mahasiswa S2 dan S3 yang melakukan kajian-kajian ke-Islam-an, untuk dapat mempresentasikan kajiannya  lewat  forum pertemuan ilmiah tahunan. Pentingnya kehadiran forum ini, bahkan tidak hanya untuk kalangan para pakar dan sivitas academika Pascasarjana, akan tetapi juga untuk menghadirkan pakar atau peneliti luar negeri yang memiliki keahlian dalam Islamic Studies untuk diajak bicara dalam forum ini. Semua kajian melalui forum ini tentu akan menjadi sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu-ilmu Islam terutama yang ada pada Pascasarjana sebagai pusat tertinggi dari kajian ke-Islam-an di lingkungan Pendidikan Tinggi Islam.  Dengan  forum ini, setiap  tahun bisa  dipantau tingkat perkembangan dan  kemajuan studi-studi ke-Islam-an, termasuk usaha untuk menampilkan kajian-kajian Islam terbaik dari masing-masing lembaga Pascasarjana. Dengan demikian, kuantitas dan kualitas dari kajian-kajian yang ada, bisa  digunakan sebagai dasar kebijakan untuk pengembangan kajian-kajian Islam oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, khususnya untuk kalangan masing-masing Pascasarjana.
Yang sangat perlu untuk diketahui dan disadari - baik oleh pihak internal maupun eksternal kampus, khususnya  pihak pengelola (dosen dan mahasiswa) Pendidikan Tinggi Islam dan masyarakat luas adalah bahwa studi-studi ke-Islam-an di IAIN/UIN/STAIN memiliki keunikan yang berbeda dari studi-studi keilmuan umum lainnya. Studi-studi ke-Islam-an pada intinya adalah  menderivasi dan mengembangkan ilmu, nilai dan aktivitas tersebut dari al-Qur’an dan Sunnnah (wahyu). Karena itu, tujuan al-Qur’an atau Hadits adalah sekaligus menjadi   “goal or aim” dari  “content”,  “process”   dan “activities” dari kurikulum  Pendidikan Tinggi Islam. Dengan demikian, ditemukan  ada sejumlah perbedaan nyata antara konsep pengembangan kurikulum Pendidikan  Tinggi Islam yang selalu  bertolak dari nilai-nilai dasar Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW dengan konsep pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi Umum lainnya. Artinya, dalam studi-studi ke-Islam-an di Pendidikan Tinggi Islam selalu terikat pada keyakinan-keyakinan dasar Islam yaitu wahyu, sehingga semua ilmu, nilai dan aktivitas ilmu diyakini adalah sesuatu yang  sudah ada (given) dan sudah diciptakan oleh Allah SWT pada saat telah menciptakan alam semesta ini. Fungsi dan peran kita sebagai manusia di alam,  tidak lagi dipahami sebagai pencipta (creator) karena pencipta itu sudah tertentu dan tertuju pada  Allah SWT. Fungsi dan peran manusia sebagai makhluk adalah mencari, menemukan dan  mengembangkan “sesuatu” dari sesuatu yang sudah diciptakan oleh Allah. Untuk kepentingan itu, manusia didorong terus untuk inovatif dan kreatif melakukan tranformasi nilai-nilai sosial budaya dari masa ke masa atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal inilah perbedaan konsep pengembangan pendidikan yang penting untuk diketahui dan disadari oleh kita sebagai pengembang pendidikan Islam dan juga oleh mereka sebagai pengelola dan pengembang Pendidikan Tinggi Umum yang selalu berangkat dari pola pengembangan ilmu (kurikulum) yang bertolak dari logika dan prinsip keragu-raguan.   
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka postulat dari kajian ilmu-ilmu Islam di Pendidikan Tinggi Islam menjadi sesuatu yang unik dan menarik untuk dikembangkan, karena pada hakikatanya konsep-konsep pengembangan keilmuan Islam ini masih banyak yang belum memahami dan menyadarinya dari sudut perspektif pengembangan pendidikan Islam. Maka dilihat dari kehadiran forum kajian ilmu-ilmu Islam yang telah dilakukan sejak dari tahun 2001 lalu oleh pihak Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI, perlulah direfleksikan kembali melalui tulisan ini, agar peta konsep dan profil kajian pengembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an tersebut bisa dilihat prospek dan spesifikasinya di tengah tengah konsep kajian keilmuan umum sebagai kompetitornya. Sekarang ini, forum kajian ilmu-ilmu Islam sudah menjadi forum resmi kajian keilmuan Islam tahunan pada Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI, yang oleh beberapa pakar dalam bidang ini, dari berbagai tulisannya masih sering dipertanyakan eksistensinya sebagai kajian keilmuan Islam yang benar-benar dapat menghasilkan inovasi dan reformasi dalam kehidupan kelembagaan pendidikan maupun kehidupan masyarakat Islam di tanah air.

