Komnas HAM Minta Jaminan Polisi
Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) meminta agar pemerintah dan pihak kepolisian segera memulangkan warga Suku Anak Dalam 113 yang berkonflik dengan PT Asiatic Persada. Pasalnya, warga SAD sudah beberapa pekan ini terusir dari kampung halaman mereka akibat penggusuran yang dilakukan oleh Tim Terpadu dari Kabupaten Batanghari.
Mereka sebelumnya mendirikan tenda di Kantor Gubernur Jambi lalu kini menginap di Lembaga Adat Melayu Jambi. Dianto Bachriadi, Wakil Ketua Komnas HAM mengatakan, sebelum persoalan ini tuntas, yakni dilakukan pengukuran ulang maka warga tidak boleh diusir dari kampung mereka.
Komnas HAM menilai warga SAD menjadi korban dan satu diantara penyebabnya yakni pihak perusahaan tidak melaksanakan kesepakatan yang telah disepakati. “Perusahaan banyak ingkar terhadap kesepakatan-kesepakatan mediasi baik oleh Pemprov maupun komnas setahun yang lalu,” katanya, Kamis (23/1).
“Setahun lalu sebenarnya sudah ada kesepakatan mediasi dimana disepakati pengukuran ulang pemetaan ulang untuk 3.550 ha yang menjadi haknya SAD padahal BPN sudah siap tapi diingkari dan malah timdu melakukan pengusiran,” kata Dianto, Kamis (23/1).
Penggusuran yang dilakukan oleh tim terpadu ini menurutnya tidak menyelesaikan masalah, malahan bakal menimbulkan permasalaha baru. Investigasi yang dilakukan Komnas HAM, katanya, ditemukan banyak pelanggaran HAM di wilayah tersebut.
“Hasil investigasi kita banyak pelanggaran-pelanggaran HAM di akhir 1990 yang dilakukan disana. Penggusuran, kekerasan, konflik. Posisi kita mendesak BPN Jakarta untuk meninjau ulang HGU Asiatic,” ucapnya.
--batas--
Kepolisian juga diminta untuk menjamin keselamatan warga itu. “Kami juga minta jaminan ke pihak kepolisian untuk bisa melindungi mereka walaupun perusahaan menolak itu tidak ada urusan. Tugas polisi adalah melindungi masyarakat sampai urusan-urusan konflik lahannya selesai,” katanya.
Komnas HAM menilai adanya unsur kesengajaan terhadap penggusuran yang dilakukan tim terpadu. “Ada unsur kesengajaan warga digusur, jelas sekali ada pelanggaran HAM, hak untuk hidup, hak untuk bekerja, hak hidup yang baik, hak anak masyarakat dilanggar,” katanya.
Meski masyarakat disediakan lahan 2000 ha yang diklaim milik perusahaan, namun menurut Dianto itu diluar HGU dan diluar lahan seluas 3.550 ha yang menjadi akar permasalahan. “Katanya lahan perusahaan tetapi setelah kami periksa lahan tidak punya HGU baru semacam izin lokasi izin lokasi bukan berarti perusahaan boleh beroperasi,” ujarnya.
Komnas juga meminta polisi membebaskan 11 orang SAD yang ditahan akibat memanen sawit di areal itu, pasalnya kalau mereka disebut mencuri, perusahaan yang tidak memiliki HGU disebut juga mencuri di lahan yang statusnya tanah negara itu.
“Tidak bisa disebut kriminal karena kawasan abu-abu tanah negara, kami minta pertimbangkan kembali dasar-dasar penahanan, karena perusahaan juga bisa disebut lakukan tindakan kriminal di atas lahan 3550 ha itu,” katanya.
Lahan yang disengketakan ini, menurut peta dishut menyebutkan itu kampung mereka sejak 1978. Benar atau tidaknya itu yang dibuktikan dengan pengukuran ulang. Pengukuran ini menjadi tanggungjawab perusahaan.
Pasalnya, di dalam aturan disebutkan jika di dalam HGU ada spot-spot masyarakat harus dilakukan pengukuran lagi dan biayanya ditanggung perusahaan. Sementara itu Abas Subuk, Kepala SAD 113 mengatakan dirinya dan warga lainnya minta agar pemerintah mencabut HGU PT Asiatic dan melakukan enclave lahan 3550 ha yang menjadi hak masyarakat SAD. “Masyarakat selalu disalahkan kita minta LAM dan Komnas HAM turun menyelesaikan ini,” ucapnya.
Anggota DPRD Provinsi Jambi Dapil Batanghari AR Syahbandar mengatakan, agar warga SAD 113 ini diperlakukan secara manusiawi. Tindakan penggusuran merupakan tindakan yang tidak manusia. “Perlakukan mereka secara manusiawi, mereka itu juga manusia,” bilangnya.
Pemerintah dan juga kepolisian juga harus memfasilitasi dan menjamin keamanan dari warga SAD 113, karena warga juga sudah sepakat ikuti aturan. “Kita minta diantar pulang dan dijamin keamanannya oleh kepolisian, dan juga makan mereka. Menjelang ini diselesaikan mereka sepakat tunduk aturan,” katanya.
Ditegaskannya penyelesaian permasalah ini ialah dengan dilakukan pengukuran. Perusahaan yang membiayai mesti segera menyetorkan uang mereka agar bisa segera diukur ulang. “Perusahaan ngeyel gimana mau ngukur kalau tidak setor ya tidak juga ngukur,” katanya.
Terhadap 11 warga SAD yang ditangkap dan dituduh mencuri, dia mengatakan, kalau masyarakat ditangkap memanen di arel 3550 ha. Perusahaan harusnya yang ditangkap. “Saya sarankan penegak hukum domain penegak hukum, kalau memang di tanah 3550 tanah ulayat bebaskan, kalau diluar itu silahkan ditangkap. Harusnya perusahaan juga ditangkap,” tandasnya.
sumber: jambi ekspres