Manfaatkan hasil hutan mangrove, Al Akhmar berinovasi dengan menciptakan sirup khas daerah dari buah Pedada. Atas inovasinya tersebut, lelaki ini meraup omset sekitar 27 juta perbulannya.
KABUPATEN Tanjung Jabung Barat yang berada di Pantai Timur Provinsi Jambi dikenal sebagai kawasan hutan mangrove yang menjadi salah satu wilayah untuk melestarikan pantai. Dari hutan tersebut ternyata banyak varietas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian, salah satunya buah pedada.
Adalah Al Akhmar, lelaki yang memiliki ketertarikan tersendiri terhadap potensi yang ada di wilayahnya mencoba untuk menghasilkan karya tepat guna dengan memanfaatkan buah pedada menjadi produk olahan yang dapat dinikmati dan mengandung khasiat.
Selelumnya, hasil dari tanaman pedada hanya digunakan sebagai santapan bagi masyarakat sekitar. Buah yang biasanya dimakan untuk lalapan, rujak ataupun campuran untuk sayur sehari-hari.
Di tangannya, buah tersebut diolah dan dapat dimanfaatkan mulai dari kepala hingga bijinya. Untuk kepala buah biasanya digunakan sebagai pewarna alami, dagingnya dapat digunakan sebagai bahan pembuat dodol, bijinya dapat dijadikan kopi dan daunnya dapat digunakan sebagai teh.
Salah satu produk pedada yang berhasil diciptakan oleh Akhmar yang paling dikenal yakni minuman khas pantai sirup buah pedada. Minuman yang telah diteliti di balai besar biologi Bogor ini selain memiliki rasa yang tak kalah nikmatnya dengan sirup yang beredar dipasaran, sirup ini memiliki kadar vitamin C yang cukup tinggi sehingga memiliki manfaat bagi kesehatan.
‘‘Rasanya perpaduan dari manis asam dan sedikit sepat, namun sangat nikmat untuk dinikmati,’‘ ujarnya, kemarin (26/11)
Sirup yang sudah dipasarkan sejak tahun 2005 lalu ini hingga kini sudah menjadi salah satu minuman yang menjadi minuman khas daerah Tanjabar. Tak jarang pemerintah setempat menjadikan minuman ini sebagai bingkisan dan oleh-oleh bagi para tetamu yang hadir yang melakukan kunjungan kewilayahnya.
Untuk pemasaran, selama ini dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak koperasi dan Disperindag. Selain itu, untuk pemasaran secara online, pengerajin bekerja sama dengan Universitas Jambi untuk memasarkan produk tersebut ke ranah yang lebih luas.
Dalam sekali pengerjaan, ia dapat memproduksi maksimal 16 lusin botol sirup dan dalam seminggu dikerjakan selama 3 kali produksi. Jika dikalikan dengan harga jual per botolnya yang dipatokRp 12 ribu, dalam sebulan omset yang diraupnya lebih dari Rp 17 juta dalam sebulan. Saking banyaknya peminat, terkadang ia tak mampu memenuhi permintaan pasar.
‘‘Kalau peminatnya saya kurang tahu dari mana saja karena kami hanya pengerajin. Namun selama ini kami sering menolak permintaan dalam partai besar karena produksi kami masih terbatas,’‘ ujarnya.
Lelaki paruh baya ini mengatakan, untuk proses pembuatannya tak banyak memakan waktu. Setelah buah dipilih dan dilepas bagian atasnya, buah tersebut dipotong-potong dan direbus dengan takaran tertentu. Dari hasil tersebutlah nantinya diasring biji yang kemudian akan dikadikan kopi dan daging yang akan di jadikan bahan baku pembuatan dodol. ‘‘Yang lama hanya diproses pendinginannya saja,’‘ paparnya.
Hingga saat ini jenis usaha ini masih terkendala dalam hal pemasarannya. Dan juga untuk skala besar, ia merasa belum siap karena masih mengalami keterbatasan alat. Sedangkan untuk bahan baku, tanaman ini sudah menjadi tanaman yang ditanam oleh masyarakat disekitar pekarangan rumah. Diharapkan juga, upaya ini dapat meningkatkan nilai ekonomi untuk daerah sekitar.
Atas usahanya ia juga sempat mendapat berbagai penghargaan antara lain sebagai Pemenang Ketiga Pengabdian Lingkungan Hidup Tahun 2006 dari Gubernur Jambi, dan terakhir memperoleh Juara Harapan III pada Acara Jambore Nasional Penyuluh Kehutanan Tahun 2013 di Kaliurang, Yogyakarta.
Penulis : YUNITA SARI. S / Jambi Ekspres