Dedi Himawan

Kerinci Mencekam?

Posted on 2014-11-13 08:41:50 dibaca 4477 kali

Oleh Deddy Himawan*)

 

Kerinci adalah satu daerah yang kaya akan sumber daya alamnya, negeri yang disebut Sakti Alam Kerinci, mengundang banyak perhatian orang. Keindahan alamnya, suasana yang aman, damai, dan masyarakatnya yang sopan, ramah tamah, religius, dan memegang teguh adat istiadatnya. Namun diakhir pekan lalu, situasi itu hilang. Kekhasan negeri yang dikenal serambi Madinah ini, terkesan tak mencerminkan lagi uhang Kincai, seperti dibayangkan banyak orang.

Kejadian di akhir pekan lalu, Sabtu (8/11) lalu menunjukkan bahwa sikap egoisme, mau menang sendiri, dan main hakim sendiri. Bukanlah warisan atau nilai leluhur yang diajarkan oleh para pendahulu kita, malah mereka mengajarkan nilai-nilai positif, nilai-nilai yang mengandung makna yang luar biasa, seperti yang tergambar, dan terucap adat istiadat masyarakat Sakti Alam Kerinci.

Bentrokan  antar dua desa yakni Desa Tanjung Pauh Mudik dan Kumun Debai  membuat empat rumah warga Tanjung Pauh Mudik dilaporkan ludes dibakar massa, dan satu warga Kumun tewas dalam ‘’perang’’ antar dua desa yang bertetangga tersebut. 

Informasinya, pada Selasa dini hari kemarin setidaknya terjadi dua kali bentrok antar warga dua desa tersebut. Pertama pukul 01.00 Wib, ratusan warga Kumun menyerang ke Tanjung Pauh Mudik. Mereka membakar empat rumah warga di daerah perbatasan desa yang diketahui milik Ruslan, Bengkel Edi, Adrianus dan Harmonis.

Melihat aksi pembakaran tersebut, warga Tanjung Pauh Mudik melakukan perlawanan dan balik menyerang warga Kumun hingga ke perbatasan. Kabarnya, dalam serangan balasan ini lah seorang warga Kumun, bernama Junaidi Ananda Putra tewas. Pukul 04.30 Wib, warga Kumun kembali menyerang ke Tanjung Pauh, tapi lagi-lagi mereka mendapat perlawanan sehingga bentrokan pun terjadi lagi.

“Kejadian semalam (dini hari kemarin) sangat mencekam dan menakutkan. Saya pada malam itu berlarian menyelamatkan anak saya menjauhi lokasi rumah yang dibakar oleh warga Kumun,” kata Mahyudin, warga Tanjung Pauh kepada Jambi Independent.

Menurut Mahyudin, rumahnya bersebelahan dengan salah satu rumah yang dibakar warga Kumun. “Rumah saya berada disamping rumah Harmonis. Beruntung rumah saya tidak ikut dibakar,” ujarnya.

    Seperti diketahui, bentrok warga dua desa ini dipicu oleh kejadian pengeroyokan warga Kumun Debai, bernama Iskandar (20), oleh warga Tanjung Pauh Mudik pada Jumat (7/11) malam lalu, di Simpang Debai. Dalam kejadian itu, Iskandar mengalami cedera serius dan dilarikan ke Rumah Sakit di Padang.

    Buntut dari kejadian itu, pada Sabtu (8/11), ratusan pemuda Kumun melakukan penyerangan sebagai balasa dendam ke Tanjung Pauh Mudik dengan membawa senjata tajam. Dalam kejadian itu beberapa rumah warga Tanjung Pauh mengalami rusak akibat lemparan batu.

    Untuk menyelesaikan pertikaian warga dua desa ini, pada Minggu (9/11), Bupati Kerinci Adi Rozal dan Wali Kota Sungai Penuh Asyafri Jaya Bakri turun tangan. Difasilitasi pihak kepolisian dan TNI, keduanya mempertemukan kedua belah pihak untuk berdamai. Pelaku pengeroyokan warga Kumun akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Namun, gejolak  antar dua desa ini belum reda. Kejadian penyerangan yang dilakukan oleh warga Kumun Debai kepada warga Tanjung Pauh memang tidak diduga sebelumnya. Sebab, pada Senin siang hingga sore kondisi di dua desa itu normal seperti biasa. Bahkan, Brimob yang menjaga di wilayah perbatasan juga terlihat santai–santai saja.

