“
Gedung Balai Adat Melayu Jambi ternyata bukan hanya sekedar gedung biasa. Tetapi gedung ini mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak pernah berubah sejak dibangun sekitar tahun 1980-an lalu.
Bangunan panggung yang terletak di Jalan HM Yusuf Singadekane, Telanaipura, Kota Jambi ini merupakan bangunan penting. Bangunan ini diperuntukkan bagi hal-hal yang sacral, seperti pemberian gelar adat, pertemuan orang tua adat yang membicarakan adat se-Provinsi Jambi.
“Ciri khasnya tiang sako empat. Tiap rumah itu terdiri dari dua keluarga besar yang bersatu atau nenek empat, duo nekntan dan duo nekno. Letak tiang sako empat ini tepat di tengah ruang utama,” tutur Wakil Ketua Lembaga Adat Provinsi Jambi, Drs H Herman Basir kepada media ini disela-sela kesibukannya, Rabu (27/11).
Pria yang mengenakan batik lengan panjang ini menjelaskan, tata ruang bangunan ini terdiri dari peranginan yang berukuran sekitar 2 x 20 meter, untuk pertemuan bebas. Kemudian bagian serambi yang berukuran 3 x 20 meter sebagai tempat pertemuan dan ruang utama yang berukuran sekitar 14 x 20 meter itu ruang keluarga.
“Ruang utama ini ruangan sakral, ini tempat khusus pemberian gelar adat, pertemuan orang adat dan tidak pernah dikomersilkan. Di dalamnya ada putro retno atau singasana untuk tempat duduk raja,” jelasnya.
--batas--
Ruang utama ini hanya dibuka saat pertemuan orang tua adat, pemberian gelar adat dan kegiatan adat penting lainnya. Seperti saat pemberian gelar kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono yaitu gelar adat Sri Paduko Maharajo Notonegoro dan Karang Setio dari Lembaga Adat Melayu Jambi. Kemudian Mantan Panglima ABRI (TNI) dan Menteri Pertahanan dan Keamanan (1993-1998), Jenderal (Purn) Edi Sudradjat yang merupakan tokoh nasional kelahiran Bangko.
“Orang yang diberikan gelar adat ini sekelas tokoh-tokoh ditingkat provinsi, yang intens dalam hal member perhatian terhadap adat. Untuk tokoh luar itu bagi yang banyak perhatian terhadap Jambi. Seperti SBY itu gelar kehormatan, kalau tokoh-tokoh kita di sini itu gelar pusako,” ceritanya.
Selain itu, gedung ini juga dibuka bagi tamu, contohnya jika ada yang akan melakukan penelitian, tapi tidak dibuka secara resmi. “Sering yang datang penelitian di sini. Bahkan ada yang dari luar negeri, dari Jerman, Inggris. Peneliti dari Jerman itu mencari struktur pemerintahan adat itu pada awalnya dulu. Kita kasih tahu gambarannya bagaimana,” ujarnya.
“Sementara orang kita jarang yang melakukan penelitian. Bisa saja nanti anak-anak kita belajar dari orang luar yang intens meneliti tentang adat. Peneliti dari Inggris juga sudah banyak mengambil penelitian di Jambi. Karena Jambi ini unik sekali, masih banyak peninggalan kuno dan adatnya jelas,” ungkapnya.
Penulis: KESRIADI / Jambi Ekspres