Rupiah Diproyeksi Menuju 12.500 per USD
Laindainya inflasi dan surplus neraca dagang rupanya hanya berimbas sesaat pada nilai tukar rupiah. Setelah sempat menguat pada Senin lalu, rupiah lantas terus melemah. Akibatnya, Bank Indonesia (BI) kemarin (5/12) mencatat rupiah untuk pertama kalinya menembus level 12.000 per dolar AS (USD). Pelemahan ini pun diproyeksi masih akan berlanjut.
Managing Director dan Ekonom Senior Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan mengatakan, rupiah memang masih akan menghadapi tekanan berat hinggga tahun depan. 'Puncaknya, pada triwulan II 2014, kami perkirakan rupiah akan ada di kisaran 12.500 per dolar AS,' ujarnya saat dihubungi Kamis (5/12).
Sebagai gambaran, dalam Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin (5/12), rupiah ditutup di posisi 12.018 per USD, melemah 58 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya yang di posisi 11.960 per USD.
Ini merupakan level terendah sejak 10 Maret 2009. Ketika itu, rupiah ada di posisi Rp 12.040 per USD. Dengan posisi saat ini, maka sepanjang tahun ini (year-to-date), rupiah sudah melemah 2.333 poin atau 24,08 persen dibanding posisi awal tahun yang di level 9.685 per USD.
Sementara itu, pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot valas justru masih ada di bawah 12.000. Data kompilasi Bloomberg menunjukkan, kemarin (5/12) rupiah ditutup di posisi 11.965 per USD, menguat 21 poin atau 0,18 persen dibanding penutupan Rabu (04/12) di posisi 11.986 per USD.
--batas--
Menurut Fauzi, tekanan pada rupiah berasal dari faktor eksternal dan internal. Dari eksternal, rencana pengurangan stimulus atau tapering off oleh Bank Sentral AS The Fed pada Juni 2014 mendatang akan menjadi sentimen bagi investor untuk mengalihkan portofolio investasinya dari negara emerging market seperti Indonesia ke AS.
Sedangkan dari internal, defisit transaksi berjalan di Indonesia diperkirakan masih akan terjadi hingga tahun depan. Selain itu, faktor Pemilihan Umum (Pemilu) juga akan menjadi pertimbangan investor untuk lebih hati-hati menanamkan investasinya di Indonesia. 'Pada semester II 2014, efek tapering off sudah mereda dan hasil Pemilu juga sudah ada, jadi setelah itu investor bisa kembali nyaman dengan Indonesia,' katanya.
Sebagaimana diketahui, rangkaian Pemilu adakan dimulai dengan Pemilu legislatif pada 9 April 2014, dilanjutkan dengan Pemilu Presiden/Wakil Presiden pada 9 Juli 2014. Adapun presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik pada 20 Oktober 2014. Artinya, pada akhir tahun, investor sudah "mengetahui siapa yang akan memimpin Indonesia dan bagaimana arah kebijakan ekonominya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Fauzi pun membuat proyeksi pergerakan nilai tukar rupiah yang cukup progresif. Pada triwulan IV 2013 ini, nilai tukar rupiah akan ada di kisaran 11.700, lalu pada triwulan I 2014 melemah ke level 12.100, lantas melemah lagi pada triwulan II 2014 ke kisaran 12.500. Setelah itu, pada triwulan III 2014 mulai menguat ke level 12.000 dan pada triwulan IV 2014 diproyeksi menguat kembali ke level 11.400 per USD.
Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri kembali menyebut bahwa rupiah saat ini memang tengah mencari ekuilibrium atau titik keseimbangan baru. Menurut dia, pergerakan nilai tukar juga dialami oleh banyak negara lain karena kuatnya faktor eksternal rencana pengurangan stimulus atau tapering off di AS. 'Beberapa hal buruk yang mungkin terjadi pada Indonesia diantaranya nilai tukar rupiah yang terus berfluktuasi serta menurunnya harga komoditas ekspor,' ujarnya.
--batas--
Depresiasi tajam rupiah membawa ancaman baru bagi Indonesia. Pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita dalam denominasi dolar AS (USD) yang susah payah dipupuk, kini tergerus oleh pelemahan rupiah. Akibatnya, Indonesia pun terancam turun kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan rendah.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, secara nominal dalam denominasi rupiah, PDB Indonesia memang tumbuh. Namun, jika pelemahan rupiah terus berlanjut, maka PDB per kapita Indonesia dalam denominasi USD bisa turun di bawah USD 3.000. 'Artinya, kembali ke (kelompok) negara berpendapatan rendah,' ujarnya di Jakarta Kamis (5/12).
Sebagai gambaran, tahun lalu, nilai PDB per kapita Indonesia sudah nangkring level USD 3.592. Awal tahun 2013, Bank Dunia memproyeksi Indonesia bakal mencapai pendapatan per kapita USD 4.810 tahun ini. Namun, dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak triwulan II serta depresiasi tajam rupiah, proyeksi tersebut dipastikan tidak akan tercapai.
Menurut Destry, persoalan depresiasi rupiah sudah menyentuh sektor riil. Hal itu disebabkan imbas dari kebijakan pengetatan moneter Bank Indonesia (BI) yang agresif menaikkan suku bunga. 'Tapi, BI memang tidak punya banyak pilihan. Karena itu, pemerintah mesti segera memperbaiki struktur sektor riil kita agar ekspor bisa naik dan impor bisa dikurangi,' katanya.
Terancamnya Indonesia kembali menjadi negara berpendapatan rendah memang ironis. Awal bulan lalu, Organisasi untuk Pengembangan dan Kerjasama Ekonomi, atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), justru merilis potensi Indonesia untuk naik kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi atau negara kaya.
Untuk menentukan klasifikasi negara kaya, OECD menggunakan standar yang ditetapkan Bank Dunia, yakni memiliki Gross National Income (GNI) atau pendapatan kotor nasional di atas USD 12.000 per kapita pada 2013. Jika di Indonesia, ini berarti rata-rata pendapatan penduduk harus di atas Rp 132 juta per tahun.
--batas--
'Dengan laju pertumbuhan ekonomi per tahun sekitar 6 persen, Indonesia bisa mencapai level itu pada 2042,' kata Deputi Sekretaris Jenderal OECD Rintaro Tamaki dalam laporan berjudul "Economic Outlook for Southeast Asia, China, and India 2014 : Beyond The Middle-Income Trap".
Bagaimana negara lain? Tamaki menyebut, Malaysia bakal menjadi negara ASEAN pertama yang menyusul Singapura, Jepang, dan Korea dalam kelompok negara kaya. Negeri Jiran ini diproyeksi bakal mencapai level tersebut pada 2020 mendatang.
Sementara itu, raksasa ekonomi Tiongkok diproyeksi bakal menjadi negara kaya pada tahun 2026. Meski dalam beberapa tahun terakhir selalu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, Tiongkok butuh waktu cukup lama untuk masuk kelompok negara kaya karena besarnya jumlah penduduk.
Proyeksi Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Periode Rata-rata per USD
Triwulan IV 2013 Rp. 11.700
Triwulan I 2014 Rp. 12.100
Triwulan II 2014 Rp. 12.500
Triwulan III 2014 Rp. 12.000
Triwulan IV 2014 Rp. 11.400
Sumber : Standard Chartered Research
Adapun Thailand diproyeksi menjadi negara kaya pada 2031. Di belakang Indonesia, giliran Filipina yang akan menikmati masa kemakmuran pada 2051, disusul Vietnam pada 2058. Sedangkan India diproyeksi akan menyusul di tahun 2059.
sumber: jambi ekspres