Nasuhaidi, S.Pd., S.Sos., M.Si
Oleh : Nasuhaidi, S.Pd., S.Sos., M.Si
Kata “swarnabumi” salah satunya berasal dari bahasa Sansekerta, yakni suvar?abh?mi; dan bahasa Thai dengan sebutan suwannaphum yang berarti negeri emas. Menurut KBBI, swarnabhumi berarti tempat yang menghasilkan emas, atau tempat yang mempunyai tambang emas, dalam kata asing (Inggris) lazimnya diistilahkan dengan golden land. Namun demikian, pengertian Swarnabumi atau Swarnabhumi yang diawali dengan huruf kapital (S) merujuk kepada sebuah nama pulau yakni Sumatera.
Dengan demikian, Swarnabumi merupakan nama lain pulau Sumatera selain pulau Andalas yang lebih dahulu populer sebutannya. Selanjutnya, masih ditemukan istilah lainnya yang bersamaan makna dengan emas, yakni suvarnadvipa, yang berarti pulau emas atau golden island yang kemungkinan merujuk kepada Kepulauan Indonesia, terutama Sumatera. Namun demikian, baik swarnabhumi maupun swarnadwipa mengacu kepada negeri yang menyimpan bahan tambang emas, tetapi tidak tertutup kemungkinan dipahami sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam.
Secara de jure, berdasarkan rujukan yang tersedia, lokus swarnabhumi atau negeri emas tersebut berada pada kawasan Semenanjung Asia Tenggara, termasuk Burma, Semenanjung Malaya dan Kepulauan Indonesia. Sementara, di Thailand terdapat sebuah kota yang bernama Suphan Buri yang berarti Kota Emas. Kota ini berakar dari era kerajaan Dvaravati di abad ke-9 dan bernama Meueng Thawarawadi si Suphannabhumi (kota emas Dvaravati). Pemerintah Thailand bahkan menamakan bandara terbesar di Thailand dengan nama bandara Suvarnabhumi.
Kembali ke narasi awal, baik swarnabhumi maupun swarnadwipa di Indonesia lebih mengarah atau identik dengan pulau Sumatra. Dalam berbagai macam prasasti yang ditemukan di Sumatra dan Jawa menyebutkan bahwa Sumatra merupakan pulau yang sangat kaya akan emas. Prasasti Padang Roco menyebutkan bahwa Maharajadiraja Kertanegara dari Bhumi Jawa mengirimkan Amogapasha untuk raja Kerajaan Melayu, Maharaja Tribhuanaraja di Swarnabhumi. Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun 1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari Siguntur, kecamatan Sitiung, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Lokalitas Swarna Bhumi Jambi
Jambi merupakan sebuah daerah di pulau Sumatera yang tidak bisa lepas dari negeri emas Sumatera. Jambi yang dilalui oleh Sungai Batanghari adalah sebuah jalur perdagangan yang sangat strategis pada masa lampau. Jalur perdagangan itu mnejadikan Jambi menikmati kejayaan masa lalu. Bahkan, seperti dicertakan salah satu toko Sekoja, Jambi pernah memiliki mata uang sendiri yang disebut “coupon”. Ketika terjadi transaksi dengan pedagang luar, namun uang yang dipegang sudah habis, maka dapat ditukar dengan coupon tersebut.
Mengungkap kejayaan Jambi tempo dulu, dapat ditelusur melalui buku “Kesultanan Sumatera dan Negara Kolonial”, karya Elsbeth Locher-Scholten. Hal ini berkaitan dengan kebangkitan islam di Jambi pasca kedatangan Paduko Berhala dari Turkey yang menyebar agama Islam di Jambi. Konsekuensinya, kerajaan Jambi berubah nomenklatur menjadi kesultanan Jambi pada abang ke-16. Para pangeran Jambi ketika itu membuka diri dengan dunia luar dalam hal perniagaan.
Perkembangan perdagangan Jambi dengan dunia luar berkembang pesat pada abad ke-16. Pada pertengahan tahun 1550-an pihak Kerajaan Jambi memanfaatkan jalur sungai Batanghari sebagai jalur perdagangan ekspor-impor internasional. Negara-negara yang menjadi mitra perdangan antara lain Portugis, Inggris, Hindia Timur Belanda (India) dan China. Dalam konteks Indonesia, Raja Jambi bermitra dagang dengan Melayu Nusantara, Jawa dan Makssar (Sulawesi).