II.     Pekembangan Forum Kajian Islam

Sejak disepakati pentingnya kehadiran forum kajian keilmuan Islam oleh para pakar (khususnya Prof. Dr. H. Mulyadi Sumardi, Guru Besar Senior UIN dan juga Mantan Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI) yang hadir dalam forum pertemuan tahunan Direktur Pascasarjana IAIN/UIN/STAIN Se-Indonesia, di Hotel Setia Budi pada Feberuari tahun 2001 lalu, maka disepakati forum kajian ini diberi nama; “Annual Conference on Islamic Studies.” Pada waktu itu, forum Annual ini  masih terbatas pelaksanaannya/ dikhususkan untuk  Pascasarjana yang ada di lingkungan IAIN/UIN/STAIN Kementerian Agama RI saja. Pertama sekali forum ini dilaksanakan di kampus IAIN Wali Songo Semarang, Desember tahun 2001. Pada waktu ini penyelenggaraannya juga  masih cukup sederhana, hal ini bisa dilihat dari jumlah peserta dan dan nara sumber yang masih terbatas, hanya untuk pengelola Pascasarjana IAIN/UIN/STAIN dan para mahasiswa S2 IAIN Wali Songo. Ada dua orang nara sumber utama yang tercatat sebagai key persons pada Annual pertama ini, di samping ada juga nara sumber lain dari Undip. Semarang. Dua nara sumber dimaksud adalah sama-sama menjabat sebagai Rektor waktu itu, yaitu Alm. Prof. Dr. A. Qadri Azizi, M.A. (Rektor IAIN Semarang) dan Prof. Dr. M. Atho Muzdhar, M.A. (Rektor IAIN Sunan Kali Jaga waktu itu).

Pada Annual pertama seperti dikemukakan di atas,  dipresentasikan makalah-makalah baik dari narasumber maupun pihak dosen-dosen Pascasarjana yang menampilkan kajian-kajian Islam berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan IAIN/UIN/STAIN Se-Indonesia.  Meskipun penyelenggaraan Annual ini masih sederhana, akan tetapi forum ini dipandang sukses dijalankan oleh tuan rumah (PPs Wali Songo) karena mendapat dukungan penuh dari Rektor yaitu  Prof. Dr. H. A. Qadri Azizi, M.A. Dari forum Annual pertama ini disorot tentang efektivitas proses  pembimbingan Tesis dan Disertasi yang terdiri dari dua orang pembimbing yaitu; pembimbing materi dan pembimbing metodologi. Menurut Prof. Dr. H.M. Atho Muzdhar, M.A. pembagian seperti ini dinilai kurang efektif, karena pada dasarnya antara materi dan metodologi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pembimbingan tersebut. Hal lain yang tidak kalah penting dalam Annual tahun pertama ini adalah menyoroti tentang metodologi studi Islam yang juga perlu menggunakan pendekatan inter dan multi disiplin ilmu dalam mempelajari agama. Pendekatan dengan melibatkan ilmu-ilmu lain terhadap agama, dapat menambah wawasan baru sekaligus kebenaran baru dalam menafsirkan agama tersebut. Hal ini benar-benar ditekankan oleh Prof. Dr. H. A. Qodri Azizi, M.A. yang pada waktu itu bertindak sebagai narasumber sekaligus Rektor IAIN Wali Songo. Hal lainnya yang tidak kalah penting juga menyangkut pemaknaan budaya akademik pihak pengelola PPs seperti dikemukakan oleh Dr. Kristanto dari Undip. Makna pengelola itu sesungguhnya lebih kepada melibatkan tenaga-tenaga pengajar ke dalam sistem pengelolaan pendidikan untuk bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Dewasa ini ada keterbatasan pemaknaan pengelolaan pendidikan yang hanya terbatas kepada mereka  tenaga pengajar yang mendapatkan mandat sebagai tugas tambahan.

