Suhardi, S.Ag, MA

Membaca Polemik Partai Golkar

Posted on 2014-11-30 10:17:49 dibaca 3567 kali

Oleh: Suhardi, S.Ag, MA

Kisruh Partai Golkar menjelang munas kemarin, benar-benar menjadi pentas panas drama politik tanah air. Dua kubu yang berseberangan mencoba menjajal kekuatan politik dalam arena perebutan puncak pimpinan partai. Jarang-jarang terjadi pada partai sekelas Partai Golkar yang sarat pengalaman politik, menuai konflik separah ini. Konflik biasanya diselesaikan secara mudah melalui pendekatan soft politik. Apa sesungguhnya yang melanda partai pohon beringin? Benarkah”hantu-hantu” politik pohon beringin sudah berkeliaran dan menggangu penghuninya?, atau pohon beringin tidak lagi” teduh” bagi sebagian orang yang bernaung di bawahnya?.

Membaca dinamika yang terjadi di tubuh Partai Golkar menjadi menarik di tengah tingginya eskalasi politik tanah air pasca pilpres. Memang turbulensi dan tensi politik di luar sudah mulai menurun, tapi sejatinya masih menyimpan bara api yang terus menyala dan membara. Setidaknya ada beberapa prediksi politik yang menyebabkan polemik Partai Golkar.

Pertama, kepentingan politik pihak-pihak tertentu di luar Partai Golkar. Sebagai sebuah partai pemenang kedua pada pileg lalu, Golkar menjadi kekuatan signifikan dalam politik tanah air. Apalagi Golkar adalah kekuatan utama dalam gerbong Koalisi Merah Putih ( KMP). Sebuah kekuatan yang dominan di parlemen. Membuat Golkar pecah dan lemah adalah sasaran tembak yang jitu dalam melumpuhkan KMP. Dalam teori politik menembak kaki utama adalah salah satu cara ampuh melumpuhkan gerak dan langkah politik. Gejala ini sudah mulai terbaca bagaimana konflik yang terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang melahirkan dualisme kepemimpinan.

Kedua, murni  (pure) gerakan internal Golkar yang  menginginkan perubahan kepemimpinan. Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie (ARB) tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi besar partai. Bahkan mengalami degradasi suara, seperti di legislatif suara Golkar menurun, dari 107 kursi pada 2009 menjadi hanya 91 kursi pada 2014. Apalagi mempercepat munas dilihat sebagai strategi politik ARB dan loyalisnya agar terpilih kembali sekaligus mempersempit ruang gerak pesaingnya untuk bermanuver. Padahal sebelumnya, kubu ARB selalu menolak upaya untuk mempercepat munas.

Ketiga,  ambisi kekuasaan. Gejala haus kekuasaan seakan menjadi warna baru dalam Partai Golkar pasca reformasi. Kita bisa melihat bagaimana ketika hasrat akan kekuasan tidak mendapat tempat di Partai Golkar berujung keluar partai dan mengusung gerbong sendiri. Menjadi mudah publik membacanya, bagaimana Wiranto dengan Partai Hati Nurani Rakyat ( Hanura). Demikian juga dengan Prabowo dengan Partai Gerakan Indonesia Raya ( Gerindra). Dan terakhir Surya Paloh dengan Nasional Demokrat ( Nasdem). Semuanya lahir setelah gagal menduduki puncak pimpinan dan kecewa terhadap kepemimpinan Partai Golkar.

Keempat, drama politik tingkat tinggi Partai Golkar. Partai Golkar adalah partai yang banyak dihuni politisi-politisi kawakan dan berpengalaman. Apalagi Golkar sebagai partai yang lama yang di republik ini jelas telah matang dengan kalkulasi politik. Membuat “perang” dalam partai menjadi hal lumrah dalam politik. Hal ini dilakukan agar terlihat dengan jelas siapa lawan dan siapa kawan, terlebih lagi bisa melihat kekuatan luar yang ingin menggangu Partai Golkar. Hal ini penting dilakukan agar kekuatan partai solid dan tidak diganggu infiltrasi kekuatan di luar partai. Sebab pihak internal yang disusupi kepentingan eksternal bisa saja menjadi duri dalam daging. Artinya friksi, polemik dan gejolak, sengaja diciptakan agar Partai Golkar punya semacam roadmap baru atau masterplan ke depan dalam membuat langkah-langkah politik.

Terlepas apapun yang menyebabkan polemik Partai Golkar, penting bagi Indonesia untuk melihat partai politik tumbuh dalam karakter dan budaya politik Indonseia. Seperti musyawarah dalam setiap menyelesaikan konflik, bukan dengan cara-cara kekerasan dan intimidasi politik. Kegaduhan dan konflik di Partai Golkar tidak hanya berdampak terhadap internal Golkar saja, tapi memiliki implikasi terhadap perjalanan pemerintahan Jokowi-JK lima tahun ke depan. Sebagaimana yang disampaikan Wapres Jusuf Kalla, bahwa keberadaan Partai Golkar akan menjadi penting dalam konstelasi dan stabilitas politik Indonesia. Apalagi trend perpecahan atau yang populer sekarang istilah “tandingan” ditubuh partai dan institusi politik semakin menguat. Dan ini jelas preseden politik yang tidak baik bagi bangsa dan rakyat. Sehingga semakin menambah prejudice masyarakat terhadap partai politik.

Semoga Partai Golkar bisa menyelesaikan kekisruhan ini dengan baik sehingga tidak akan lahir lagi bayi-bayi baru dari tubuh Golkar. Dan Golkar tetap dilihat sebagai partai yang membuat teduh orang-orang yang bernaung dibawahnya.

(*)

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com