Dalam konteks kedaerahan, Jambi tetap berupaya membangkitkan semangat kemakmuran masa lalu Jambi guna meng-endorse generasi sekarang agar lebih percaya diri dalam menjalankan konsep pemikiran ekonomi Jambi yang berorientasi sumber daya alam yang relatif melimpah. Pengabadian nama Swarna Bhumi di Jambi sebagai nama gedung merupkan bentuk pengejawantahan kekayaan dan kejayaan Jambi masa lampau. Pagelaran Festifal Swarna Bhumi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merupakan wujud apresiasi nilai budaya, kerarifan lokal dan pola pelestarian alam sebagai local wisdom. Sampai saat ini, terdapat beberapa tempat dimana istilah Swarna Bhumi dijadikan identitas kejayaan Jambi tempo dulu. Di Kabupaten Bungo, istilah Swarna Bhumi cukup familiar karena diabadikan dengan pendirian sebuah hotel yang diberi nama Swarna Bhumi. Hotel Swarna Bhumi Bungo beralamat di Jalan Sultan Thaha No.139, Bungo Barat, Muara Bungo, kabupaten Bungo. Berikutnya, Hotel Swarna Bhumi 2 atau disingkat dengan HSB 2, berlokasi di Jalan Jend Sudirman No.168, Batang Bungo, Pasar Muara Bungo, Kabupaten Bungo, Jambi.
Selanjutnya, Stadion Swarna Bhumi merupakan salah satu bangunan monumental kepemimpinan Al Haris sebagai Gubernur Jambi. Stadion tersebut menjadi salah satu hasil kerja pembangunan sarana era Gubernur Al Haris periode pertama sebagai Gubernur Jambi (2020-2025). Terlepas dari pro dan kontra pembangunan stadion yang berlokasi di Pijoan, Kecamatan Jaluko, Muaro Jambi tersebut, bangunan itu tetap strategis. Bangunan itu menjadi simbol kejayaan Jambi dengan sumber daya alam yang melimpah, disamping mengingat masa kejayaan sungai Batang Hari yang menjadi lintasan perdagangan strategis masa lalu, dan ke depan, tentunya, akan menjadi cikal-bakal sarana pencetak atlet Jambi yang berprestasi.
Kenduri Swarna Bhumi
Kebijakan Pemerintah Pusat melalui Kemendikbudristek dengan mengadakan event penting bertajuk Kenduri Swarna Bhumi merupakan bentuk apresiasi yang luar biasa kepada Pepmrov Jambi. Apresiasi itu bisa dilihat dari dua konteks, yakni pertama terkait dengan kekayaan alam dan kejayaan Jambi. Sumatera sebagai golden island ataupun golden land, mengingat Pulau Sumatera yang kaya dengan sumber daya alam. Kenduri itu juga menghargai pelestarian budaya dan lingkungan yang dapat dianggap sebagai model pola kearifan lokal Jambi yang dapat dijadikan model. Dala praktiknya, Kenduri Swarna Bhumi ini merupakan rangkaian kegiatan kebudayaan yang dihelat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Acara ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai bagian penting dalam upaya pemajuan kebudayaan dan pelestarian lingkungan di sepanjang DAS Batanghari yang melewati kabupaten/kota se-Provinsi Jambi dan Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat.
Kenduri Swarnabhumi pertama kali diselenggarakan pada tahun 2022 dengan mengusung tema "Peradaban Sungai Batanghari: Dulu, Kini, dan Nanti" yang diselenggarakan bersama 14 pemerintah daerah (Pemda) DAS Batanghari. Kenduri Swarnabhumi 2022 sukses digelar dengan semangat tinggi oleh semua pihak. Terbukti bahwa masyarat rela bergotong royong guna memajukan kebudayaan, khususnya kebudayaan Melayu.
Pada tahun 2023, fokus acara ini bergeser ke aktivasi lingkungan dan pemetaan pelaku seni budaya. Inisiatif ini melibatkan berbagai komunitas dan individu yang berperan aktif dalam seni dan budaya lokal, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi lingkungan. Mengangkat tema "Cintai Budaya Kita Lestarikan Sungai, Cintai Sungai Kita Lestarikan Budaya", Kenduri Swarnabhumi 2023 melakukan serangkaian kegiatan seperti ekspedisi Sungai Batanghari, penanaman pohon, penebaran benih ikan, pelibatan generasi muda dan masyarakat untuk membersihkan sungai, serta diskusi yang membahas tindak lanjut pelestarian DAS Batanghari.
Kenduri Swarnabhumi 2024 mengambil langkah lebih jauh dengan mengedepankan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal. Mengangkat tema “Menghubungkan Kembali Masyarakat Dengan Peradaban Sungai”, tahun ini Kenduri Swarnabhumi melibatkan lebih banyak tokoh masyarakat lokal dalam penyelenggaraannya dengan membentuk kurator lokal yang merancang hingga memastikan konsep penyelenggaraan kegiatan di masing-masing daerah tetap berakar kuat pada tradisi kebudayaan.