Naiknya Prof. Dr. A. Qodri Azizi sebagai Dirjen Pendidikan Islam (dulunya namanya Bagais) memperkuat eksistensi  Annual Conference on Islamic Studies. Hal ini tampak dari pelaksanaan untuk tahun  kedua dari;  Annual Conference of Islamic Studies  tahun 2002 yang dilaksanakan di Kota Padang dengan menunjukkan tuan rumah pelaksana Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang. Penyelenggaraan Annual ini dilaksakan di Hotel Muaro Kota Padang. Annual ini diikuti oleh peserta dengan jumlah peserta yang lebih besar dari Annual pertama. Selain melibatkan nara sumber dengan gelar guru besar dari masing-masing pascasarjana, juga  melibatkan pihak pengelola PPs se-Indonesia dan juga mahasiswa PPs dan dosen-dosen di lingkungan IAIN Imam Bonjol Padang. Penyelenggaraan Annual kedua ini belum melibatkan nara sumber luar negeri, juga belum diikuti  mahasiswa S2 atau S3 yang berasal dari luar negeri. Dari sisi kuantitas kajian studi Islam yang dibentangkan diakui ada perluasan dari Annual pertama, akan tetapi dilihat dari sudut kualitas kajian ke-Islaman yang ditampilkan, sepertinya tidak begitu memberikan gagasan-gagasan baru yang inovatif dibanding dari gagasan yang mengemuka dari Annual pertama. Annual kedua ini, dosen-dosen Unand banyak diberikan peran dalam Annual ini untuk membentangkan kajian-kajian keilmuan umum dalam berbagai aspek, dikaji dari sudut perspektif ajaran Islam (mengarah kepada konsep Islamisasi ilmu pengetahuan).
Pada Annual Conference on Islamic Studies ketiga, dilaksanakan di salah satu Hotel Berbintang di kota Yogyakarta (2003). Tuan rumah konferensi ini adalah Pascasarjana UIN Yogyakarta. Penyelenggaraan forum ini melanjutkan kembali tradisi kajian-kajian Islam yang sudah dilaksanakan pada Konferensi Pertama dan Kedua. Namun, selain dari melanjutkan tradisi yang sudah ada dalam forum ini, Annual yang dilaksanakan di Yogyakarta berbagai kajian ke-Islam-an  semakin mendalam dan komprehensif sehingga penyelenggaraan Annual ketiga dinilai semakin menemukan bentuk kesempurnaan. Hal ini dimaklumi karena UIN Yogyakarta adalah salah satu pusat kajian Islam terbaik yang diperhitungkan keberadaannya  di Indonesia, sehingga nara sumber Annual ini pun melibatkan  nara sumber yang sudah terbiasa berbicara di forum ilmiah internasional seperti Prof. Dr. Amin Abdullah, Prof. Dr. Musya Asy’ary dan lain-lainnya. Demikian juga dosen tamu UIN Yogyakarta yang berasal dari luar negeri juga dilibatkan sebagai nara sumber dalam Annual Ketiga ini.

