Ilustrasi, Klorokuin.
JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Jangan sembarangan mengkonsumsi obat klorokuin untuk pengobatan COVID-19. Penggunaan klorokuin harus berada dalam pengawasan dokter.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan klorokuin dan hidroksiklorokuin termasuk obat keras. Untuk itu penggunaannya dalam pengobatan COVID-19 harus melalui pengawasan dokter.
“Penggunaan kedua obat tersebut tentunya harus berdasarkan pertimbangan medis dari dokter terhadap kondisi pasien. Karena obat ini termasuk dalam obat keras, maka hanya boleh diberikan di bawah pengawasan dokter dan diperoleh dengan resep dokter,” katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (17/4).
Dijelaskannya, klorokuin sudah lama digunakan dalam pengobatan malaria. Akan tetapi izin edarnya sebagai obat malaria sempat ditarik dengan pertimbangan sudah ada resistensi. Sementara Hidroksiklorokuin sampai sekarang masih digunakan untuk pengobatan penyakit lupus dengan khasiat serta keamanan yang baik.
Dikatakannya, BPOM telah memberikan persetujuan penggunaan terbatas klorokuin dan hidroksiklorokuin dalam terapi pengobatan COVID-19 pada saat darurat.
Penny mengatakan bahwa penggunaan obat itu dapat menimbulkan efek samping dengan gejala paling umum sakit perut, mual, muntah, dan sakit kepala. Penggunaan obat tersebut juga berisiko menyebabkan detak jantung tidak teratur.
“Tapi efek samping itu sangat dipengaruhi oleh kondisi tubuh individu,” katanya.
Penny menyebut BPOM bersama Komite Nasional Penilai Obat, farmakolog, dan klinisi lain telah melakukan kajian dalam penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk pengobatan COVID-19. Kajian tersebut didasari dengan manajemen penggunaan obat di China dan Singapura serta pertimbangan Organisasi Kesehatan Dunia.
Karenanya, dia mengatakan penggunaan kedua obat tersebut bisa ditinjau kembali sesuai perkembangan.
“Keputusan ini dapat ditinjau kembali sesuai perkembangan terbaru dari studi klinik klorokuin fosfat dan hidroklorokuin sulfat dalam mengobati COVID-19. Produk ini disetujui penggunaannya hanya untuk pasien dewasa dan remaja,” katanya.
Sementara, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sudah mengeluarkan protokol terkait tata laksana perawatan pasien COVID-19, mulai dari yang bergejala ringan sampai berat, termasuk tata laksana pemberian obat pasien.
Dokter spesialis paru-paru RSUP Persahabatan Andika Chandra Putra, mengatakan sebelum pemberian klorokuin, pasien COVID-19 harus menjalani pemeriksaan awal. Selama proses terapi , pasien tetap harus menjalani pemeriksaan elektrokardiogram untuk pengecekan irama jantung.
“Bagi klinisi tentu sebelum memberikan obat itu harus dipastikan dulu kondisi jantungnya baik atau tidak. Atau melakukan pemantauan lewat EKG (elektrokardiogram) melihat irama jantungnya ada perburukan atau tidak,” katanya.
Efek samping penggunaan obat klorokuin pernah dirasakan artis yang pernah dinyatakan positif COVID-19, Andrea Dian.
Diceritakannya, saat menjalani isolasi di Wisma Atlet, dia mengaku sempat mendapatkan obat klorokuin.
“Seminggu di Wisma Atlet aku dapat banyak obat, yang harus diminum (untuk) melawan virus. Ada obat klorokuin, tetapi aku enggak bisa minum,” katanya melalui siaran langsung Instagram dengan Reza Rahadian, Kamis (16/4).
Usai minum klorokuin, dirinya mengalami tremor, mual, hingga nyaris pingsan. Dari situ dia kemudian tak lagi mengonsumsi klorokuin.
“Aku, kan, selama di sana dikasih obat klorokuin dan efek samping aku dapat tremor, mau pingsan, mual, muntah, dan aku deg-degan banget. Pokoknya enggak enak,” tuturnya.
Dia mengatakan obat tersebut memang tak boleh dikonsumsi sembarangan dan harus melalui resep dokter. Tidak hanya itu, efek samping yang dirasakan setiap orang berbeda-beda dalam penggunaannya.
“Tapi sebagian pasien ada yang enggak merasa apa-apa. Saat aku minum itu, ada efek samping jadi aku enggak minum itu,” ucap Andrea.(gw/fin)
Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129
Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896
E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com