Sementara itu untuk tahun 2024, Kenduri Swarnabhumi diluncurkan mengedepankan kearifan lokal. Dalam rangkaian kegiatan Kenduri Swarnabhumi 2024, akan menampilkan berbagai kegiatan yang melibatkan seni pertunjukan, pameran budaya, tradisi lokal serta berbagai workshop yang dipandu oleh para pelaku lokal. Masyarakat dapat menikmati dan mengingat kembali berbagai kekayaan budaya Jambi serta belajar lebih banyak tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Kenduri Swarnabhumi bukan hanya sekadar festival tahunan, melainkan sebagai cara masyarakat untuk memuliakan kembali Sungai Batanghari dengan terus menjaga ekosistemnya.
Kenduri Swarna Bhumi dalam perspektif pemerintah pusat, seperti dituturkan Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, bahwa Kenduri Swarnabhumi adalah sarana penyadaran kembali kepada masyarakat luas bahwasanya di masa lampau Jambi memiliki peradaban yang luar biasa, maju dan beberapa kearifan lokalnya masih terus digunakan hingga saat ini. Penyelenggaraan Kenduri Swarnabhumi yang telah dilaksanakan sejak 2022 diharapkan mampu menyatukan berbagai jaringan pelaku budaya dan komunitas lingkungan di Provinisi Jambi untuk bersama-sama memajukan potensi kebudayaan yang selaras dengan pelestarian lingkungan.
“Semangat kolaborasi yang sudah terjalin antara Kemendikbudristek (sekarang MendiktiSaintek) dengan Pemerintah Daerah dalam menyukseskan Kenduri Swarnabhumi harus terus diperkuat, agar semangat pemajuan kebudayaan, khsusunya di wilayah DAS Batanghari memiliki kebermanfaatan yang dirasakan masyarakat luas,” ujar Mahendra. Pendek kata, Kenduri Swarnabhumi menyadarkan masyarakat di sekitar DAS Batanghari tentang kelestarian lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam yang ada di sepanjang aliran Batang Hari tidak harus merusak ekosistem. Bekas galian tambang tidak harus mencemari air sungai, dan sampah tidak boleh dibuang ke sungai dan perilaku lainnya. Kenduri ini merupakan wadah banyak masyarakat yang teredukasi untuk menjaga warisan budaya dan lingkungan di sekitar DAS Batanghari.
Catatan pinggir untuk even Kenduri Swarna Bhumi yang telah dilkasanakan selama tiga tahun berturut-turut, yakni 2022, 2023 dan 2024 pasti memberikan rasa bangga karena salah satu agenda kemeneterian (nasional) dilaksanakan di Jambi. Hanya saja, substansi Kenduri Swarna Bhumi selama ini terlalu heavy kepada substansi kebudayaan, sehingga dianggap belum maksimal dalam menggali pola kearifan lokal yang telah digunakan dari zaman dahulu dalam menjaga lingkungan. Disamping atraksi budaya Jambi sebagai bagian dari budaya nasional, membumikan pemikiran Melayu tentang ekonomi, pelestarian lingkungan dan pola pengobatan alam (herbal) dalam pengelolan sumber daya alam secara bijaksana serta menggali masa kejayaan Jambi merupakan substansi festival Swarna Bhumi ke depan yang perlu dirumuskan.
Pelibatan para pihak dalam hal ini tentunya merupakan suatu keniscayaan. Porsi tugas para legislatif Jambi di tingkat pusat sampai ke daerah, pemerhati lingkungan dan tokoh Melayu Jambi perlu disiapkan. Kita perlu memberi mereka ruang untuk berbicara, berdiskusi dan merumuskan kebijakan terkait pelestarian lingkungan, perekonomian dan nilai-nilai lokal Melayu Jambi. Meraka itu memiliki saluran untuk mendorong pihak eksekutif dalam menyusun, mengambil dan menjalankan kebijakan. Dewan sebagai wakil rakyat untuk menyerap dan memperjuanglan Jambi potensi untuk kesejahteraan, termasuk pemikiran akademisi tentang Jambi ke depan.
Penulis beranggapan bahwa sesungguhnya Kenduri Swarna Bhumi merupakan momentum bagi Jambi menyusun agenda budaya dengan pengkajian nilai Sungai Batanghari melalui pertemuan yang bersifat scientific. Berbicara tentang Sungai Batang berarti juga mengkaji soal budaya, ekonomi, pelestarian lingkungan dan kejayaan Jambi tempo dulu. Penulis yakin, ketika di bawa ruang publik, tidak mustahil ada komponen penting lain yang perlu prioritaskan guna mendapatkan nilai tambah (added value) dari rangkaian acara Kenduri yang dilaksanakan setiap tahun. Untuk itu, sesi-sesi paparan ilmiah seperti FGD, seminar dan perlombaan yang mengangkat tema budaya dan pelestarian lingkungan di Jambi perlu di-sounding dalam merancang agenda Kenduri Swarna Bhumi berikutnya.
Penulis adalah Dosen Ilmu Politik, Jisip, Fakultas Hukum, dan juga Ketua Pusat Studi Melayu Universitas Jambi
Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129
Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896
E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com