Annual Conference on Islamic Studies Keempat dilaksanakan di Kota Banda Aceh (2004), dengan tuan rumah  penyelenggara adalah Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Pada acara pembukaan forum kajian ini, pertama kali ditampilkan kesenian tari budaya Aceh yang khas, dan penyelenggaraan mengambil tempat di auditorium dan kampus IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Pada konferensi kali ini tidak ada pembicara yang melibatkan nara sumber luar negeri, dan semua nara sumber berasal dalam negeri terutama dari Pejabat Kemenag RI, Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry sebagai tuan rumah penyelenggara. Kelihatannya Annual ini lebih menyoroti persoalan-persoalan yang dihadapkan  kepada Lembaga Pendidikan Tinggi Islam, terutama Pascasarjana karena dirasakan menghadapi penurunan mutu input dan semangat pengelolaan program  karena dampak dari pengaruh  dan regulasi baru Pemerintah terhadap Pendidikan Tinggi, khususnya lingkungan Pendidikan Tinggi Islam. Adapun kajian-kajian yang diperbincangkan dalam Konferensi lebih kepada upaya lebih mendalami dan melanjutkan diskusi-diskusi kajian Islam yang sudah pernah diperbicangkan dalam Konferensi-Konferensi sebelumnya.

Untuk  tahun berikutnya (2005), Annual Conference on Islamic Studies, dilaksanakan di Makassar dengan tuan rumah PPs UIN Alauddin, Makassar. Adapun tempat penyelenggaraan Conference adalah di salah satu Hotel berbintang yang letaknya  dekat dengan pantai Losari di Kota Makssar. Pada penyelenggaraan Conference kali ini pertama kali ditampilkan nara sumber dengan latar belakang non studi Islam seperti Prof. Magnis Suseno seorang pakar agama Katholik yang berbicara tentang toleransi agama dalam perspektif Katholik. Konferensi ini juga menampilkan dua orang nara sumber dari luar negeri (Australia), selain narasumber-narasumber dalam negeri khususnya dari kalangan Pejabat Tinggi Negara di Kementerian Agama dan Kementerian lainnya. Selain sidang pada sesi pleno, dan sesi paralel juga menampilkan makalah yang semuanya ditulis dan dipersentasikan dalam bahasa Inggris dan Arab, sehingga para pembicara, umumnya didominasi oleh dosen UIN/IAIN yang berasal dari alumni luar negeri. Conference kali ini mengedepankan topik kajian tentang; “Qua Vadis Kajian Islam; Mau Dibawa kemana?” Dengan tema seperti ini diketahui bahwa ada kritikan-kritikan tajam yang menjadi sorotan  para sarjana peserta Conference  menyangkut kajian ilmu-ilmu Islam di Pendidikan Tinggi Islam, di mana di era reformasi dinilai belum optimal dalam melahirkan kajian-kajian Islam yang inovatif dan reformatif terhadap tuntutan era baru ini.
Dalam penyelenggaraan Annual Conference on Islamic studies tahun keenam (2006) ada pergantian Dirjen dari Prof. Dr. A. Qadri Azizi kepada Bapak Yahya Umar Ph. D. Pada tahun ini dilakukan  perluasan konsep Annual Conference dari yang tadinya hanya terbatas pada kultur dan  lingkungan Pascasarjana UIN/IAIN/STAIN/PTAIS Se-Indonesia, diperluas dan dikembangkan  menjadi milik Lembaga Pendidikan Tinggi Islam (UIN/IAIN/STAIN/PTAIS). Sejak ini, Annual Conference memasuki era baru yaitu era Rektor dan Ketua STAIN/STAIS. Perubahan ini diarsiteki oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Islam, Yahya Umar Ph. D., dan Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas’ud M.A. sebagai Direktur Diktis, Kemenag RI pada saat itu. Adapun tuan rumah peneyelenggara yang ditunjuk adalah UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, dengan mengambil tempat pelaksanaan di salah satu Hotel Berbintang di daerah Lembang. Sejak ini, Conference tidak lagi hanya menjadi ajang pertemuan para pakar untuk menyajikan makalah dalam bentuk sidang  pleno dan sesi paralel, tapi juga telah diisi dengan acara pemberian Award bagi para dosen dan mahasiswa UIN/IAIN/STAIN/STAIS yang memiliki prestasi akademik, seperti pemenang skripsi, tesis dan disertasi terbaik. Untuk pemenang Award Disertasi Terbaik berhasil diraih oleh Dr. H. Ahmad Syukri, M.A. dosen IAIN Jambi, yang menyelesaikan studinya di UIN Syahid Jakarta. Kegiatan Conference  juga diisi dengan  perlombaan-perlombaan (kompetisi) mahasiswa S1 yang mewakili UIN/IAIN/STAIN/STAIS Se-Indonesia. Hal-hal yang diperlombakan seperti  lomba pidato ilmiah untuk tiga bahasa yaitu;  Arab,  Inggris dan Indonesia, dan juga pameran produk akademik dari masing-masing Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, Annual Conference sejak saat ini sudah menjadi ajang pertemuan dan silaturrahmi nasional akademik dari kalangan dunia Pendidikan Tinggi Islam yang bernaung di bawah kendali Direktorat  Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI. Perubahan ini pada awalnya kurang mendapatkan respons positif dari kalangan para Direktur PPs UIN/IAIN/STAIN/STAIS, karena dianggap bisa menghilangkan sejarah atau  kurang mengakomodir kepentingan para Direktur, atau juga mengurangi eksistensi para Direktur PPs ada di dalam pelaksanaan Conference ini. Para Direktur PPs pada akhirnya bisa memahami dan menerima  perluasan makna Conference ini, sekaligus menjadi bagian integral di dalam pelaksanaan Annual Conference ini.

Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ACIS dimunculkan dan dipopulerkan pertama kali sebagai singkatan dari Annual Conference on Islamic Studies, yaitu ketika usia Annual Conference memasuki tahun ketujuh. Pada tahun ini (2007) Annual Conference on Islamic Studies dengan singkatan ACIS, 2007, dilaksanakan di dua buah Hotel berbintang di Kota Pakanbaru, dengan  tuan rumah ACIS sendiri dipercayakan kepada UIN Sulthan Syarif Qasim, Pakanbaru. Dalam penyelenggaraan dengan menggunakan istilah ACIS pertama kali ini, kenyataannya  mengundang reaksi dari sejumlah elemen masyarakat di Pakan Baru. Khusus bagi para Direktur PPs sendiri yang diundang untuk hadir dalam Conference ini juga memberikan reaksi negatif terhadap pelaksanaannya, karena panitia Conference  tidak dapat memberikan tempat khusus bagi kursi Direktur yang layak dalam pandangan para Direktur PPs yang hadir. Karena itu, para Direktur lebih memilih untuk meninggalkan arena Conference dengan membuat acara tersendiri di  kota Siak, karena kota Siak adalah salah satu kota di Riau yang juga  memiliki  nilai-nilai peninggalan sejarah Kerajaan Melayu, dan juga memiliki makam ulama terkenal di masa lalu. Di pihak lain, pimpinan dari salah satu organisasi Islam di Kota Pakan Baru juga menilai bahwa forum ACIS adalah forum yang bertujuan untuk mengembangkan paham liberalisme, sehingga dianggap tidak sejalan dengan paham keagamaan Islam yang dianut oleh  masyarakat Melayu Pakan Baru. Penilaian ini beralasan dari dominannya panitia melibatkan nara sumber luar negeri yang diundang sebagai pembicara, sedangkan mereka adalah nonmuslim yang  memiliki keahlian dalam Islamic Studies. Penilaian yang sedikit miring dari sebagian masyarakat Pakan Baru ini cukup beralasan karena forum ACIS sama sekali tidak memberi tempat bagi sosok yang berlatar belakang ulama setempat yang intelek (seperti tokoh MUI) yang mungkin juga layak untuk ditampilkan sebagai pembicara dalam forum ACIS. Inilah sejarah pertama perjalanan Annual Conference dengan nama barunya ACIS akan tetapi juga sekaligus mendapatkan reaksi pertama negatif dari salah satu pimpinan ormas Islam (Hizbut Tahrir).

ACIS di Pakan Baru, sebagaimana juga yang telah dilaksanakan di Bandung, telah menjadi forum silaturrahmi bagi sivitas akademik Lembaga Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI, sehingga selain seminar yang menampilkan kajian-kajian Islam, juga sekaligus menjadi forum kompetisi akademik mahasiswa S1 seperti lomba pidato ilmiah dalam tiga bahasa, juga sekaligus menjadi forum untuk pameran produk-produk akademik dosen dan mahasiswa dari UIN/IAIN/STAIN/STAIS. Sedangkan untuk acara  Academic Award nampaknya sudah tidak berlanjut lagi untuk dilaksanakan dalam forum ACIS di Pakan Baru ini.

