JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Tahun 2024 menjadi saksi bagaimana kecerdasan buatan (AI), teknologi semakin mendominasi kehidupan manusia. Teknologi Informasi telah mengubah cara manusia berpikir, bertindak, dan menjalani hidup, menciptakan dunia yang terlalu mengandalkan akal dan rasionalitas. Namun, di balik perkembangan ini, terdapat krisis mendalam yang mengancam inti kemanusiaan—krisis identitas, krisis spiritualitas dan krisis lingkungan.
Dalam konteks ini, Prof. Iskandar Nazari, S.Ag.,M.Pd.,M.S.I.,M.H.,Ph.D menawarkan gagasan paradigma pendidikan berbasis ruhiologi sebagai solusi yang relevan dan mendalam dalam melahirkan generasi yang berkesadaran menuju peradaban yang menghasilkan SDM EMAS berkesadaran 2045.
Fenomena Perilaku Menyimpang Manusia Modern yang dipertontonkan tanpa rasa malu: Krisis Moral dan Sosial di Era Digital
Kemajuan teknologi dan kebebasan berekspresi di era digital telah menciptakan ironi besar dalam kehidupan manusia modern. Di satu sisi, teknologi mempermudah akses terhadap informasi dan komunikasi. Namun, di sisi lain, teknologi menjadi ruang bebas untuk menampilkan perilaku menyimpang tanpa sensor, yang semakin memprihatinkan yang kini dengan terang-terangan dipertontonkan di ruang publik, terutama melalui media sosial: (Pemerkosaan yang Diumbar Secara Digital; Budaya Free Sex yang diloloskan oleh Media Sosial; Penggunaan Narkoba secara Terbuka; Korupsi yang Diterima sebagai Budaya; Judi Online: Perangkap Digital yang Meluas; Pembunuhan yang Didokumentasikan dan Dipublikasikan; Bullying yang Dianggap Hiburan; dan Fenomena Ekshibisionisme Digital)
Krisis Spiritualitas: Lupa akan Hakikat Diri
Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Seyyed Hossein Nasr dalam karya fenomenalnya, Islam and the Plight of Modern Man, manusia modern menghadapi tantangan besar berupa amnesis, yaitu lupa akan hakikat dirinya dan kemanusiaannya. Nasr menggambarkan bahwa manusia modern telah tersesat dalam pusaran materialisme, sekularisme, dan teknologi, yang menyebabkan keterputusan dari dimensi ruhani yang menjadi inti eksistensinya, sehingga mengakibatkan krisis identitas, krisis spritualitas dan krisis lingkungan.
Dalam pandangan Nasr, krisis spiritualitas ini bukan hanya akibat dari modernisasi, tetapi juga dari reduksi nilai-nilai luhur manusia menjadi sekadar fungsi mekanis. Akibatnya, manusia kehilangan makna hidup, kesadaran akan tujuan, dan hubungan dengan Yang Transenden. Teknologi Informasi yang berperan dominan semakin memperkuat kecenderungan ini, dengan menggantikan perenungan mendalam dengan algoritma dan logika, serta mendorong manusia menjauh dari nilai-nilai spiritual dan refleksi diri.
Ketidakseimbangan ini tidak hanya melahirkan dehumanisasi, krisis identitas, dan spiritualitas serta krisis lingkungan, tetapi juga menciptakan tantangan besar dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang terlalu terfokus pada kecerdasan intelektual dan teknologi cenderung melahirkan individu yang cerdas secara teknis namun miskin nilai, makna, dan kesadaran ruhani. Untuk menghadapi tantangan ini, Prof. Iskandar menawarkan paradigma pendidikan ruhani berbasis kecerdasan ruhiologi menjadi sangat relevan.
Pendidikan Berbasis Ruhiologi sebagai Jawaban
Prof. Iskandar, sebagai penggagas paradigma Pendidikan ruhani berbasis kecerdasan ruhiologi menawarkan solusi krisis dehumaniasi manusia modern abad 21 ini memerlukan jawaban yang melampaui pendekatan material dan teknis. Pendidikan berbasis ruhiologi hadir sebagai solusi dengan menempatkan dimensi ruhani sebagai inti pengembangan manusia. Paradigma ini berusaha mengatasi amnesis manusia modern dengan membantu individu mengingat kembali hakikat dirinya, memperkuat kesadaran ruhani, dan membangun kehidupan yang seimbang.
