Jokowi The Next President, Punya Nyalikah?

Posted on 2013-09-30 11:25:00 dibaca 3288 kali
SOSOK Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)  tampaknya kian melesat dan berpotensial menjadi Presiden 2014. Dari berbagai lembaga survei capres 2014 menunjukkan elektabilitas Jokowi tetap rangking satu mengungguli capres seniornya.

Lembaga Klimatologi Politik (LKP) misalnya, merilis hasil survienya bahwa Jokowi  menempati rangking pertama dengan proporsi sebesar 19,6 persen mengungguli capres atau tokoh seniornya. “Publik akan memilih Jokowi sebagai presiden, jika pilpres dilaksanakan hari ini”, ujar Direktur LKP Usman Rachman, senin, 3 September 2013.

Di urutan selanjutnya ada Wiranto dengan 18,5 persen, Prabowo Subianto (15,4), Jusuf Kalla (7,6), Aburizal Bakrie (7,3), dan Megawati (6,1). Berikutnya, Dahlan Iskan (3,4), Rhoma Irama (3,4), Mahfud Md. (3,3), Hatta Rajasa (2,5), dan Surya Paloh (2,4). Tokoh lainnya 1,3 persen. Sebanyak 9,2 persen responden mengaku belum punya pilihan.(detikNews).

Survei ini dilakukan pada 12-18 Agustus 2013 di 33 provinsi dengan jumlah sample 450 responden. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara via telpon.

Bahkan dalam Litbang Kompas dalam hasil surveinya yang dilaksanakan pada Juni 2013, elektabilitas Jokowi cukup tinggi yaitu sebesar 32,5 persen dari 1.400 responden. Persentase ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tingkat keterpilihannya pada Desember 2012. Menyusul berikutnya ada Prabowo Subianto,Abu Rizal Bakrie, Megawati Sukarnoputri dan Jusuf Kalla.(Kompas.com).

Memang dengan berbagai kelebihannya dibanding dengan calon-calon presiden yang lain, Jokowi menjadi sosok yang paling memungkinkan untuk menang dalam pemilu 2014. Elektabilitasnya paling tinggi. Namun kita perlu ingat, yang menjadi persoalan di Indonesia bukan sekedar masalah inidividu, tapi juga sistem.

Dua hal inilah yang diingatkan Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahullah, ketika menjelaskan pangkal persoalan di dunia Islam termasuk Indonesia saat ini dalam kitabnya Nida ul Har. Pertama adalah penguasa-penguasa di dunia Islam yang menjadi boneka negara-negara penjajah. Kedua, diterapkannya sistem kufur yang bukan berasal dari syariat Islam.

Karena itu, sejauh mana Jokowi akan berhasil menjadi pemimpin negeri ini, bisa diukur oleh dua hal diatas. Apakah Jokowi bisa muncul sebagai pemimpin yang tidak tunduk kepada Barat ? Punya nyalikah Jokowi melawan keinginan negara-negara Barat terutama Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya?.

Keberanian pemimpin menentang Barat ini penting sebab tunduk kepada negara-negara imperialis Barat berarti sama saja melanjutkan penjajahan Barat yang justru menjadi biang kerok penderitaan di dunia Islam. Seperti yang ditunjukkan oleh penguasa negeri Islam di Mesir, Pakistan, Saudi, termasuk Indonesia sekarang.

Ketertundukan mereka kepada Barat menjadikan mereka menjadi pelayan-pelayan setia yang siap mengorbankan rakyatnya sendiri, membiarkan kekayaan alam negerinya dirampok oleh negara-negara imperialis meskipun rakyatnya hidup dalam kemiskinan.

Keberanian sosok pemimpin seperti Hugo Chavez (58)melawan Amerika dalam berbagai hal telah memberikan keuntungan kepada rakyatnya.Ia adalah presiden Venezuela yang sangat kharismatik. Ia sangat dicintai rakyatnya , walaupun sangat dibenci oleh Amerika yang impeialis itu.