Dalam tahun berikutnya (2008) terjadi pergantian Dirjen Pendis dari Yahya Umar Ph. D kepada Prof. Dr. Muhammad`Ali, pergantian ini juga akhirnya diikuti oleh pergantian Direktur Diktis kepada Prof. Dr. Mahasin. Pada tahun ini, ACIS dilaksanakan di Palembang, dengan menunjukkan tuan rumah penyelenggara IAIN Raden Fatah, dan ber tempat di salah satu Hotel Berbintang di Kota Palembang. ACIS pada penyelenggaraan ini  juga melibatkan narasumber dengan berlatar belakang akademik umum, terutama mereka yang masih sedang menduduki posisi penting sebagai penjabat negara (Menteri). Berdasar atas tema-tema kajian yang dipilih, maka ACIS di Palembang tidak begitu memiliki spesifikasi kajian Islam yang berbeda jauh dari sebelumnya. Fokus kajian ACIS lebih kepada upaya untuk memperluas wawasan juga memberikan perspektif baru tentang kajian Islam dari sudut perspektif keilmuan umum. Demikian pula implementasi gagasan yang menyangkut berbagai hal yang terkait dengan faktor-faktornya yan ditemukan di lapangan. ACIS 2008 ini juga fokus untuk menyoroti persoalan-persoalan keilmuan Islam dalam fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinilai belum optimal untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan pembentukan  karakter kebangsaan. Namun, untuk ACIS 2008 ini, masalah keterlibatan mahasiswa untuk turut ambil bagian dalam lomba-lomba akademik ACIS seperti yang dilakukan sebelumnya, kegairahannya berkurang karena ACIS lebih fokus pada presentasi makalah seminar dari nara sumber yang berasal dari Menteri, baik untuk sesi sidang-sidang plenonya maupun untuk sesi paralel, terasa lebih dominan dalam pelaksanaan  Annual. Namun, untuk pameran produk akademik dari  masing-masing Perguruan Tinggi Islam tetap semarak untuk dilaksanakan, mengingat produk-produk akademik tersebut adalah menunjukkan bukti kemajuan akademik yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Islam yang bersangkutan.
Demikian agenda ACIS secara terus menerus berkembang dari tahun-ketahun. Untuk tahun 2009 ACIS dilaksanakan di Kota Surakarta dengan tuan rumah penyelenggara adalah IAIN Surakarta. Selanjutnya untuk tahun 2010, ACIS dilaksanakan di Kota Banjarmasin, dengan tuan rumah penyelenggara adalah IAIN Banjarmasin. Tampaknya ACIS di Banjarmasin terbanyak paling banyak dihadiri oleh para guru besar, termasuk guru besar luar negeri yang tercatat sebagai narasumber ACIS. Selain itu, ACIS di Banjarmasin juga mencatatkan rekor MURI karena terbanyak menampilkan makalah kajian Islam dari para guru besar/ narasumber ACIS. Sedangkan untuk tahun 2011, ACIS dilaksanakan di Kota Pangkal Pinang, Ibu Kota Provinsi Bangka Belitung (Babel),   dengan menunjuk tuan rumah penyelenggara adalah STAIN Abdurrahman Siddiq. ACIS di Kota Pangkal Pinang, tidak kurang dihadiri oleh 1000 orang peserta dengan jumlah 170 an makalah dari 300 an makalah seminar yang sudah terseleksi. Namun, dari berbagai kritikan masih tampak bahwa makalah-makalah dikaitkan dengan tema besar ACIS masih terkesan dipaksa-paksakan. Juga, panitia juga ingin memberikan pemerataan kepada PTAI untuk berpartisipasi dalam forum ACIS, di samping juga makalah-makalah yang dipresentasikan belum memperlihatkan adanya pemikiran Islam yang bersifat spektakuler yang berani keluar dari “sarang” kajiannya selama ini.

