Lagi, Putusan Hakim Sutoto Janggal
Setelah sebelumnya membuat putusan janggal pada kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Putri Resti Utami alias Amoy , kini hakim Sutoto Adiputro kembali melakukan kebijakan yang janggal pada kasus dugaan korupsi kredit macet di Pol PP Kota Jambi dengan terdakwa Endrayati, Mantan Bendahara Satpol PP Kota Jambi.
Jika pada sidang Amoy Sutoto membacakan vonis hanya berselang hitungan menit setelah pembacaan tuntutan dari Jaksa, dalam sidang Endrayati, hakim Sutoto membacakan vonis beberapa menit setelah pembacaan pledoy terdakwa. Sidang tanpa melalui tahapan pembacan replik dan duplik secara normal, replik diplik hanya dibacakan secara lisan, seolah olah putusan sudah ada sebelum sidang pledoy.
Endrayati sendiri, divonis 3,6 tahun pidana penjara.Vonis yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu 3 tahun hukuman penjara. "Senin 18/11, Kemarin red, Endriyati sudah di vonis 3,6 tahun penjara, vonis ini lebih tinggi dari tuntutan kita," ujar Ostar, Jaksa Penuntut Umum saat ditemui Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi.
Dikatanya lagi, persidangan Senin (18/11) setelah pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi), JPU dan Penesehat Hukum langsung mengajukan Replik dan Duplik secara lisan. "Pada persidangan yang beragenda pembacaan pledoi, JPU dan Penesehat Hukum lansung menanggapi pledoi dan Replik secara lisan," ungkapnya
Selain divonis 3,6 tahun penjara, Majelis Hakim juga menilai bahwa Mantan Bendahara Satpol PP Kota Jambi, Endriyati juga telah terbukti melanggar pasal 263 ayat (1) atau 378 KUH Pidana tentang pemalsuan dokumen/tandatangan.
Atas vonis 3,6 tahun penjara oleh Majelis Hakim, Endiriyati terdakwa kasus dugaan kredit macet di Bank Perkreditan Rakyat Kencana Mandiri, menyatakan pikir-pikir, begitu juga Jaksa Penuntut Umum.
Humas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi, Mahfudin terkait telah divonisnya mantan bendahara Satpol PP lebih tinggi dari tuntutan JPU mengatakan bahwa itu semua merupakan kewenangan dari Majelis Hakim yang memimpin sidang.
"Itu kewenangan Majelis Hakim, mungkin karna hal yang memberatkan terdakwa menurutnya kurang, maka Majelis Hakim mengambil keputusan seperti itu," kata Mahfudin saat ditemui diruang kerjanya.
sumber: jambi ekspres