Persisko Jambi Harus Banyak Belajar
KEMBALI Persisko Jambi mengalami kekalahan. Kesebelasan yang (akan) menjadi ikon Jambi ini justru terseok-seok di dua laga perdana. Kekalahan masing-masing 1 - 0 menghadapi PS Bangka dan saat tandang ke Persih Tembilahan, membuat posisi kesebelasan ini makin sulit menapak ke peringkat di atasnya.
Baru dua kali melakoni laga, manajemen langsung memunculkan kambing hitam. Minimnya dukungan finansial kembali menjadi 'the most wanted' kambing hitam. Persisko yang kini berganti nama menjadi Persisko Jambi ini bukan tanpa usaha mencari sponsor pendukung. Namun, sejumlah upaya mereka gagal mendapatkannya.
Tak kurang Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus, pun ikut ditodong. "Kalau untuk mendapatkan bantuan pemerintah, semuanya ada prosedur. Ajukan proposal dan berapa besar anggaran yang dibutuhkan. Setelah itu baru diproses", kata HBA, sapaan akrabnya.
Sementara, manajemen Persisko Jambi sebenarnya juga menyadari bahwa pencarian dana menggunakan proposal ke pemerintahan bakal butuh waktu lama.
Direktur Bisnis Persisko Jambi, Surya Wijaya, mengatakan ini sulit karena Persisko sedang dalam kompetisi. "Kalau pakai proposal tentu makan waktu lama, sedangkan Persisko berada dalam kompetisi," katanya.
Bahkan, entah siapa yang menggerakkan, sekitar 150-an suporter (yang katanya) pendukung Persisko, Sabtu lalu, menggelar aksi damai di Tugu Juang. Sambil mengumpulkan koin untuk menyelamatkan Persisko Jambi, mereka juga meminta dukungan moral dari warga.
Aksi dan upaya manajemen Persisko memang sebuah usaha yang wajar. Namun, muncul ketidakwajaran saat merunut jalannya Persisko hingga sampai di level seperti sekarang. Berangkat dari liga amatir, Persisko berjuang di Bangko, Merangin. Seiring waktu, prestasi mereka makin moncer hingga akhirnya sukses menembus Divisi I Liga Indonesia.
Berhenti di situ, Persisko masih berbendera Bangko, Merangin. Artinya, penanggungjawab seluruh agenda Persisko ada di bawah Pemkab Merangin. Namun, sesuai peraturan pemerintah, akhirnya Pemkab harus melepas tanggungjawabnya terhadap Persisko, karena klub tidak boleh lagi mengunakan dana APBD untuk menjalankan program-programnya.
Awalnya, Lukman Aima sebagai pendiri Persisko masih sanggup menanggulangi itu. Namun seiring waktu, kebutuhan klub pun makin tinggi. Saat itulah, klub mulai 'jual diri' ke pihak lain yang jangan sampai menggerogoti dana APBD.
Maka berlabuhlah Persisko ke Kab Tanjung Jabung Barat. Gayung bersambut, Pemkab Tanjabar menerima tawaran Persisko. Alhasil, nama pun berubah menjadi Persisko Tanjabar. Di Tanjabar, dukungan Pemkab sangat luar biasa. Entah darimana, roda organisasi klub berjalan lancar. Bahkan, Petrochina pun ikut memberi dukungan. Salah satu perusahaan besar di bidang migas itu aktif memberi dukungan dalam berbagai bentuk.
Meski sudah mendapat dukungan, namun prestasi Persisko Tanjabar tak kunjung melambung. Bahkan di akhir kompetisi, mereka gagal menembus Liga Super. malah, di tengah perjalanan menjelang akhir kompetisi, beberapa pemain sempat mengancam mogok main karena gaji belum dibayarkan.
--batas--
Telat berbayar, pemain sampai mengadu ke PSSI Pusat. Bisa diketahui, telatnya pembayaran membuat para pemain tidak fokus bermain karena masih harus memikirkan bekal untuk anak istri serta keluarga yang mereka tinggalkan.
Tamat menggunakan nama Persisko Tanjabar, Persisko akhirnya menggunakan bendera Persisko Jambi dengan harapan dukungan lebih besar datang dari Pemprov dan rakyat Jambi. Hingga roda kompetisi digulirkan dan Persisko harus menjamu PS Bangka 15 April lalu, dukungan sebenarnya tak kunjung terlihat. Hanya fans (yang tidak tahu dari mana) mengaku ultras (fans fanatik) Persisko menghadiri tribun Stadion Tri Lomba Juang KONI Jambi di laga kandang perdana Persisko.
Hasil mengecewakan 0 - 1 tak membuat ultras Persisko kendur. Mereka bahkan menggelar aksi damai untuk menggalang dukungan. Mereka juga mengumpulkan koin. Belum diketahui jumlah koin yang berhasil dikumpul. Yang pasti, aksi itu pantas diapresiasi positif.
Budaya instan inilah yang masih melekat erat di Jambi. Keinginan segera mendapatkan prestasi tinggi tidak diikuti manajemen yang profesional (baca; masih mengandalkan pemerintah daerah untuk memberikan dana). Padahal, sudah jelas Kemendagri tegas melarang dana APBD digunakan untuk kegiatan klub sepakbola profesional atau harus berhubungan dengan hukum.
Selayaknya manajemen Persisko Jambi tidak memaksakan pencarian dukungan ini. Tidak ada salahnya berkaca dengan Timnas U-19. Blusukan Indra Syafri beberapa tahun akhirnya memunculkan nama besar. Tidak ada gembar-gembor seorang Indra Syafri tentang 'talent scouting' yang dia lakukan.
Dari kabupaten ke kabupaten, Indra Syafri blusukan mencari pemain. Sama sekali demi kecintaannya kepada sepakbola. Terbukti, blusukannya menuai buah manis. Timnas U-19 sanggup membawa sepakbola Indonesia disegani di Asia. Tak kurang Korsel yang rutin menempatkan pemainnya di liga-liga top Eropa, dibuat kedodoran menghadapi Evan Dimas cs.
Kini Timnas U-19 memanen hasil kerja kerasnya. Kontrak jangka panjang timnas U-19 sudah ada di tangan Indra Syafri. Para pemain juga banjir bonus, baik dari pemerintah maupun kalangan swasta.
Dari situ bisa terlihat bagaimana Persisko Jambi harus diselamatkan kalau belum memberi prestasi maksimal. Gonjang-ganjing di internal manajemen pun tak pernah lepas menjadi pembicaraan, baik di lingkungan pengurus PSSI Jambi atau pun masyarakat umum.
Belajarlah dari Timnas U-19 dan Indra Syafri. From zero to hero, mereka berjuang. Dan mereka memang layak dibanjiri hadiah. Persisko Jambi? Mari kita berkaca lebih dahulu.(set)
Redaktur : Joni Yanto.