Dalam tahun 2012, ditemukan kebijakan baru dari pihak Dirjen dan Direktur  Pendidikan Tinggi Islam, hal ini sejalan dengan adanya pergantian Pejabat Dirjen dari Prof. Dr. Mohammad`Ali kepada Prof. Dr. Nur Syam M Si. Pergantian ini juga akhirnya diikuti pergantian Direktur Pendis dari Prof. Dr. Mahasin kepada Prof. Dr. Dede Rosyada.  Maka ditemukan pula kebijakan baru terhadap forum ACIS  untuk ditekankan menjadi forum internasional dengan menyebut nama;  Annual International Conference on Islamic`Studies. Dari sini ada pula sedikit pergeseran nama dari ACIS 2011 ke bawah menjadi AICIS 2012. AICIS adalah singkatan dari Annual International Conference On Islamic Studies (AICIS). Dengan pergeseran nama ACIS menjadi AICIS, berarti forum kajian ilmu-ilmu Islam ini menjadi forum kajian Islam yang mendunia, yang sekaligus menjadi wadah berkumpulnya para pakar Islam dari seluruh dunia untuk hadir dalam setiap tahunnya di forum ini. Mereka datang atau diundang sebagai peserta atau narasumber dalam forum AICIS, untuk membuktikan kajian Islam sebagai kajian ilmu yang universal. Dari pengalaman sejarah tampaknya tidak mudah untuk menunjukkan bahwa Islam itu universal, hal ini bisa dilihat  dari sejarah perjalanan forum ACIS, dari berbagai makalah yang ditampilkan juga masih memberikan kesan bagi para pembaca bahwa  kajian-kajian Islam dalam berbagai perspektif, masih begitu sulit untuk menyampaikan kajian Islam dengan  konsep universalitas ajaran Islam. Maka AICIS  tahun 2012 yang dilaksanakan  dengan menunjuk tuan rumah IAIN Sunan Ampel, Kota Surabaya, forum ini telah melakukan penguatan terhadap kajian ilmu-ilmu Islam. Kali ini, AICIS diikuti oleh 7 (tujuh) negara dengan jumlah peserta tidak kurang dari 1000 peserta dengan jumlah sekitar 180 an makalah dari 500 lebih makalah yang sudah diseleksi. Dengan melihat kepada perjalanan forum kajian Islam ini, maka dapat ditegaskan di sini, forum ini menjadi salah satu forum unggulan kajian ilmu-ilmu Islam pada Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI, sehingga sangat wajar jika forum ini terus menerus  mengalami perkembangan dan kemajuan dari tahun ke tahun, apakah itu yang menyangkut dengan terminologinya, maupun kuantitas dan  kualitas penyelenggaraan dan  dengan sajian-sajian makalah dari para narasumber yang bertindak sebagai pembicaranya.  