Prinsip Utama Pendidikan Ruhani Berbasis Ruhiologi
1. Kesadaran Diri dan Ruhani
Berangkat dari gagasan Nasr, pendidikan harus membantu siswa mengenali dan mengingat kembali hakikat dirinya sebagai makhluk ruhani. Pendidikan ini bertujuan untuk membangun kesadaran akan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta.
2. Sinergi Kecerdasan
Pendidikan berbasis ruhiologi mengintegrasikan dan mensinergikan kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual(SQ) serta Arificial (AI) teknologi digunakan sebagai alat bantu untuk memperdalam pemahaman, bukan sebagai pengganti nilai-nilai kemanusiaan, sehingga pengambilan keputusan berperilaku didasari oleh energi jiwa (god light) yang egiliti dan produktif yang bernilai bagi pengabdian kemanusian.
3. Pembangunan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Universal
Pendidikan harus berfokus pada pengembangan karakter melalui nilai-nilai luhur seperti kejujuran, empati, tanggung jawab, dan kasih sayang, yang diambil dari ajaran agama dan kebijaksanaan universal.
4. Pengalaman Holistik dan Transendensi
Proses pembelajaran dirancang untuk mencakup pengalaman yang menyentuh aspek intelektual, emosional, dan spiritual siswa, serta menghubungkan mereka dengan tujuan yang lebih tinggi dalam hidup.
5. Penerapan Teknologi Secara Bijaksana
Teknologi, termasuk AI, harus diarahkan untuk mendukung tujuan spiritual manusia. Penggunaan AI harus diselaraskan dengan nilai-nilai etika dan kemanusiaan, bukan sekadar untuk efisiensi dan produktivitas.
Refleksi Akhir 2024: Kembali ke Hakikat Manusia
Sebagaimana dipaparkan oleh Prof. Seyyed Hossein Nasr, manusia modern menghadapi amnesis atau lupa akan hakikat dirinya sebagai makhluk spiritual yang memiliki hubungan dengan Sang Ilahi. Fenomena ini menciptakan krisis mendalam yang tidak hanya merusak kemanusiaan tetapi juga mengganggu keseimbangan peradaban modern. Tahun 2024 menjadi saksi bagaimana dominasi teknologi informasi dan rasionalitas yang tidak terkendali telah mendorong manusia semakin jauh dari akar spiritualitas dan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, tahun ini juga memberikan momentum refleksi bagi kita untuk menyadari bahwa teknologi hanyalah alat, bukan tujuan. Mengembalikan hakikat manusia sebagai makhluk ruhani menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga keseimbangan antara kecerdasan teknis dan kesadaran spiritual.
Harapan 2025: Membangun Generasi Emas yang Berkesadaran
Memasuki tahun 2025, Prof. Iskandar merekomensaikan Pardigma Kecerdasan Ruhiologi (Ruhiologi Quotient - RQ) sebagai pendekatan yang lebih transintegrasi keilmuan harus diterapkan untuk menghadapi tantangan modern. Pendidikan modern berbasis ruhiologi mengintegrasikan dan mensinergikan kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual(SQ) serta Arificial (AI) teknologi digunakan sebagai alat bantu untuk memperdalam pemahaman, bukan sebagai pengganti nilai-nilai kemanusiaan, sehingga pengambilan keputusan berperilaku didasari oleh energi jiwa (god light) yang egility dan produktif yang bernilai bagi pengabdian kemanusian dengan penuh berkesadaran.
Menuju Peradaban yang Berkesadaran
Tahun 2025 harus menjadi awal baru untuk membangun peradaban yang lebih berkesadaran, di mana teknologi tidak lagi mendominasi tanpa arah, melainkan menjadi pendukung utama bagi kemajuan manusia yang bermartabat. Dengan paradigma ruhiologi, generasi Emas 2045 masa depan diharapkan mampu menghadapi tantangan modern dengan jati diri yang utuh, membawa peradaban ke arah harmoni, kedamaian, dan keberlanjutan yang sejati. (*)
Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129
Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896
E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com