Untuk hal ini keberanian Jokowi masih dipertanyakan. Sikapnya yang tidak jelas, bahkan cenderung mengizinkan pembangunan gedung Kedubes Amerika di Jakarta, membuat kita ragu apakah Jokowi berani melawan Amerika. Padahal sudah jelas, Kedubes Amerika di mana-mana menjadi salah satu tempat penting aktivitas inteljen, propaganda, maupun lobi-lobi poliitik dan lobi militer yang berujung pada pengokohan penjajahan Amerika di kawasan itu.

Namun sosok individu saja tidak cukup. Sebab penjajajahan terhadap suatu negeri, bisa kokoh lewat sistem kapitalisme yang diadopsi oleh sebuah negara. Sistem kapitalisme ini melahirkan kebijakan politik dan ekonomi yang memberikan jalan bagi pengokohan penjajahan Barat.

Di Indonesia penjajajahan Barat masuk lewat sistem demokrasi yang dikontrol oleh pemilik modal lewat sistem demokrasi yang menjadikan uang sebagai panglima inilah lahir berbagai UU yang menguntungkan penjajah Barat.Lahirlah UU Migas, UU SDA,UU Kelistrikan dan lain-lain yang lebih berpihak kepada pemilik modal.

Sebagai contoh karut marut minyak dan gas (migas) di Indonesia berpangkal pada kesalahan UU yang amat fatal. UU No.22 tahun 2001 tentang Migas yang disahkan pemerintahan Megawati itu meliberalisasi seluruh kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga sektor hilir.

Melalui UU Migas itu, liberalisasi migas di Indonesia berjalan kokoh. Sejak saat itu, kisruh pengelolaan migas di negeri ini selalu terjadi. Liberalisasi pengelolaan migas dan kekayaan alam lain, membuat kekayaan alam negeri ini dijarah asing.

Hal ini terjadi karena UU yang memang liberal. Juga kebijakan pemerintah yang berpihak pada kepentingan asing.  Hingga tahun 2021, ada 29 blok dari 72 blok Minyak dan Gas (Migas)  seperti Blok Siak, Blok Mahakam, Blok Tangguh, yang akan habis masa kontraknya.

Tapi alih-alih diserahkan kepada BUMN, pemerintah dengan berbagai dalih malah justru memperpanjang kontrak atau masih memberi porsi kepada asing.  Pembubaran BP Migas  tidak menghentikan liberalisasi ini.

Dan perlu dicatat, satu-satunya sistem yang memiliki watak perlawanan terhadap kezaliman penjajah kapitalisme, menjadi pengganti, bahkan akan menghancurkan sistem kapitalisme adalah sistem Islam.Itu berupa syariat Islam yang diterapkan secara total oleh negara khilafah.

Karena itu, amat menyedihkan kalau umat Islam, rakyat Indonesia, tertipu dengan sosok-sosok yang dijagokan oleh Barat, didukung oleh partai liberal/sekuler, maupun kelompok-kelompok yang menjadi boneka Barat dengan dukungan media sekuler.

Sebab pemimpin seperti itu akan kembali menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang penjajahan Barat yang telah membuat rakyat menderita. Pemimpin seperti itu akan mengulangi kesalahan pemimpin sebelumnya yang lahir dengan cara yang sama, kembali menjadi pembebek negara imperialis.

Umat Islam dan rakyat Indonesia, seharusnya tidak lagi tertipu dengan popularitas seorang tokoh tanpa disertai dengan perubahan sistem kapitalis menjadi sistem Islam. Sebab tidak akan terjadi perubahan yang mendasar tanpa diterapkannya syariah Islam secara menyeluruh.

Itu semua merupakan konsekuensi logis sebagai Muslim yang wajib taat kepada syariat Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam bermasyarakat dan bernegara. ”Udkhuluu Fissilmi Kaffah”- Masuklah kalian kedalam Islam secara menyeluruh,demikian firman Allah dalam salah satu ayatnya.

Penulis adalah Pemerhati Sosial Keagamaan
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com