Endang Lentuk Kosasih (Pasundan Ekspres/JawaPos.com)
JAMBIUPDATE.CO - Getir hidup telah dirasakan Endang Lentuk Kosasih. Kemiskinan, kebodohan, dan penindasan. Dulu, Endang tak berdaya menghadapinya hingga menjalani hidup di jalanan yang keras dan kelam. Tapi, kesalehan seorang ibu serta nasihatnya menjadikan Endang memilih "dunia putih".Â
Kini Endang bertekad menghabiskan hidupnya untuk membantu orang miskin, berjuang jangan ada generasi muda yang bodoh dan melawan segala penindasan. Bak kisah Robin Hood, Ketua MPC Pemuda Pancasila (PP) Subang itu, bertekad memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil. Walau harus berhadapan dengan segala tekanan penguasa.Â
“Saya dilahirkan dari rahim seorang ibu yang miskin. Yang tidak tahu bagaimana membaca dan menulis, tapi bisa membaca Al-Quran. Pagi makan sore tidak, itu sudah saya rasakan. Bahkan bisa berbulan-bulan,†kata Endang kepada Pasundan Ekspres (Jawa Pos Group).
Untuk bertahan hidup, Endang hidup di jalanan dan terminal. Perkelahian sudah jadi bagian sosok Endang. Bukan saja setelah remaja, Endang kecil sejak SD sudah sering terlibat dalam perkelahian. Dia tidak tega jika melihat orang lain diganggu. Akibat itu pula, anak lelaki satu-satunya dari 7 bersaudara itu selalu pindah sekolah. Hingga akhirnya menamatkan sekolahnya di Ciamis.
Keberanian Endang memang di atas rata-rata. Saat usia kelas 2 SD saja, dia sudah berani pergi naik bis ke Lapang Banteng, Jakarta dengan membawa semir dan lap. Niat mencari saudaranya dan ingin hidup di kota. Agar merasa ada yang menjaga, dia menuliskan nama ayah dan ibunya dalam secarik kertas. Diselipkan di saku celananya.
Walau demikian, orang tuanya tak bosan menasehati dan berkali-kali membawanya ke guru ngaji. “Pernah suatu ketika, ibu membawa saya ke seorang guru ngaji sambil membawa pisang. Upah untuk guru ngaji, agar saya diajari mengaji,†tutur Endang.
Endang muda memang dekat dengan kekerasan dan kriminal, tapi ia ternyata selalu ingin mempelajari hal-hal baru. Meski intelektualnya tidak terasah, tapi masih ada kelembutan di hatinya. Bahkan terbersit pemikiran bahwa bisa jadi hidupnya kelak akan berubah.
Dia sering menyempatkan diri membaca dan membeli buku. Bahkan pernah ia pergi ke pusat toko buku Palasari, Bandung. “Saya waktu itu berpikir maju ke depan, bisa jadi suatu saat, saya jadi seorang pemimpin. Harus bisa pidato, saya akhirnya beli buku pidato. Saya pelajari,†ujarnya.
Getaran hati dan kebaikan ibunya ternyata semakin menguat. Pelan-pelan ia menyadari bahwa hidupnya jika terus di jalanan akan menghadapi masa depan yang suram. Sekitar tahun 1990, Endang mulai mencoba mengubah hidupnya.Â
Uang jatah di terminal ia tinggalkan, lalu jualan rokok.Â
Mulai belajar mengaji ke para ustad, di Subang dan ke luar daerah. Karena seorang ustad pula, dia dijodohkan dengan gadis yang sederhana dan patuh. “Saya tidak pernah pacaran, langsung menikah saja. Nurut sama ustad, yang penting saya lihat akhlaknya,†ucapnya.
Kesungguhannya meninggalkan dunia jalanan tidak mudah. Banyak godaan datang. Tapi ia berusaha istiqomah. Memantapkan diri hanya menerima yang halal saja. Niatnya untuk membantu orang miskin dan kesusahan tetap lurus. Akhirnya dia memilih profesi baru.Â
Terjun ke dunia wartawan, belajar menulis secara otodidak. Baginya, profesi jurnalis adalah mulia. Bisa membantu orang banyak yang kesusahan. Jika Robin Hood merampok para saudagar kaya kerajaan di hutan belantara, Endang menjadikan profesi jurnalis sebagai upaya memperjuangkan yang lemah dan miskin.Â
“Alhamdulilah, saya bisa banyak bantu orang lain karena profesi jurnalis. Mereka yang miskin bisa menerima bantuan, yang terkena kasus hukum karena tidak mengerti seringkali jadi korban. Saya bantu mereka semampunya,†katanya.
Kejutan lainnya, tak disangka dirinya didorong untuk menjadi Ketua Pemuda Pancasila (PP). Banyak orang yang mencibir, apakah dirinya mampu menjalankan organisasi besar PP. Hal itu menjadi cambuk, ia terus berusaha belajar. Organisasi menjadi jembatan dirinya untuk berbuat kebaikan. Nyatanya, kini sudah dua periode memimpin MPC Pemuda Pancasila.
Endang tak menampik, bahwa banyak pandangan negatif terhadap dirinya. Mengingat organisasi PP banyak diisi oleh anggota dengan titel “premanâ€. Pelan-pelan Endang mengubah imej negatif itu, dan mengarahkan anggotanya untuk berbuat kebaikan. Tentu hal itu tidak mudah, Endang terus mengarahkannya dengan tulus.Â
“Sebab, jika seorang pemimpin itu sudah menggunakan hatinya, lurus, jujur, dan bersih, maka akan Allah mudahkan. Pendidikan setinggi apa pun, jika dia sudah lupa dengan Sang Penciptanya, dia tidak akan mampu. Saya yakin itu,†tandas Endang.
Saat memilih jalan lurus pula, kemudian Endang ditakdirkan bisa berangkat ibadah umroh. Tak seperti kebanyakan orang meminta kejayaan, di tanah suci itu, dia malah meminta miskin.Â
“Saya berdoa, lebih baik saya merasakan miskin. Saya ingin merasakan bagaimana orang yang susah. Dan itu terbukti, saya sering tidak punya uang. Sampai sekarang begitu, walau kelihatannya hebat memakai mobil,†ungkapnya. (Lukman NH/yuz/JPG)
Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129
Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896
E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com