Melihat kondisi tersebut, ratusan aparat keamanan dikerahkan, bahkan ditambah personilnya. Tak tangung-tanggung, orang nomor satu kepolisian Jambi harus segera turun tangan memantau situasi yang ada, dibantu dengan aparat TNI setempat. Ini menandakan bahwa persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Kerinci memang serius, apalagi melihat karakter, sikap, dan belajar pengalaman yang sudah-sudah.

Dari untaian diatas, semua berawal dari akibat ulah kenakalan remaja, sehingga meluas menjadi perang saudara, bentrokan, penyerangan, pembakaran, kerusuhan, yang pada akhirnya menjadi konflik sosial, ditengah kehidupan masyarakat. Orang luar tidak tau siapa yang bentrok, orang luar tidak tau desa atau kampung yang rusuh, orang luar tau Kerinci rusuh lagi, Kerinci bentrok lagi. Bagi penulis Kerinci selalu seksi kalau diberitakan baik yang baik maupun yang buruk.

Masih ingat di ingatan kita, kerusuhan Siulak di awal tahun 2014, sebagai bentuk dari ketidakpuasan terhadap pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Kerinci, dimana puluhan rumah menjadi sasaran, aktivitas masyarakat terganggu, dan bahkan menjadi sorotan nasional. Sementara yang menjadi korban dari setiap konflik adalah masyarakat itu sendiri. Apakah kita semua tidak mau belajar dari apa yang sudah terjadi? Apakah kita diam melihat kondisi masyarakat yang tak aman lagi? Apakah kita mau negeri ini pecah belah?

Tentu jawabannya, tidak. Terus apa yang bisa kita petik dari semua yang terjadi di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini, khususnya bumi Sakti Alam Kerinci. Pertama pemerintah daerah bersama aparat keamanan harus lebih peka, peduli, dan sensitif lagi dalam menganalisa, mengantisipasi, dan mendeteksi semua potensi konflik yang terjadi. Jangan catatan atau laporan di baca saja, tanpa adanya sebuah action.

Kedua pemerintah dan masyarakat harus ada hubungan sinergi, tidak hanya di saat kejadian atau peristiwa saja aparatur pemerintahan memanfaatkan para tokoh masyarakat, adat, agama, dan pemuda. Tetapi sinergi itu dibangun dengan sering berkomunikasi dan bersilaturahmi, minimal satu minggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali. Sehingga koordinasi itu berjalan dengan baik, dan potensi konflik bisa diminimalisir.

Ketiga para pemangku kebijakan harus bisa mengoptimalkan keberadaan tokoh masyarakat, adat, agama, dan pemuda dalam setiap kebijakan yang diambil dan memanfaatkan peran mereka di tengah kehidupan masyarakat sehari-hari, termasuk dalam menggalakkan kembali aktivitas sosial seperti pengajian, gotong royong, dan aktivitas yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita.

Keempat, jangan bertindak sebelum kejadian, ibarat petugas pemadam kebakaran, kalau sudah ada kejadian baru petugas datang. Ini tentu akan menambah panjang lagi penderitaan masyarakat. Sebelum api itu muncul harus bisa dipadamkan, sebelum ia membesar, seperti bentrokan antar Desa Tanjung Pauh dengan Desa Kumun yang baru terjadi.

 

Kelima menghidupkan dan menanamkan kembali semangat kearifan lokal, semangat nilai-nilai Pancasila, dan semangat yang tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945, sebagai landasan semua pihak untuk berpijak, dalam mengambil keputusan.

Namun yang lebih penting lagi, di tengah kondisi yang tak kondusif, semua pihak harus tetap tentang tidak mengedepankan emosi, ego, dan sikap main hakim sendiri, seraya tidak terprovokasi dengan isu, berita, dan kabar yang dapat memicu konflik itu muncul lagi. Serta dapat menyelesaikan masalah secara musyawarah mufakat, yang merupakan salah satu nilai leluhur masyarakat Indonesia, bahkan dalam adat istiadat juga sudah diajarkan.

Terakhir penulis ingin menyampaikan pesan sosial kepada kita semua untuk kembali belajar dari apa yang sudah terjadi, jadi peristiwa itu guru, agar  ke depan hal yang sama tidak terulang lagi. Stop kekerasan dan jadikan bumi Sakti Alam Kerinci sebagai surganya dunia. (*)

 

*). Pendiri Forum Diskusi Jambi (FDJ) yang juga aktifis kebangsaan, tinggal di Kota Jambi.

 

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com