III. Bagaimana dengan AICIS 2013 di Mataram ?

Untuk tahun 2013 ini, AICIS akan dilaksanakan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, dengan menunjukkan tuan rumah penyelenggara yaitu IAIN Mataram. Tema yang diangkat adalah; “Paradigma Keunikan  Studi Islam: Menuju Renaisans Peradaban Islam.” Dalam forum ilmiah ini akan disajikan makalah-makalah dari para pakar  yang merupakan hasil dari penelitian mendalam yang dilakukan oleh pakar tersebut. Dari tema yang ditampilkan, diketahui  ada  target-target penting yang ingin dicapai melalui forum ini yaitu bagaimana menempatkan kembali paradigma kajian Islam khususnya di Perguruan Tinggi Islam sehingga berada pada posisi yang  tepat (on the right  track) untuk mengantarkan kembali dimilikinya peradaban Islam seperti yang sudah pernah terjadi pada zaman keemasan Islam (the golden age) di masa lalu. Pascasarjana IAIN/UIN/STAIN/STAI di lingkungan Kementerian Agama RI dari masa awal sesungguhnya dihadirkan adalah dalam rangka tugas untuk membangun kembali Islam menjadi sebuah peradaban dunia. Oleh karena itu, kajian-kajian Islam di lingkungan Pendidikan Tinggi Islam selalu memberikan karakater pada aspek histori ajaran Islam (Islamic history) karena perspektif sejarah ini mampu membangkitkan semangat ummat Islam untuk melakukan “jihad perdaban”, di tengah-tengah arus perkembangan dan kemajuan peradaban dunia yang sekularis. Dengan tema besar AICIS 2013 seperti disebutkan di atas, maka AICIS kali ini benar-benar menagih kembali paradigma studi Islam yang sudah begitu lama dijadikan paradigma studi Islam khususnya di tingkat Pascasarjana IAIN/UIN/STAIN/STAI dengan memberikan  semboyan yang berbunyi; “back to the past in the future” (kembali ke belakang di masa depan). Artinya, studi ke-Islam-an tersebut mengajak kita untuk belajar Islam kembali di masa lalu, karena  bagaimana duklu di masa lalu tersebut Islam bisa tampil menjadi sebuah peradaban yang tidak tertandingi oleh peradaban bangsa-bangsa lainnya. Dengan belajar ke masa lalu, maka kita bisa menghasilkan refleksi ke masa kini dan masa datang, bagaimana perdaban Islam pada era ini justru tidak muncul sebagai pesaing untuk perdaban-peradaban ummat-ummat lainnya. Untuk itu, forum AICIS 2013 ini diharapkan bisa memicu dan memacu lahirnya “jihad” peradaban Islam dari studi-studi ke-Islam-an yang dilakukan oleh para pakar dan sarajana-sarjana Islam, baik mereka yang berasal dari  dalam  maupun luar negeri. AICIS 2013 ini akan menjadi forum penting yang menghimpun dan mempertemukan kembali para pakar ternama dalam kajian ilmu-ilmu Islam, apa dan bagaimana yang harus dilakukan oleh para pakar lewat forum ini sehingga bisa dihasilkan  paradigma dan transformasi studi Islam dalam rangka menuju kembali kepada peradaban Islam yang unggul di era moderen ini, seperti yang sudah pernah dimiliki di masa lalu.            
    
IV.     Kesimpulan

Dari tulisan yang ditampilkan di atas, ada beberapa simpulan penting yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama,  bahwa kehadiran ACIS atau AICIS sebagai forum kajian  ilmu-ilmu ke-Islam-an, sekarang ini telah menjadi wadah untuk silaturrahmi nasional dan internasional bagi para insan akademik dari dunia  Pendidikan Tinggi Islam dan juga dari para pakar Islam dunia lainnya sehingga sudah menjadi kebutuhan nyata yang harus dilestarikan dan dilaksanakan untuk setiap tahunnya, dan ini bisa menjadi icon yang dimiliki oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI Jakarta. Kedua, Forum kajian ilmiah yang sekaligus menjadi silaturrahmi yang sudah berlabel internasional ini, harus terus menerus diimplementasikan dengan komitmen tinggi dan spirit  baru untuk dapat memunculkan paradigma-paradigma baru kajian ilmu-ilmu Islam yang bisa  memicu dan memacu perkembangan dan kemajuan inovasi dalam studi-studi Islam yang dilakukan di lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi Islam, terutama dalam kaitan dengan kontribusi keilmuan Islam untuk pembangunan bangsa dan masyarakat internasional. Ketiga, bahwa pihak Direktorat Pendidikan Tinggi Islam melalui forum AICIS ini bisa dihasilkan tindak lanjut melalui pembentukan tim pengembang akademik di lingkungan Diktis yang keanggotaannya dipilih berdasarkan kepakaran tertentu yang dipilih dari  masing-masing Perguruan Tinggi Islam. Tim ini bisa difungsikan sebagai tim  pengembang sekaligus tim evaluator Perguruan Tinggi Islam di lingkungan Kemenag RI dalam  semua aspek pendidikannya.
                                                
(Penulis adalah Pelaku sejarah Annual Conference on Islamic Studies, Guru Besar IAIN STS Jambi, Mantan Direktur Pascasarjana 2001-2009, dan sekarang menjadi Ketua Ikatan Sarjana NU Provinsi Jambi)
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com