Ilustrasi.
JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kesadaran masyarakat dan upaya pemerintah dinilai minim dalam upaya melindungi pengguna e-commerce. Bahkan publik pun tak memahami urgensi dari perlindungan data pribadi dan hak-hak mereka sebagai konsumen. Kelemahan ini menjadi kesenjangan yang kerap ddisalahpergunakan oleh sejumlah oknum.
Data McKinsey melansir, industri e-commerce di Indonesia akan tumbuh sepanjang 2017-2022 dan menghasilkan 20 juta dolar, serta mendukung 2-3 persen dari PDB Indonesia dan menyediakan sebanyak 26 juta lapangan pekerjaan.
Kegelisaah publik ini pun disampaikan Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti.”Dari data sudah jelas bahwa populasinya (pengguna, red) besar. Indonesia potensial untuk perkembangan industri ini. Permasalahan kesadaran rendah sejalan dengan perhatian pemerintah yang masih minim,” jelasnya, Selasa (14/1).
Indonesia, sambung dia, sebenarnya memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. UU lain yang sudah berlaku adalah UU Nomor 19 Tahun 2016 yang merupakan amandemen dari UU Nomor 11 Tahun 2008.
PP ini sudah mengatur beberapa hal, di antaranya adalah mengenai larangan untuk membagikan dan menggunakan data konsumen ke pihak ketiga dan aturan mengenai data apa saja yang boleh digunakan oleh penyedia layanan e-commerce.
Namun di dalamnya, ujar dia, dinilai masih belum ada parameter yang jelas untuk mengukur sejauh mana kinerja para penyedia layanan e-commerce dalam mematuhi regulasi yang berlaku.
Untuk itu, perlu didorong terciptanya kebijakan yang mengedepankan prinsip perlindungan data pribadi konsumen.
”Ada beberapa persoalan yang berpotensi menghambat pertumbuhan perdagangan e-commerce. Yang pertama adalah belum adanya regulasi mengenai perlindungan data pribadi. Disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen e-commerce,” ucapnya.
Penggunaan data pribadi dalam penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang penyedia platform lakukan. Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan perusahaan financial technology (fintech), data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan tanpa seizin konsumen.
”RUU ini idealnya mengatur hak dan kewajiban antara penyedia layanan, memperjelas tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja. Sayangnya saat ini pembahasan RUU ini masih tertunda karena harus menunggu selesainya pembahasan Omnibus Law,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong agar masyarakat semakin aktif menuntut hak mereka sebagai konsumen. Pasalnya, belum ada aturan perlindungan hak konsumen yang kuat di tengah pertumbuhan penggunaan layanan digital. Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi mengatakan, isu perlindungan menjadi topik hangat di era ekonomi digital.”Pertimbangan yang paling sederhana, konsumen sendiri yang harus aktif dalam melindungi haknya. Banyak aturan yang masih tertunda di tengah jalan,” ucapnya.
memaparkan konsumen harus mengetahui ke mana dan oleh siapa datanya diambil. Konsumen juga harus berani mengadu jika ada penggunaan yang salah terhadap datanya. ”Tanpa seizin konsumen atau sepengetahuan yang penuh, pelaku usaha tidak punya hak menggunakan data pribadi konsumen untuk kepentingan usahnya. Konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut,” tegasnya.
Sularsi juga meminta pemerintah mempercepat aturan mengenai peraturan pemerintah mengenai perdagangan elektronik dan perlindungan data konsumen.”Dalam 3 tahun tren digital ekonomi ini meningkat cukup pesat, pola konsumsi masyarakat berubah, tetapi pemerintah masih belum menentukan aturan baku. Konsumen harus berjuang sendiri,” ujarnya.
Selain itu, isu perlindungan konsumen juga akan mencuat dari perdagangan lintas batas. Aturan yang berbeda antar negara dapat membuat konsumen menanggung biaya yang tidak disepakati sejak awal. ”Contohnya begini, konsumen membeli barang elektronik lewat platform marketplace internasional dan barang berasal dari Cina. Ketika masuk ke Indonesia, barang dikenakan cukai yang justru lebih mahal dari harga barang. Cukai tersebut siapa yang menanggung, konsumen harus mengetahui regulasi-regulasi cukai di Indonesia,” ucapnya. (dim/fin/ful)
Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129
Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896
E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com